02.

45 14 5
                                    

"Jangan salahkan waktu saat ia menghianatimu, di setiap detik yang kamu ulur akan menjadi bagian penyesalan di sisa hidupmu."

"Pagi, Ryan!" Teriak Kiara yang baru saja menutup pagar rumahnya dan melihat Ryan melakukan hal serupa. "hm," jawab Ryan malas tanpa melihat Kiara sekalipun dan berjalan menjauh dari rumahnya.

"Lo tumben nggak bawa mobil?" Tanya Kiara berusaha mensejajarkan langkah Ryan yang cukup panjang. "serah gue lah!" Jawab Ryan sewot membuat Kiara mengelus dadanya dramatis.

Sabar Kiara, tetangga masa gini?

Beberapa menit berlalu tanpa obrolan apapun diantara mereka. Kiara teringat sesuatu, "nggak usah ngomong apa-apa." Ujar Ryan saat Kiara ingin membuka suara, bermaksud ingin menanyakan tentang Gevan.

"padahal gue mau nanya hal penting, udah nggak di bolehin aja!" Jawab Kiara kesal.

"Nanya apa emang?" Tanya Ryan memperlambat jalannya agar Kiara bisa beriringan dengannya. Sebenarnya Ryan bukanlah seseorang yang dingin tak sentuh, ia lebih cenderung bersifat cuek dan pendiam jadi jangan berpikir bahwa Ryan seperti cowok-cowok bad boy yang menjadi most wanted sekolah.

"nah gitu dong!" Seru Kiara sumringah, "mau respect sama gue!" Lanjutnya.

"Jadi gue itu mau nanya soal Gev--"

"Nggak jadi, nggak usah di lanjutin!" Potong Ryan lalu mengambil langkah panjang bisa di sebut juga setengah berlari meninggalkan Kiara, Kiara membeku di tempat, heran mengapa Rian tiba-tiba meninggalkannya "woi! Rian!! Gue belum selesai nanya juga! Udah ditinggalin aja! Balik gece!" Teriak Kiara dengan kesal yang masih terdengar oleh Ryan tapi tak menghiraukannya sama sekali.

"Padahal gue penasaran banget soal Gevan, udah jalan dua tahun gue sekolah di SMA Bonaventura tapi nggak pernah sekalipun lihat Gevan." Kiara bermonolog dan menendang-nendang batu kerikil dengan kesal, "kayak ada yang ngikutin gue?" Tanyanya terlebih pada dirinya sendiri.

Kiara menghentikan langkahnya karena rasa penasarannya yang tinggi ia membalikkan badannya dan melihat kebelakang tidak ada siapapun disana, Kiara menurunkan pandangannya dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah seekor anjing berjenis Chihuahua sedang mengibas-ngibaskan ekornya dan menatapnya.

"Jadi lo ngikutin gue sama Ryan?" Kiara berdecak kesal. "dasar anjing lo! Pasti lo yang buat Ryan ninggalin gue, Ryan kan takut sama lo! Lo nggak puas apa gangguin gue sama Ryan? kemarin juga gara-gara lo gue ditinggalin di depan pagar rumah! Sekarang gue ditinggalin lagi gara-gara lo! Pergi sana! Syuh! Hush! Hush!" Omel Kiara panjang lebar yang sudah pasti tidak akan dimengerti oleh sang anjing.

"Kayaknya gue gila deh ngomong sama anjing," gumam Kiara pada dirinya sendiri. Tanpa aba-aba seseorang menarik tangannya membawanya berlari menjauh dari sana, Kiara menurut saja bak terhipnotis.

Ternyata orang itu adalah Ryan "jangan lari woi! Lutut gue sakit lagi ntar!" Teriak Kiara yang masih mengikuti Ryan berlari, Kiara menahan tubuhnya kaitan tangan Ryan terlepas, ia terduduk diatas aspal dan mengatur nafasnya yang terngos-ngosan.

"Lo mau ngajak gue kawin lari ya?" Tanya Kiara dengan susah karena nafasnya yang masih belum teratur, "gue masih mau sekolah jangan diajak nikah," lanjutnya masih tersenggal-senggal.

"Lah ge-er amat jadi alien!" Bantah Ryan dengan datar, "terus ngapain lo tiba-tiba dateng narik gue buat lari, eh?" Tanya Kiara lagi yang kini nafasnya sudah teratur. Yang ditanya hanya diam dan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

Ryan yang merasa bersalah telah mengajak Kiara berlari berjongkok di depan Kiara dan menyuruh Kiara untuk naik keatas punggungnya, "sampai kapan lo mau duduk disitu? Cepet naik!" Suruh Ryan dingin.

SIXTY SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang