Apakah kalian percaya, kalau rasa bisa tumbuh tanpa tau jelas siapa tuannya?
******
Lembaran buku dihadapannya sudah usang, sudah begitu banyak sekali rasa sakit dan bahagia, sudah terlalu banyak drama dan retrorika yang tertulis. Namanya Alfeera Rinjani Putri, kenapa? Jawa sekali ya namanya? Alfeera memang keturunan suku Jawa, hanya saja kelakuannya benar-benar tidak mencerminkan Jawa. Ribut, tidak bisa diam dan kalau kata Ridha, Alfeera sama sekali tidak anggun.
"Kamu dari mana? Kenapa aku telepon nggak diangkat?" Alfeera menoleh dari tempat duduknya, menatap lelaki yang baru saja datang.
"Dari Toko, kamu sudah lama?"
Alfeera mengangguk, lalu ia menepuk sisi tempat duduknya. Ia menyuruh lelaki itu duduk di sampingnya.
Lelaki itu duduk di sampingnya. "Apa aku sudah melewatkan Orange Senja yang sempurna?"
Alfeera menggeleng.
"Apa kamu bisu?"
"Nggak!" serunya.
"Bicara lebih baik, daripada melihatmu hanya diam."
"Aku bicara kok," jawab Alfeera.
"Nggak ada suaranya."
"Pakai bahasa isyarat." Alfeera menjawab dengan cengiran khasnya.
Lelaki yang bersamanya sekarang adalah Ridha. Lelaki yang beberapa tahun ini sudah berhasil membolak-balikan hati Alfeera, mengajari Alfeera begitu banyak sekali hal yang belum pernah Alfeera dapati dari orang lain. Dan mereka berdua sekarang berada di Taman biasa keduanya menghabiskan waktu untuk bercenkrama tentang Senja, memotret untuk mengabadikan Senja pada hari itu.
"Ini buku apa?" tanya Ridha. Ia membuka lembar demi lembar buku yang lembarannya penuh, dan Alfeera tersenyum. "Itu milikku! Kamu nggak boleh baca!" serunya.
"Pelit."
"Bukan pelit, aku sudah menutup buku ini." Alfeera mengambil buku itu dari tangan Ridha. "Kita sudah sampai di lembar baru, dan aku nggak mau kembali dalam lembaran usang ini," jawabnya.
Alfeera menarik nafasnya dalam dan mengamati buku ditangannya, semuanya tertulis jelas dibuku itu, rasa sakit dan bahagia Alfeera selama beberapa tahun belakangan ini. Buku itu menjadi saksi bersamanya Alfeera dan Ridha sekarang, menjadi saksi betapa kuatnya cinta mereka walaupun begitu banyak kejadian yang menimpa mereka.
"Galau lu," ucap Ridha.
"Aku nggak nyangka, kita sejauh ini ya, Masrid." Alfeera menatap Ridha, betapa beruntungnya Alfeera bisa mendapatkan lelaki seperti Ridha.
Masrid, itu adalah panggilan Alfeera sejak dulu pada Ridha. Jawa sekali, bukan? Bahkan memanggil Ridha-pun menggunakan Mas.
Ridha menoleh, menatap Alfeera sembari tersenyum. "Luka, tawa, bahagia, adalah keadaan mutlak yang harus kita jalani," jawabnya.
"Gadis kecilmu ini sangat beruntung," ucap Alfeera. "Ku harap kamu juga begitu."
"Kurasa akupun begitu. Tetapi, semenjak dengan kamu, aku jadi Melankolis banget, jadi suka kirim gambar denganmu lewat chat, dasar virus," ucap Ridha.
Alfeera terkekeh. "Bukan salahku, itu salahmu kenapa jatuh cinta padaku."
"Memangnya kenapa kalau aku jatuh cinta padamu?"
"Kamu jadi mudah terpengaruh dengan tingkah atau kebiasaanku, salah satunya kamu jadi gitu deh," jawab Alfeera.
Ridha tertawa pelan. "Kamu masih sama, seperti pertama kali aku bertemu denganmu."
Alfeera hanya tersenyum.
******
Ini cerita Alfeera dan Ridha, cerita dua orang yang sangat bertolak belakang dan menjadi satu. Kalau kamu penasaran dengan ceritanya, silakan baca part selanjutnya!
Sampai bertemu dengan cerita Alfeera dan Ridha beberapa tahun yang lalu!
Samarinda, 23 Mei 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja-ketika aku jatuh cinta-
Teen FictionAku suka Senja, memotret dan menatap keindahannya. Aku suka Senja, memandang keindahannya bersamamu ditemani secangkir cokelat hangat. Aku menyukai Senja, aku menyukai cokelat hangat, Dan, aku juga menyukaimu. Cover by: sempakterbang