1.

2.7K 91 18
                                    

Hallo fujo/fudan lovers~

Adakah disini para fujo/fudan yang menyukai Drarry(DracoxHarry) dari film Harry Potter seperti saya?

Yaps. Karena pair inilah saya terjun menjadi seorang fujo#curcol. Okey, ini ff perdana yang saya publish di watty semoga kalian suka ^^v

========================

Jogjakarta, Indonesia.

Hawa sejuk dan hembusan pelan angin menyapa masuk melalui jendela yang baru saja dibuka oleh seorang pemuda.

Pemuda itu segera saja menghirup nafas dalam-dalam membaui atmosfer yang berbeda dari biasanya ia dapati di negara asalnya.

"Haaah... segar sekali... hujan semalam membuat sejuk pagi ini," gumamnya pelan seraya mengangkat tinggi kedua tangannya keudara.

Draco Malfoy, nama pemuda berparas tampan ini. Draco berasal dari London, Inggris. Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya disalah satu universitas terbaik di Inggris.

Bausasran, Jogjakarta. Disinilah ia berada saat ini. Sudah dua hari dia berada di kota pelajar ini. Setelah menyelesaikan skripsi dan akhirnya diwisuda, Draco memutuskan untuk berlibur sejenak sebelum ia mulai mengambil alih posisi direktur utama di perusahaan milik ayahnya.

Pemuda berusia 23 tahun ini memang bukan hanya memiliki wajah yang tampan saja. Di Inggris, tak ada yang tak mengenal siapa itu Lucius Malfoy, ayah Draco. Keluarga Malfoy adalah salah satu keluarga bangsawan tertua di Inggris. Bahkan dalam silsilah leluhur mereka masih memiliki hubungan darah dengan keluarga kerajaan Inggris.

Tampan, pintar, dan kaya. Gadis mana yang tak menginginkan dirinya untuk menjadi kekasih Malfoy muda satu ini.

***

Draco meraih sebuah tas kecil diatas ranjangnya dan mengecek isi didalam tas tersebut.

"Dompet, ponsel, humm... kurasa semua sudah lengkap. Ah! Aku lupa! dimana kotak sialan itu?!" Draco membongkar kembali isi tas kecilnya mencari sebuah benda. Setelah tak menemukan benda yang dicarinya berada didalam tas, ia beralih mencari didalam laci nakas samping tempat tidurnya. Dia membuka laci itu dan ternyata laci tersebut kosong. Sedikit kesal ia menutup laci itu dan beralih mencari diatas ranjangnya.

Nihil. Dia tak menemukan benda sialan yang dicarinya itu. Kesal ia menghentakkan kaki kanannya kelantai hingga menendang sesuatu. Draco melihat kebawah kasur tempat dimana benda yang tadi tidak sengaja ditendang olehnya berada. Dia pun menemukan kotak kecil warna putih susu yang sejak tadi dicari olehnya.

Draco mengulurkan tangannya untuk meraih kotak tersebut. Tanpa sengaja tangannya menyenggol sebuah benda dekat kotak kecil itu. Dia pun menarik keluar kotak kecilnya beserta dengan benda temuan lainnya.

Sebuah bingkai foto berwarna silver. Didalam foto ada satu orang pria paruh baya, seorang wanita paruh baya, dan dua orang pemuda yang usianya tak jauh berbeda.

"Siapa mereka? apakah mereka pernah tinggal dirumah ini juga?" Draco mengamati wajah-wajah didalam foto tersebut. Melihatnya sekilas Draco tahu orang-orang itu bukanlah orang asli Indonesia. Struktur wajah, warna kulit yang cenderung putih pucat sama sepertinya.

"Ah, mungkin mereka juga turis dan pernah menyewa rumah ini sama sepertiku..." dia pun meletakkan asal bingkai foto itu diatas ranjangnya.

Setelah memasukkan kotak kecil miliknya kedalam tas, Draco pun keluar dari kamarnya.

***

"Hei Arnett, aku sudah mendengar jika, si musang kasar itu sudah melepaskan tuntutannya padamu."

"Yeah... untuk sekarang memang..."

Dua orang pemuda tengah mengobrol santai disebuah kedai kecil di daerah Malioboro. Salah seorang pemuda melipat kedua tangannya diatas meja menatap serius pemuda lain yang duduk berhadapan dengannya.

"Maksudmu? apakah hutang-hutang itu belum lunas? setahuku, dia akan menganggap hutang-hutang itu lunas jika kau mau bekerja untuknya selama tiga bulan, bukan?"

"Bukan lunas secara keseluruhan. Hanya bunganya saja yang dianggap lunas. Kau tahu 'kan betapa liciknya musang tua itu?" terdengar nada pasrah dari pemuda ini.

"Ya, kau benar. Dia memang sangat licik. Terlebih lagi, dia memang menginginkan dirimu untuk bekerja ditempatnya sejak lama."

Pemuda bernama Arnett itu pun hanya bisa tersenyum lemah mendengar penuturan pemuda berkulit putih pucat didepannya ini.

"Theo, aku lelah sekali. Bisakah kau mengantarku pulang sekarang?"

Theo tersenyum tipis melihat raut wajah lesu Arnett. "Tentu. Habiskan dulu teh rempahmu, setelah itu kuantar kau pulang."

Arnett mengangguk pelan kemudian menyesap habis isi cangkir dihadapannya.

***

"Kau mau mampir?" tawar Arnett pada Theo setelah mereka sampai didepan sebuah rumah kecil nan asri.

"Tidak usah. Lain kali saja aku mampir. Kau istirahatlah," tolak Theo sambil tersenyum. Pemuda satu ini memang terkenal ramah dan suka tersenyum. Dia juga begitu perhatian terutama pada Arnett.

Arnett dan Theo sudah berteman sejak dua tahun lalu. Entah bagaimana ceritanya hingga kedua pemuda ini bisa berkenalan sampai berteman akrab.

Theo sangat menyayangi Arnett seperti adiknya. Sama halnya dengan Theo, Arnett pun menyayanginya. Bagi Arnett, Theo bagaikan pengganti kedua orangtuanya. Theo mampu menjadi ayah sekaligus ibu bagi Arnett. Hubungan mereka sangat erat layaknya saudara kandung.

Setelah Theo pergi Arnett pun masuk kedalam rumah. Tubuhnya begitu lelah. Ini kali pertamanya dia pulang setelah tiga bulan berada dalam sekapan si musang tua pemilik sebuah klab malam dan dipaksa untuk bekerja di klab tersebut. Si musang tua yang disebut-sebut oleh Arnett dan Theo adalah seorang rentenir yang membuat Arnett pada akhirnya menyerah dan bersedia untuk bekerja di klab malam miliknya karena hutang.

Arnett mengeluarkan sebuah kunci dari saku celana jeansnya. Dia memasukkan kunci itu lalu membuka pintu dan masuk kedalam.

"Senangnya berada dirumah lagi..."

Arnett melangkah masuk lebih dalam hingga sampai didepan sebuah kamar berpintu kayu jati. Dia membuka pintu tersebut lalu masuk kedalam.

Ia mengamati sekeliling kamar tersebut. Sedikit berantakan. Seingatnya, kamar ini sangat rapi sebelum ia pergi.

"Mungkinkah...dia sudah kembali?"

Arnett keluar untuk memastikan sesuatu. Dia berjalan cepat menuju sebuah kamar lain tepat disamping kamar miliknya. Dia membuka pintunya, namun tak ada siapa pun disana.

Dia menutup pintu itu kemudian kembali berjalan menuju ruangan lainnya. Ada raut senang dan penuh harap terpancar pada wajahnya. Satu persatu ruangan dirumah itu dia singgahi namun tak ada sosok yang dicari olehnya. Lesu dia memutuskan untuk kembali kekamarnya.

Sesampainya dikamar Arnett merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Rasa lelah dan sedih pun akhirnya mengantarkan dirinya menjemput mimpinya. Dia jatuh tertidur dengan sejuta harapan akan bertemu dengan orang yang dicintainya dalam mimpi.

*****

Aaahh~ part 1 selesaiii ^-^

Sampai jumpa di part selanjutnyaaa~

Mind to VOMENT please?

You Who Came From The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang