SEMENJANA - B

5 0 0
                                    

"Pada kata yang tak sempat terucap hari itu, aku tak menyesalinya"

"Airene?" Ucap cowok itu sekali lagi. Airene tidak menghiraukan ucapannya, ia yakin pasti cowok disebelahnya termasuk siswa nakal yang langganan keluar masuk BK. Lihat saja, seragamnya tidak dimasukkan, kancing atasnya dibiarkan tidak terkait, dan garis-garis wajahnya menunjukan kalau ia seorang perokok. Jujur saja, Airene kurang suka dengan cowok seperti itu.

"Tuli ya lo?" Terdengar suara dari cowok itu, namun Airene daritadi masih setia dengan keterdiamannya.

"Atau budek?" Cowok itu terus mengerutu, sementara Airene hnya memutar bola mata.

"Udahlah Dho, gausah ganggu anak orang." Kali ini cowok disebelah kanan Airene yang berbicara. Oh jadi cowok yang mengatainya tadi bernama Dho, Dho siapa ya Dodo mungkin. Airene memperhatikannya, cowok ini terlihat siswa baik-baik. Seragamnya rapi, atributnya lengkap, dan yang penting rupanya menawan. Ia melirik name tagnya, R.M Azka S.P. Tanpa sadar, Airene menampilkan lesung pipinya.

"Maafin temen gue ya emang hobi tu anak bikin ulah," kata Azka.  Airene hanya membalasnya dengan senyum.

Sebenarnya, sejak tadi Airene mual ingin muntah. Jadi dia daritadi diam saja sambil menahan gejolak tubuhnya yang mulai merintih kesakitan. Sebenarnya ia bisa saja putar balik ke belakang pasti langsung ditangani oleh petugas PMR. Akan tetapi, ia masih belum tahu ada di kelas mana. Nanti setelah melihat namanya ada di kelas mana baru ia akan ke UKS. Untuk sekarang, lebih baik ia tahan saja.

Untung saja, ibu kepala sekolah sedang baik, tidak memberi amanat panjang kali lebar kali tinggi yang sebagian besar tidak didengarkan oleh para siswa. Airene bisa langsung menuju papan pengumuman begitu upacara selesai. Ia meninggalkan begitu saja, dua cowok gak jelas yang dari tadi mengusiknya.

Namun, ternyata Airene salah perhitungan. Rasa pusing mendominasi. Cahaya hitam memenuhi pengelihatan matanya. Dan waktu terasa berhenti, semuanya menjadi gelap.

☆☆☆

"Ayah, ayah kalau Ine sudah besar. Ine mau jadi kayak ayah aja. Biar bisa pake baju kayak astronot. Biar bisa hebat kayak ayah." Kata Airene kecil.

Ayah hanya tersenyum seraya berkata, "Princess Ine gaboleh jadi kayak ayah."

"Ah, nggak mau pokoknya Ine ntar mau jadi kayak ayah."

"Ine gaboleh jadi kayak ayah, soalnya Ine harus lebih dan lebih dari ayah."

☆☆☆

Terlalu banyak cahaya yang masuk ke mata Airene secara bersamaan. Ia hanya berkedip-kedip, menahan silau. 'Ah kayaknya gue tadi pingsan deh, eh bukan kayaknya lagi ding pasti gue tadi pingsan' batin Airene seraya menormalkan tekanan cahaya yang masuk matanya.

"Eh kutu kupret, udah bangun kan lo," ucap seseorang disamping ranjang tempatnya berbaring, siapa lagi kalau bukan cowok yang tadi menganggunya saat upacara.

'Ah si bawel lagi, bikin tambah pusing aja nih bocah' batin Airene.

"Oi, kayaknya lo emang gabisa ngomong. Udah ah gue mau ke kelas dulu bye."

Cowok itu sebut saja Dodo pergi meninggalkam Airene sendirian. Ia menatap sekitar, benar dugaannya pasti tadi ia pingsan dan langsung dilarikan ke ruang UKS.

"Eh bentar, nama lo Airene kan? Tenang aja gini-gini gue masih baik hati dan tidak sombong kok. Ntar gue ijinin ke guru di kelas kalau lo sakit dan ada di sini." Kepala si Dodo tiba-tiba muncul di pintu. Belum sempat Airene menjelaskan bahwa sebenarnya ia tidak tahu berada di kelas mana, Dodo sudah terlanjur menghilang.

'Eh, tuh anak agak kurang waras emang. Ah gimana nih kalau gue tercyduk masuk kelas orang lain. Mati gue baru pertama udah bikin ulah. Kan turun reputasi gue sebagai murid biasa saja. Tidak famous tapi juga tidak cupu alias culun.' Airene terus menggerutu dalam hati.

☆☆☆

Bel istirahat telah berbunyi, bagi siswa lain mungkin itu adalah surga duniawi. Tapi tidak untuk Airene, sekarang ia belum tahu berada di kelas mana. Absensinya bisa saja ditulis Alfa. Meskipun Airene sering acuh tak acuh kepada tugas, tetapi jika menyangkut absensi ia prioritaskan. Akhirnya, Airene bangkit dari ranjang UKS. Di depan ia melihat ada seorang petugas PMR yang sedang berjaga di UKS.

"Udah enakan dek?" Ucap kakak Penjaga UKS.

"Sudah kak, saya mau kembali ke kelas ya kak. Terima Kasih," kata Airene sambil memakai sepatu dan begegas keluar.

"Apa perlu diantar? Masih pucat gitu." Tanya petugas UKS itu terlihat khawatir.

"Ah tidak usah kak, saya sudah sembuh. Sekali lagi terima kasih." 

Petugas itu hanya tersenyum, Airene langsung bergegas menuju lapangan.

Lapangan sepi, mungkin karena jam istirahat telah berakhir sepuluh menit yang lalu. Siswa lain terlihat sedang menyimak pelajaran di kelas. Airene bersyukur kertas pembagian kelas masih tertempel di papan pengumuman. Airene menulusuri satupersatu kertas dan mencari namanya. Saat sedang serius-seriusnya mencari namanya diantara tiga ratusan nama lainnya, Airene merasa ada seseorang dibelakangnya. Ia tidak lupa cerita kakak kelas mengenai penunggu lapangan ini.

Alkisah, dahulu di lapangan ini terdapat banyak pohon. Tapi sekarang pohon-pohon tersebut banyak yang sudah ditebang untuk mengganti gaya dan fungsi bangunan disekitarnya. Ada yang bilang, bahwa penunggu disana tidak rela tempat tinggalnya dimusnahkan begitu saja. Dan katanya lagi, penunggu disini jadi suka mengganggu sejak pohonnya ditebang. Sudah banyak kejadian-kejadian yang seakan membenarkan cerita tersebut. Sudah, tidak usah doceritakan detailnya nanti Airene semakin parno.

Sosok dibelakangnya lama kelamaan terasa semakin mendekat, namun Airene sama sekali tidak berani menoleh. Jujur saja Airene termasuk tipe orang penakut, tapi karena harus jaga image ya diberani-beraniin hehe. Tidak mungkin juga ia tiba-tiba meronta-ronta tak jelas di lapangan kayak orang setengah waras. Sudah cukup banyak drama yang dialaminya hari ini.

Tiba-tiba ada sesuatu yang menyetuh bahunya. Sepertinya itu tangan, sebab mempunyai daya tekan pada titik tumpunya, yaitu bahunya. Airene mencoba meliriknya dengan sedikit was-was. Iya, itu tangan yang sepertinya milik penunggu lapangan ini. Tanganya sedikit pucat tapi cukup besar untuk ukuran telapak tangan. Dan dari tekstur yang terlihat sepertinya berkisar antara umur enam belas sampai sembilan belas tahunan. Usia anak SMA gitu, bisa jadi penunggunya adalah siswa sini yang mengalami sebuah insiden di sekolah ini. Dari tangganya saja, sudah bisa tertebak bahwa penunggu lapangan ini adalah laki-laki.

Airene mengehela napas, ia akhirnya menemukan namanya. X IPS 1, itu kelasnya. Ya sesuai harapannya ia masuk kelas IPS tapi yang disayangkan adalah angka satu dibelakang kelasnya. Airene terlalu larut dalam imanjinasi akan kelasnya, sampai lupa bahwa tangan penunggu tadi masih menyentuh bahunya.

☆☆☆

1002 Word
10 Juni 2018

SEMENJANA #WYSCWPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang