Jam 4.30 sore, Sarah merapikan meja kerjanya dengan terburu-buru, setumpuk kertas yang diletakkan dipinggir meja tersenggol dan jatuh berantakan, bersama beberapa ATK, alat tulis kantor. Sarah membungkuk untuk membereskan kembali barang-barang yang terjatuh itu dengan kesal.
"Buru-buru amat, Sar. Mau kemana sih?" Santi yang meja kerjanya bersebelahan dengan Sarah menegur tanpa beranjak dari duduknya.
"Gue ada janji." Sarah menjawab singkat.
"Tapi kan belom jam lima, Sar. Belom waktunya pulang." Santi mengingatkan.
"Iye, sesekali pulang lebih awal kayaknya ga papa deh." Balas Sarah sambil meletakkan kertas-kertas yang baru saja dibereskannya ke tray di mejanya. Lalu meraih tas selempangnya, menepuk bahu Santi. "Gue duluan ya." Ucap Sarah sambil terus berjalan. Santi cuma bisa memandang Sarah yang menghilang dibalik pintu resepsionis kantor.
Sebenarnya tiga minggu ini Sarah jadi agak aneh. Lebih banyak berdiam diri, senyum-senyum sendiri dan selalu pulang lebih awal. Sekali waktu, karena ada kerjaan yang ga bisa di tinggalkan, membuat Sarah baru bisa meninggalkan kantor telat satu jam lebih. Dan begitu selesai, seperti ada yang mengejar, Sarah bergegas meninggalkan kantor. Padahal meja kerjanya masih berantakan dengan kertas-kertas, computer belum mati sempurna bahkan gelas minumnya juga ga sempat dia bersihin. Ini tidak seperti biasanya.
Dikantor Sarah terkenal bersih dan apik. Sebelum pulang, mejanya selalu dia bersihkan. Biar besok pagi, mau mulai kerjanya nyaman, begitu alasan Sarah. Walaupun sebenarnya ada office boy yang pasti akan membersihkan.
Sarah melangkah melewati mesin tap stasiun, tiba-tiba telinganya menangkap suara samar-samar. Ga yakin suara apa itu, Sarah melihat sekelilingnya. Berlahan suara itu menjadi lebih jelas, dentingan senar gitar yang dimainkan dengan sangat manis. Sekali lagi Sarah melihat sekelilingnya. "Siapa yang main gitar?" Sarah membatin.
Langkah Sarah, tanpa disadarinya mengikuti kearah suara dentingan gitar itu berasal. Sampai ke tengah ruang tunggu stasiun yang dilengkapi dengan kursi-kursi tunggu yang di susun sejajar. Sarah mendekati seorang laki-laki yang sosoknya, dua minggu belakangan ini sangat akrab. Menyadari siapa pemain gitar, Sarah mempercepat langkahnya, senyumnya mengembang.
"Aku baru tahu kalau kamu ternyata bisa main gitar. Keren lagi." Sapa Sarah setelah berada di dekat Andre. Andre menghentikan permainan gitarnya, sambil tetap memeluk gitar dia memutar kepalanya, hingga berhadapan dengan Sarah. Tersenyum manis, dan kemudian memainkan senar-senar gitar kembali. Sarah duduk di bangku sebelah kiri Andre, menikmati permainan gitarnya. Sarah ga pernah menyadari, sejak kapan dia begitu suka music instrument seperti ini. Sarah suka dengar music, tapi ga instrument. Tapi ini indah, sampai Sarah merasa waktu berhenti saat itu.
"Sorry, membuat kamu menunggu." Andre membuka pembicaraan setelah menyelesaikan permainan gitarnya.
" Ga papa. Aku suka. Itu tadi bagus sekali." Jawab Sarah terbata-bata.
"Makasih. Kamu suka?" Pertanyaan Andre itu dijawab dengan anggukan oleh Sarah.
