Satu

34 3 3
                                    

Debu bertebangan ketika tubuh wanita itu mengenai bagian samping tong kayu. Dia mengeluh kesakitan, berusaha bangkit ditopang tangan kanannya. Wanita itu merapikan rambut cokelat gelap panjangnya dan menatap tajam lelaki di depannya melalui mata hazelnya.

Lelaki itu tertawa, sangat keras dan menggema. Ia mengelap tangannya ke seragam seolah telah menyentuh kotoran. Ia mengedik, memberikan perintah kepada dua orang di belakangnya yang sedang memegang gadis berambut pirang yang terlihat putus asa meronta. Dia menjilat bibirnya, "Ini hukuman untuk gadis yang nakal."

Lelaki satu memegang perempuan itu kuat. Satu lagi mengepalkan tinjunya mengenai perut. Perempuan pirang itu mengaduh, ia menangis ketika pukulan berikutnya mendarat di daerah yang sama.

Gadis berambut cokelat menggeretakkan giginya. Rasa marah mengambil alih tubuhnya. Entah dari mana dia mendapat keberanian itu. Dia maju mengepalkan tinjunya ke pipi pemuda di depannya. Pemuda itu mengaduh dan mengelus pipinya yang terasa panas. Ada semacam noda kemerahan berbentuk kepalan tangan di sana. Luka bakar.

Si gadis cokelat merangsek maju, memukul bergantian lelaki yang memegang si gadis pirang. Saat mengayunkan pukulan, matanya melihat aura merah yang mengelilingi tangan itu. Dia memukul, meninggalkan luka yang cukup parah.

Dia membebaskan si gadis pirang, membuka ikatan tali yang mengekang tangan gadis itu.

Si gadis pirang menatapnya, "Kau tidak perlu melakukan itu, Oletha."

"Hmm, lebih baik daripada melihatmu menderita, Corliss."

***

Setelah, perkelahian itu, Oletha membawa Corliss ke rumahnya. Dia membaringkan gadis pirang itu dan melihat perutnya. Luka memarnya sudah berubah warna menjadi biru. Oletha menggenggam erat tangan Corliss dan mendapati bekas ikatan tali yang terlalu kencang di pergelangan tangan dengan luka kecil yang mengelilinginya. Oletha mengambil ember dan mulai mengompres luka sahabat tersebut dengan kain basah.

Corliss setengah sadar mengelus kening sahabatnya, ada luka di sana, darah merah segar masih membekas di dahi itu, "Obati dirimu sendiri."

Oletha menepis tangan itu lembut, "Kau lebih menderita di bandingku."

Oletha menahan rasa sakit di punggungnya, yang tadi menghantam tong anggur keras. Dia merasakan tulangnya bergemeletuk ketika ia bangkit dan mengambil kain baru. Ia melenguh, bersandar pada meja kayu tua yang sudah keropos di bagian kakinya.

Dia melihat tangannya merasakan sakit yang luar biasa. Di tangan kanan, kuku kelingkingnya berubah warna menjadi hitam.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hugger MuggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang