"Park Jihoon!" Daniel mempercepat langkah kakinya. Langit sudah mulai gelap dan dia masih harus direpotkan untuk menjemput sepupu gembulnya di sekolahnya. Jihoon yang dihukum kenapa dia yang jadi repot? Haduh.
"Lama banget sih, Kak!" Ujar Jihoon saat Daniel sudah berada di hadapannya. Bibir pemuda Park itu mengerucut plus tangan yang bersidekap di depan dada.
Daniel merotasikan matanya. Jika tak ingat ancaman yang dilontarkan ibu Jihoon padanya, Daniel pastikan Jihoon akan membusuk di sekolah menunggu seseorang menjemput, tak peduli pada label sepupu dekat yang merek sandang. Oke, itu berlebihan.
"Aku merelakan tubuhku ditendang oleh Wonwoo karena mencoba kabur di tengah tugas kelompok untuk menjemputmu dan kau masih mengomel? Mati kau, Park!"
Jihoon tertawa. Membayangkan sepupunya yang bertubuh besar seperti beruang itu ditendang oleh Jeon Wonwoo yang bertubuh kurus.
Daniel mendecak. "Jadi kau mau pulang tidak? Aku tinggal!"
"Iya! Iya! Baperan ih!" Jihoon menggeser badannya menjauhi Daniel yang hendak menendangnya. "Gak kena!"
Daniel mendecih dan melangkah pergi meninggalkan Jihoon. Biarlah, toh Jihoon pasti menyusulnya.
"Kak Seongwu, Guanlin, aku pulang dulu, ya! Makasih udah nemenin."
Langkah Daniel berhenti lalu menoleh pada Jihoon
Oh? Dia baru sadar jika ada orang lain dari tadi. Satu orang berbadan jangkung dengan kacamata bulat dan memakai seragam yang sama dengan Jihoon, satu orang lagi memakai sweater rajut berwarna biru. Keduanya hanya mengangguk dan melemparkan senyum sebagai tanggapan atas ucapan pamit Jihoon tadi.
"Ayo, Kak!"
Daniel menatap dua orang yang kali ini tersenyum ramah padanya sebelum mengikuti langkah Jihoon yang menyeretnya—Jihoon memang kuat, Daniel akui-.
🍭🍭🍭
"Jihoon." Setelah sepuluh menit menonton drama atas keterpaksaan karena Jihoon mengambil alih remot televisi, Daniel membuka suaranya.
"Apa, Kak?" Tanya Jihoon tanpa menoleh pada Daniel.
"Dua orang yang tadi sore bersamamu, mereka siapa?"
"Oh. Guanlin, teman sekelasku dan kak Seongwu penjaga perpustakaan baru di sekolah sekaligus kakak Guanlin."
Daniel mengangguk. Seongwu itu pasti yg memakai sweater biru.
"Kau cukup dekat dengan mereka?"
Sambil memeluk bantal, Jihoon mengangguk. "Aku membantu teman-temanku berkomunikasi dengan mereka."
"Maksudmu?"
"Kau tau aku bisa bahasa isyarat, kan, Kak?" Jihoon melirik Daniel dan kembali menatap layar televisi setelah mendapat anggukan terbata dari sepupu bongsornya itu. Kembali khusyuk dengan dramanya tak peduli Daniel yang termenung. Jihoon tak perlu menjelaskan maksudnya, kan?
🍭🍭🍭
"Park Jihoon!"
Sudah empat hari ini Daniel menjemput Jihoon dan akan terus berlanjut hingga masa hukuman Jihoon selesai. 26 hari lagi, Kang Daniel—batin Daniel menyemangati dirinya.
"Sore, Guanlin, Kak Seongwu." Daniel melemparkan senyum manisnya, berbanding terbalik dengan kelakuannya pada Jihoon membuat pemuda Park itu mendecih. Sudah tau modus si Kang Beruang itu.
Hari kedua Daniel menjemput Jihoon ternyata Guanlin dan Seongwu juga menemani sepupunya itu. Hari itu mereka sempat berkenalan dibantu dengan kemampuan bahasa isyarat Jihoon. Hari itu juga otak dan hati Daniel sepaket, menyetujui jika Seongwu indah dan manis. Indah karena titik hitam di pipi sebelah kiri yang membentuk rasi bintang dan manis ketika bibir tipisnya melengkung membentuk kurva. Daniel yakin makanan semanis apapun di dunia ini tak akan ada yang menandingi manisnya senyuman seorang Seongwu.