"Kalau gitu, tadi itu aku persembahkan untuk kamu." Andre berkata sambil menatap tajam ke Sarah. Sumpah, Sarah pasti salah tingkah kalau di tatap begitu sama Andre. Meski selalu merasa ada yang aneh, tapi Sarah suka banget.
"Makasih, Ndre." Suara Sarah berbisik halus.
Menenteng gitar di tangan kanannya, tangan kirinya Andre menggandeng tangan Sarah melewati beberapa orang, menelusuri lorong ruang tunggu stasiun. Menurunin tangga berdua, semilir angin mengibaskan rambut Sarah yang menebarkan wangi. Aromanya membuat Andre tersenyum. Inilah salah satu yang membuat Andre selalu merindukan saat-saat bertemu Sarah. Tanpa sadar Andre menggengam jemari Sarah lebih erat.
Sebuah taman terbentang dengan tatanan yang indah. Ada bangku taman mungil yang manis di sisi kolam ikan yang airnya mengalir. Beberapa ekor burung kecil bernyanyi dan bermain dari satu pohon ke pohon yang lain. Seekor kodok kecil meloncat di depan Sarah dan Andre.
"Ndre, aku ga ingat kalo di dekat stasiun ini ada taman sebagus ini." Ucap Sarah antara bingung dan kagum dengan indahnya taman.
"Mungkin, karena setiap ke stasiun kamu itu buru-buru, jadi ga pernah sempat memperhatikan daerah sekitar sini." Jawab Andre sambil menggandeng tangan Sarah ke tengah taman. Dan memilih duduk di bawah pohon dengan bangku taman yang terlihat asri dengan sekitarnya. Bunga warna warni ditata apik, sehingga terlihat asri. Betah sekali duduk-duduk di taman ini. Sebuah pohon kecil yang dedaunnya dipotong bulat, di bawahnya ditanam rumpun bunga dengan warna kuning merah yang mencolok diantara hijaunya rerumputan. Rumpun bunga melati yang seperti dijalin merambat membentuk semacam gerbang yang manis, bunganya menebar wangi yang menenangkan. Dan Sarah sangat menikmati taman itu. "Baru tau ada taman seindah ini di Jakarta," begitu Sarah berkata dalam hati.
Sekali lagi, hembusan angin kencang tiba-tiba menerpa wajah Sarah. Tidak lama memang, cuma sering membuat Sarah kaget. Sebenarnya Sarah bingung dengan beberapa kali terpaan angin itu, hanya Sarah enggan bertanya pada Andre. Suasana saat ini sayang harus dirusak dengan pertanyaan seperti itu.
"Ada pelangi samar-samar. Tuh, di sana." Andre membisik lembut ditelinga Sarah, sementara telunjuk kirinya menunjuk satu arah dilangit. Sarah mengikuti arah yang di tunjuk Andre.
"Kamu suka disini?" Andre bertanya berlahan. Seperti takut merusak ke khusukan Sarah menikmati suasana taman itu.
"Suka." Jawab Sarah tegas.
"Kamu mau menemanin aku disini?" Pertanyaan Andre itu dijawab dengan anggukan yakin oleh Sarah. Dengan segenap perasaan Andre memeluk bahu Sarah dari samping.
Menanti matahari sedikit merebahkan diri di ufuk barat. Dan Andre berat membiarkan Sarah beranjak. Sementara dia tak mampu menghentikan takdir dan memperangkap waktu agar dia bisa tetap bersama Sarah.
"Sabarlah. Akan tiba saatnya kita tak terpisahkan." Ucap Andre lembut sesaat sebelum meninggalkan Sarah di peron, kembali menunggu kereta.
"Sampai besok." Ucap Sarah sambil naik ke kereta yang berhenti didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUATU SORE
FanfictionTak pernah tau apa yang terjadi selangkah ke depan. dan menemui mu disini merubah banyak hal. ntah lah, ini baik atau tidak. tapi aku tenggelam suara, tatapan dan cerita mu. mampu kah tangan ini menggapai mu