🎀Ariella's POV🎀
Senin pagi. Aku terbangun karena gedoran pintu kamar ku yang cukup keras.
"Elllllllaaaaaa!" Rangga masuk kedalam kamarku, "Mandiiiii, 30 menit lagi masuk." katanya sambil duduk dipinggir kasur memakan roti panggang.
"SUMPAH?!" Mataku langsung terbuka lebar dan lari terbirit-birit ke kamar mandi.
Aku mandi dengan kecepatan ekstra, dan mengambil seragam ku. Seragam Montreal Priv. School itu rok pendek kotak-kotak merah dan hitam, kemeja putih, dan jas hitam. Tapi hari ini aku memutuskan memakai sweater putih
Dengan cepat aku mengambil tote bag ku dan mencari sepatu.
"Bi imah! oxford heels Ella yang warna item ada dimana?" jeritku dari kamar kemudian turun kebawah menemuinya di dapur.
"Ini, tadi bibi lap dulu." kata Bi Imah menyodorkan sepatu hitam ku yang sudah mengkilap.
Aku tersenyum kemudian memeluk bi imah, "Bi Imah, Ella berangkat ya!"
"Iya, Ella! Hati-hati!" jerit bi Imah dari dapur
Bi imah sudah seperti keluarga ku sendiri, sejak aku kecil bi imah sudah bekerja dirumah ku, itulah kenapa bunda selalu mempercayakan Bi Imah untuk menjaga ku di rumah.
Mobil Rangga sudah terparkir di halaman rumahku, Rangga dan Alec pasti sudah ngomel didalam mobil karena penyebab mereka telat masuk sekolah itu sering disebabkan olehku.
"Kali ini lewat 5 menit dari biasanya." kata Alec malas.
"Udah buruan jalan!" kata ku, membuat Rangga gaspol.
Sampai disekolah kami bertiga langsung mencar ke kelas masing-masing.
Koridor sekolah sudah sepi sekali sehingga terdengar ketukan sepatu ku. Tiba-tiba, Cindy dan kelima temannya menghadang jalanku.
"Halo, Cin." aku tersenyum miring
"Jauhin Zio."
Aku menaikkan sebelah alisku, "siapa juga yang deketin Zio."
"Jauhin Zio selagi gue masih minta sama lo baik-baik." Cindy memajukan badannya, "Dan inget, masa lalu gak bakal ngebuat gue segan buat hidup lo sengsara."
"Udah? Gue mau masuk kelas." kata ku sambil memperhatikan jam di pergelangan tanganku. "Nice talk, Cindy."
Aku pun meninggalkan Cindy dan temannya yang menatap ku sinis. Dan bisa aku rasakan tatapan mereka yang membakar belakang kepalaku.
Saat istirahat, Aku merasa tidak enak badan mungkin karena faktor belum sarapan? Jadi, Alec membawakan makanan dari kantin ke kelas ku.
"Nih, kita beliin roti, kentang goreng, sama teh panas." kata Alec "Lo mau pulang? biar kita yang izinin nanti." sambil menyodorkan teh panas.
Aku menggelengkan kepalaku, "Pelajaran terakhir nanti ada ulangan sejarah."
"Susulan kan bisa. Daripada makin sakit." kata Alec
"Rangga mana?"
"Latihan band, minggu ini kan lomba."
Aku diam saja sambil menghirup teh panas di tanganku, tiba-tiba kelas yang sunyi kedatangan 3 pembuat onar. Zio, Tom dan Ivan.
Aku menatap Zio kesal karena kejadian sabtu kemarin, pipi ku masih terasa kotor dan tanganku masih terasa panas bekas tamparanku kemarin. Jujur, aku tidak merasa bersalah untuk hal itu. Karena Zio tidak bisa semena-mena melakukan itu padaku.
"Oi, Alec!" tegur Zio.
Alec hanya bersandar dikursi dihadapanku kemudian menoleh kearah Zio.
"Hari ini latihan gak?" tanya Zio, tapi matanya melihat kearah ku.
"Enggak, gue ada urusan." jawab Alec melihat kearah ku juga.
Zio tertawa receh, "Urusan lo sama Ella?"
"Bukan urusan lo."
"Yaiyalah itu urusan gue, sebagai kapten futsal gu—"
"Gue gak peduli lo siapa, urus aja urusan lo sendiri." jawab Alec marah.
Zio meletakkan tangan didadanya seolah terlihat tersinggung dengan perkataan Alec, "Oooh Alec marah." kemudian Tom dan Ivan tertawa.
"Sensi banget lu kayak cewek." kata Ivan sambil terkekeh kecil.
Alec diam saja.
"Halo, Ella. Sakit ya?" tanya Zio mendekati ku.
Aku diam saja.
"Hari ini, kita kerja kelompok ya? gue kerumah atau lo yang kerumah?" tanya Zio sengaja memanas-manasi Alec yang sudah mengepalkan tangannya.
"Lo aja yang kerumah. Sekalian nyuci piring, ngerumput, nyapu—"
"Bayarannya apa?"
"Nasi kucing." jawabku asal.
"Hmm, kurang. Cium dulu baru mau."
Aku membulatkan mataku, wajahku memerah.
Alec tegak dari kursinya dan meluncurkan tinjunya ke pipi kiri Zio.
"Lo apaan sih?"
"Oi, oi bro, santai!" kata Ivan menahan badan Alec
"Gue rasa lo udah kelewatan, bangsat." Alec menatap Zio marah.
Zio tersenyum miring, "Iya, gue bangsat yang udah nyium Ella." Sambil melihat kearahku
"Gak usah ngayal lo, anjing!" Alec melayangkan tinjunya lagi, tapi kali ini Zio tidak diam saja, dia membalas tinjuan Alec sampai akhirnya Ivan dan Tom melerai mereka.
Aku terlalu takut untuk melerai mereka, aku hanya diam mematung, tanganku menutup mulutku.
Zio terkekeh kecil, "Lo gak percaya? tanya aja sama Ella."
Alec melihat kearahku seperti menunggu konfirmasi dari kalimat yang dilontarkan Zio.
"E-eh, Lec, ayo ke UKS, bibir lo berdarah." kataku mengalihkan Alec
"Ella?" Alec menatapku tidak percaya.
Aku menunduk, merasa bersalah karena sudah membohongi Alec.
Alec sepertinya menyadari kalau semua yang dikatakan Zio benar, dan kembali meninju Zio semakin keras dari sebelumnya. Zio disisi lain, tidak mau kalah dan semakin keras membalas pukulan Alec. Hal ini membuat Tom dan Ivan kewalahan melerai mereka, dan jelas ini menjadi tontonan siswa seketika isi kelas ini menjadi ramai.
Aku masih mematung dan diam saja. Terlalu takut untuk melerai mereka sampai suara bentakan seseorang mengalihkan perhatianku.
Kepala sekolah datang, "Azio! Alec! Berhenti!"
Tapi Alec dan Zio tidak peduli, mereka masih saling melemparkan tinjunya hingga akhirnya guru olahraga melerai mereka dibantu oleh ivan dan tom.
"Ke kantor! sekarang!"
Tatapan antara Alec dan Zio mengisyaratkan kebencian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENTRE
Teen Fiction(ongoing) Ariella atau biasa dipanggil Ella adalah seorang remaja yang bisa dibilang memiliki kehidupan yang hampir sempurna. Bagaimana tidak? Ella memiliki paras yang cantik dan fisik yang ideal, keluarga yang terpandang, dan memiliki 2 sahabat ya...