Sosok laki-laki itu sangat jauh dari kata keren. Penampilan yang dibalut kemeja dengan kancing hingga menutup bagian leher ditambah celana berbahan kain goyang dan kaca mata, lengkap sudah menambah kecupuannya. Hidup bertemankan buku, perpustakaan, dan semua yang berkaitan dengan ilmu, ilmu dan ilmu. Dialah Ramon, pemuda ibukota yang masih saja berpenampilan ndeso. Suatu saat ia bertemu dengan sosok perempuan yang bisa membuatnya hampir meninggalkan teman-teman setianya itu. Cinta Mutiara, begitulah nama gadis yang membuat Ramon selalu merasa bergetar saat menatapnya. Jangankan hanya untuk menyapa, saat cinta melintas dan tersenyum kepadanya saja ia seakan hampir mati berdiri. Entah apa yang membuat Ramon begitu mengagumi Cinta. Tapi, perasaan kagum itu datang menghampiri kehidupannya.
Suatu ketika dihari keberuntungan buat Ramon, Cinta datang tak hanya melintas an melemparkan senyumannya yang khas. Tapi, kini dia datang menghampiri tempat duduk laki-laki berkaca mata ini. Kemudian menarik kursi tepat disamping Ramon, lalu kemudian menyapanya dengan penuh kelembutan dan rasa sopan santun yang baik. Tak ayal sikap gadis manis ini membuat Ramon tiba-tiba saja memproduksi deraian keringat yang mengalir diseluruh bagian tubuhnya tanpa bisa terkontrol dengan baik. Diseluruh tubuh ia merasakan getaran yang begitu maha dahsyat, seperti guncangan gempa dengan skala Richter yang tinggi. Bibir tak mampu berucap walaupun hanya sepatah kata. Bahkan satu huruf pun terasa begitu sulit. Tanpa ia sadari semua yang terjadi pada dirinya itu sudah diperhatikan oleh gadis yang sedari tadi duduk disampingnya menunggu jawaban atas pertanyaan yang ia sampaikan.
"Bagaimana Bang? Apa Abang mau menerima tawaran saya?" Tutur Cinta mengulangi pertanyaannya. Masih dengan kondisi yang ia rasa begitu memalukan, Ramon berusaha memutar otak untuk merangkai huruf demi huruf menjadi kata, kata demi kata menjadi kalimat demi memberikan jawaban kepada gadis yang telah membuat perasaannya berubah menjadi tak biasa.
"A a a Abang ma ma mau menerima tawaran kamu Neng" ujar Ramon dengan sangat terbata bata. Ia seolah Azis Gagap yang sedang berlakon. "Alhamdulillah,,, akhirnya Abang mau juga menerima tawaran saya. Kapan bisa dimulai les privatenya, Bang? Tapi panggil aja nama saya Cinta Bang biar kedengarannya lebih akrab". "Iya, Ci Cinta. Terserah Cinta saja. Saya pasti bisa kok". "Ok deh Bang kalau gitu. Ntar Cinta kabari Abang ya. Oya Cinta boleh minta nomer telepon Abang gak? Soalnya biar Cinta gampang ngabarinnya ntar". "Oh... boleh Cin. Ini nomor handphone saya. 081313031992". "Ok, ntar Cinta kabari ya Bang". "Oya Cin, boleh gak kamu manggil saya pakai sebutan nama saja. Panggil aja Ramon". (sambil mengulurkan tangan bak hendak berkenalan). "Ok Ok Ramon. Ntar Cinta kabari ke nomor handphonenya ya. Bye (sambil melambaikan tangan kearah Ramon dan berlalu pergi). Percakapan keduanya masih menyisakan ketidak percayaan dibenak Ramon. Dirinya masih belum yakin jika Cinta gadis cantik yang begitu baik dan memiliki banyak teman yang keren mau berteman dengan dirinya. Sosok laki-laki dengan tampilan ndeso, kuper, cupu, bahkan terkesan aneh hingga sering dibuli oleh teman-temannya di sekolah. Tapi, apapun itu bagi Ramon ini adalah hari yang paling menguntungkan dan tak akan pernah terlupakan sepanjang hidupnya. "Hai Ram, ini aku Cinta. Kita mulai les privatenya minggu ini ya. Jadwalnya mulai hari Jum'at sampai Minggu. Gimana, kamu setujukan?" Pesan singkat itu terkirim lewat ponsel perempuan yang membutuhkan bantuan Ramon untuk mendapatkan pelajaran tambahan dirumahnya.
