Bab 2

31 6 13
                                    

Matahari menggantung sempurna di atas langit cerah musim panas. Awan-awan putih berarak ditiup angin. Pertengahan musim panas, menjadi sangat panas sekali, seiring tanggal berganti. Seseorang sepertiku yang sangat malas beraktivitas di suhu tinggi, pasti akan lebih memilih menghabiskan waktu di dalam ruangan, ditemani segelas jus jeruk dan setumpuk buku komik.

'Tok... 'tok... 'tok..., seseorang mengetuk pintu rumah dengan keras. Aku bahkan hampir tersendat jus jeruk yang aku minum.

"Siapa yang datang di jam sesiang ini?" tanyaku lebih kepada diri sendiri.

'Tok... 'tok... 'tok..., suara ketukannya kembali terdengar dan lebih keras.

"Adrik! Adrik bukakan pintunya," panggilku sambil menggoncangkan tubuh Adrik yang bersandar pada sofa. Akan tetapi, dia bergeming. Aku menoleh melihat wajahnya.

"Hmmm." Aku menghela napas berat.

Mata Adrik terpejam dan wajahnya sangat terlihat lelah. Rambut hitamnya berantakan dan keringat menetes membasahi pelipis dan dahinya. Kasihan dia, benakku. Aku sedikit merasa iba. Dia memang pantas mendapatkannya, atas apa yang telah ia lakukan. Menjadi seorang panitia penyelenggara memang bukan perkara yang mudah, melakukan ini-itu di sana-sini. Ditambah dua hari yang lalu, Zeny sakit dan Adrik lah yang harus melakukan tugasnya. Semalaman ia harus terjaga dan terbangun lebih awal.

Aku membayangkan bagaimana jika aku di posisinya. Pasti aku sudah mati tak berdaya dengan sisa ketidak mampuan yang membajiriku. Sulit sekali.

'Tok... 'tok... 'tok..., suara tersebut, berhasil menjatuhkanku pada keadaan realita. Langkahku mengayun gontai menuju pintu utama.

Wajah pria gemuk dengan senyuman lebar mengembang di bibirnya, berdiri di balik pintu, menyambutku saat membukanya. Aku sedikit tersenyum membalasnya.

"Ada yang bisa kubantu?" tanyaku.

"Apa benar ini alamat Tn. Deska? Aku membawakan paket penting untuknya,"

"Iya, benar. Aku yang akan menerima paketnya. Ayahku sedang pergi dan akan lama sekali,"

"Baiklah." Pria tersebut memberikan paket untuk Deska dan aku menandatanganinya.

"Terima kasih." Aku tersenyum simpul dan langsung menutup pintu.

****

Sejak paket tersebut jatuh di tangaku. Aku mulai bertanya-tanya, apa yang membuat paket tersebut panting? Siapa yang mengirimnya? Karena apa? Dan yang paling penting apa isinya?

Aku membuka pintu kamar Deska. Sebuah tempat tidur berukuran besar diletakkan menghadap meja kerja. Jendela terbuka, membiarkan semilir angin menerobos masuk dan memainkan tirai tipis yang tak diikat. Meja kerja Deska berantakan. Kertas-kertas berserakan di atasnya dan alat-alat tulis berhamburan keluar dari dalam tempatnya.

Sejenak aku berpikir, dimana Karen? Apa yang dia lakukan sekarang?

Aku berjalan mendekati meja kerja Deska, meletakkan paketnya lalu beranjak pergi.

'Bruk, suara keras terdengar menggema di ruangan. Aku sedikit terkejut dan terlonjak dari tempatku, segera menoleh ke arah sumber suara. Sebuah rak buku besar berdiri megah dan kokoh di sebelah barat kamar. Aku berjalan mendekat.

"Sepertinya tadi ada yang jatuh? Tapi, apa?" Aku bingung, sendiri. Tak mendapati satu barang pun jatuh tergeletak di lantai.

Tanganku bergerak menyentuh deretan buku-buku di rak. Debu menyelimuti setiap ujung jariku.

'Bruk, suara itu terdengar kembali. Berhasil kembali membuatku terkejut, aku menjauh dari rak buku.

Aku menelan salivaku dengan susah payah. Jantungku berdegup cepat seolah ada mesin yang memacu melakukannya. Tubuhku bergetar dan keringat mulai membajiri kening dan leherku. Aku ingin cepat-cepat keluar dari kamar ini, tapi rasa penasaranku lebih besar dari yang aku bayangkan.

The PatronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang