"Semesta, kau ingin melanjutkan sekolah mu kemana?" Tanya Bintang, laki - laki berambut hitam pekat yang kini menjadi teman dekat Clairene
"Sudah ku katakan, jangan memanggilku Semesta." Ucap Clairene sembari memasukkan buku pelajarannya kedalam tas, "Aku tidak melanjutkan kemana - mana. Lagi pula, itu tidak terlalu penting sekarang."
"Kau mau menghancurkan masa depan mu, ya?"
"Tidak, memang benar, itu tidak terlalu penting untuk ku."
"Setidaknya, kau harus melakukan sesuatu, bodoh." Bintang menggeram kesal, tak percaya dengan ucapan santai yang keluar dari mulut temannya.
"Itu juga tidak lagi penting."
Bintang mengambil alih tas sekolah Clairene, dengan paksa. Lalu menatap teman perempuannya dengan tajam, "Terus bagai-"
"Hentikan, Bintang!" Clairene memutus ucapan Bintang. "Aku, a-aku. Umurku tidak banyak. Bagaimana bisa aku masih memikirkan hal - hal seperti itu?"
Bintang tersentak, menatap tak percaya pada lawan bicaranya seakan tak mengerti dengan kata - kata yang keluar dari mulut Clairene
"Ba-bagaimana bisa?" Ucap Bintang tak percaya, "K-kau sedang berbohong, kan?"
"Aku divonis bertahan hidup selama 3 tahun, Bin"
"K-kau masih punya beberapa tahun lagi untuk menggapai masa depan mu, setidaknya hargai itu" Tubuh bintang bergetar hebat, mulutnya seolah semakin susah untuk digerakan
"Tidak, dokter mengatakan itu 2 tahun yang lalu, sekarang aku hanya punya beberapa bulan untuk hidup." Clairene menggapai tangan Bintang, dengan bulir bening yang perlahan mengalir bersamanya, "Temani aku ya, setidaknya sampai kita lulus."
Bintang menarik Clairene kedalam dekapannya, memegang bahu Clairene erat, seolah akan terjadi sesuatu pada Clairene jika ia melepaskannya sedikit pun.
"Aku akan menemani mu sampai akhir." Bintang menelus lembut kepala Clairene, "Lalu dimana lagi bintang akan bersinar kalau semesta saja sebentar lagi akan pergi?"