"Kamu pernah jatuh cinta gak sih?""Hah?!"
"Kamu pernah jatuh cinta gak sih?" Tanya seorang pria, rekan kerjaku.
"Ya pernah lah ... aku bukan batu!"
Pemuda berkaca mata itu mengganguk, "Kenapa kamu bisa suka sama dia?!"
"Ada apa ini?!" tanyaku.
"Jawab aja."
Pasti dia sedang berusaha ... membuatku jatuh cinta padanya. Batinku.
"Lupa kan saja aku tidak berminat denganmu."
"Aish, jawab aja Zia. Aku tuh penasaran kenapa hati kamu susah banget, ehemm, di miliki."
Aku tersenyum kecil, "Sesuatu akan terasa spesial jika itu jarang terjadi." jawabku, ambigu.
"Seperti apa dia itu bagimu?"
"Seperti ..." Aku meletakkan telunjuk di dagu, berpikir. "Seperti ... Spiderman."
"Hah?! Pengandaian macam apa itu. Dia suka pakai baju ketat?"
Aku tertawa. Mendorong bahunya pelan.
"Yang jelas dong."
"Dia itu seperti Spiderman, Super hero yang paling miskin." Aku menerawang menatap keluar jendela, "atau ... mungkin dia Pahlawan ke-siangan."
"Pahlawan ke-Siangan atau Pahlawan ke-Sialan."
Aku menendang kakinya di bawah meja, kesal. "Kamu tau apa soal cinta."
"Aku tau segalanya, kecuali tentang ... kamu."
Aku memutar bola mata. Mulai lagi dia
"Berapa cowok yang pernah kamu cinta?!"
"Entah la, aku rasa cuma dia."
"OMG. Berapa umurmu ... seumur hidup cuma cinta sama satu cowok." ucapnya, lebay.
"Itu karena dia benar-benar berbeda ..."
"Apa yang dia lakukan padamu?!"
"Pertanyaan macam apa itu?"
"Atau beri tau aku, siapa dia?" tanyanya lagi.
"Seperti yang tadi aku bilang ... sesuatu akan terasa spesial jika itu jarang terjadi."
Aku menghela napas, menerawang menatap langit-langit. Mengingat kembali kejadian masa lalu. Kenapa aku bisa suka dengan Dia.
.
.
.
.
.
Flashback"Hari ini tidak masuk sekolah, pulang sama siapa aku?" gumamku, mengingat teman setia yang selalu pulang bersama. membereskan semua peralatan sekolah dan memasukannya dalam ransel.
enapa kamu mesti sakit di cuaca secerah ini. Masa iya, aku harus pulang ber-dua-an dengan Zen. Batinku tidak enak.
"Sebaiknya aku menunggu Zen keluar kelas lebih dahulu," gumamku, melihat Zen yang menutup ranselnya.
"Zia, kamu kok masih duduk aja, gak pulang?" tanya teman sebangku diriku.
"Aku mau menginap, pulang saja sana." usirku.
Tarik. mencupit pipiku, keras. Membuatku sedikit meringis.
"Hati-hati banyak hantu." ujarnya, berlalu pergi.
Di saat Zen sudah keluar kelas. Aku baru beranjak dari kursi. Berjalan sangat pelan, berharap tidak pulang bersama Zen.
Dari banyaknya murid yang berlalu lalang aku melihat seseorang berdiri di gerbang sekolah. Itu adalah Zen.
"Tak mungkin kan dia menungguku ... masa sih dia menungguku?!" Presepsi diatas presepsi.
Mungkin dia menunggu si itu, anak kelas sebelah. Terkadang mereka pulang bersama, walau di persimpangan mereka berpisah. Pasti dia menunggu temannya itu. Batinku.
Saat aku selangkah lagi sejajar dengan dirinya. Ia kembali berjalan. Ternyata dia ... menungguku.
Sepi. Sepanjang perjalan tidak ada satu pun jadi kita yang buka suara. Ditambah jalan ini tidak ada siapapun.
Zen berjalan di depanku dan aku berada sekitar tiga meter mengikutinya dibelakang. Jauh dari maksiat ... sungguh barokah perjalanan ini.
Kami melewati perumahan orang-orang kaya, dimana tidak ada satu orang pun yang kami temui beraktivitas di luar rumah. Bahkan di sepanjang jalan ini hanya ada kita ber-dua. Membuat Waktu berjalan terasa sangat lambat saja.
"Ada guk-guk." ujarku, berhenti berjalan.
"Dimana?" tanyanya, juga ikut berhenti.
"Dibawah mobil itu." tujukku pada Anjing yang tiduran di bawah mobil, di tengah terik panas matahari.
Kejadian tak terlupakan semasa Sekolah Dasar, dimana aku di kejar hewan tersebut, hingga memanjat pagar segala. Malu-maluin. Aku jadi phobia dengan hewan itu. Rasanya selalu ingin berlari.
Tanpa sadar ... aku mendekat kearah Zen dan menarik ranselnya di belakang. Takut-takut dia iseng, dan berlari lebih dahulu, meninggalkan diriku.
"Tidak perlu takut." ucap Zen, tenang. Ia tersenyum kecil kearahku yang takut setengah mati.
Deg deg deg. Jatungku berdetak cepat seketika. Kalimat sederhana itu ... seperti anak panah yang menusuk tepat kearah jantungku.
Sebagai manusia keren, ini pertama kalinya aku terlihat payah. Jika orang lain akan ikut ketakukan bersamaku. Tapi dia ... menenangkanku.
Aku melepaskan gengaman tanganku pasa ranselnya, berjalan tanpa suara di belakangnya. Emang dasar penakut. Saat sudah beberapa meter dari hewan tertidur di bawah mobil tersebut. Aku langsung saja berlari sendiri.
Aku melihat kebelakang sebenar. Hewan itu tidaklah mengejar. Dan sekilas aku melihat Zen yang berjalan santai, terseyum kecil.
Sial, aku kalah keren. Tapi tak masalah. Aku akui kamu memang orang paling gentleman. Berhati lembut dan selalu tau bagaimana cara untuk tidak memperburuk suasana. Jika aku jadi kamu, mungkin aku akan jahil dengan melempari anjing itu dengan batu. Lalu berlari sekencang mungkin.
Tahukah kau Zen ... orang tuaku saja tidak pernah menenangkanku saat ketakutan ...
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apakah Kau Mencintaiku?
RomanceKisah pertemuan dua insan yang tidak di ketahui akhirnya ... Ini tulisan saya tahun 2018 sempat di publish, lalu draf, hiatus dan di perbaiki lagi. Kisah flashback, orang yang selalu ingat cinta pertama nya, padahal itu kejadian waktu mereka SD. Ora...