Little Smile

33 3 3
                                    

Shena metatap langit senja lewat kaca jendela yang ada di ruangan putih berbau obat-obatan.

Dia tersenyum menatap dunia yang hampir terlelap.

Ia membenamkan wajahnya dengan bantal putih yang juga beraroma obat-obatan. Untuk beberapa detik, matanya meredup.

Menandakan tidak adanya kehidupan.

"Shena, ayo sekarang minum obatmu" ujar seorang dokter. Shena segera menegok ke arah dokter yang tengah membawa nampan yang berisi banyak sekali obat-obatan. "Iya" ujar Shena sambil tersenyum manis, berusaha menutupi semua kesedihannya.
"Pahit" Shena menjulurkan lidahnya, menandakan bahwa ia tidak suka dengan rasa obat yang ia minum. "Hahaha, rasanya memang pahit Shena" ucap sang dokter sambil geleng-geleng kepala, melihat tingkah mengemaskan Shena.

"Dok"

"Ya"

"Apakah aku akan meninggal di usia ku yang baru 12 tahun ini?" Tanya Shena. Sekilas matanya gelap seakan tertutup gumpalan awan hitam.
"Pasti akan ada harapan Shena, tidak ada penyakit yang tidak memiliki obat" ucap dokter.
Shena hanya tersenyum mendengarnya. Dia tau bahwa penyakitnya tidak akan pernah bisa disembuhkan. Kanker otak stadium empat yang dia derita telah membuat hari-harinya tidak memiliki warna.
"Ya, aku akan berusaha untuk sembuh" ujar Shena riang. "Kalau nanti aku sudah sembuh, aku mau makan semua makanan yang aku inginkan" tambahnya dengan senyum mengembang.

"Baiklah Shena, dokter mau memeriksa pasien lain" sang dokter berjalan meninggalkan ruangan yang ditempati Shena.

Tak berselang lama setelah kepergian sang dokter, ayah Shena datang menemuinya.
"Shena, bagaimana kabarmu? Apakah lebih baik dari yang kemarin?" Tanya ayah Shena. "Tentu saja, dokter telah memberiku obat-obatan untuk penyakitku" ucap Shena, "aku pasti sembuh" ucapnya lagi. Shena memamerkan deretan giginya yang putih.
Ayahnya hanya tersenyum melihatnya. Dia tak tega memberitahu Shena jika ia menderita kanker otak. Tetapi tanpa sepengetahuannya, Shena telah mengetahuinya.
Shena pernah tidak sengaja mendengar percakapan antara ayah dan dokter yang merawat nya.

"Ayah"

"Hm"

"Aku pernah mendengar bahwa jika kita melipat kertas menjadi 1000 burung, kita bisa mendapatkan keinginan yang kita inginkan" kicau Shena "bisakah ayah mengajariku untuk membuatnya?" Tanya nya lagi.

"Tentu" ucap ayahnya sambil mengecup puncuk dahi putrinya. Dia pun mengajari Shena cara melipat burung kertas.
Setiap hari sang ayah membawakan setumpuk kertas origami, supaya Shena bisa membuatnya  menjadi burung kertas dengan berbagai warna.
***************************
"Nak, ayah yakin harapanmu akan terkabul. Ayo ucapkan permohonan mu" ujar ayahnya.

Shena telah berhasil melipat 1000 burung kertas. Dan sekarang saatnya dia membuat permohonannya.

Shena menutup matanya dan mengucapkan permohonannya dalam hati agar tidak didengar oleh siapapun.

Shena POV

Ya Tuhan, aku berharap agar... , aku bisa selalu tersenyum sampai akhir hayat ku. Aku tidak ingin membuat ayah melihat ku menangis dan ikut hancur karenanya, aku ingin selalu tersenyum di hadapannya, tersenyum dan menyakinkan dirinya bahwa aku baik-baik saja.

Ya Tuhan, jika aku boleh berharap, aku ingin bisa selalu membuat ayah bahagia, karena dialah keluargaku satu-satunya setelah ibu pergi meninggalkan kami selamanya.

Jika aku boleh meminta, aku ingin berbakti padanya sampai akhir, tentunya tanpa garis kesedihan di wajahku.

Dan jika aku boleh memohon, aku ingin ayah bisa bahagia setelah kepergian ku.

Karena, dialah yang telah menjagaku hingga sekarang.

Shena POV end

***************************
Rintik hujan menetes satu persatu, air mata pun turun dari banyaknya orang yang berkumpul di depan sebuah nisan batu.

"Shena" lirih seorang bapak paruh baya. Ya dia adalah ayah Shena.

"Pak, sabarlah menghadapi cobaan ini" ujar seorang perempuan sambil terisak pelan. "Shena adalah anak yang baik, dia selalu mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri" tambahnya. Perempuan itu adalah guru Shena saat Shena masih hidup.

Suara tangisan perlahan menghilang seiring berkurangnya orang yang berkumpul di depan nisan tempat Shena beristirahat.

Hujan masih membasahi bumi mesti hanya tinggal seorang bapak paruh baya di sana.

Tak lama, ada sebuah mobil mendatangi tempat tersebut. Dari sana, seorang dokter yang dulu merawat Shena menghampiri bapak paruh baya itu. Dia memberikan sepucuk surat yang ditulis oleh Shena sebelum ia meninggal.

Ayah, apa kabar. Jika ayah telah membaca surat ini, berarti aku telah pergi meninggalkan ayah.

Ayah mohon maaf semua kesalahanku. Maaf kan aku karena aku pergi lebih dulu menyusul ibu ke surga.

Ayah, jika aku bisa memilih, aku ingin selalu berada di samping mu, menemanimu sampai akhir. Tetapi inilah takdir yang harus kuhadapi. Kumohon maafkan aku.

Ayah, bisakah kau mengabulkan permohonan ku yang satu ini?
Ayah, kumohon jangan pernah berhenti tersenyum, tetaplah ceria seperti biasanya. Jangan anggap kepergian ku sebagai akhir segalanya. Aku yakin, Tuhan sengaja melakukannya juga demi kebaikan ayah dan aku.

Terimakasih atas semua kebaikan yang telah ayah berikan padaku.

Tetaplah tersenyum,
Shena.
***************************

Beberapa tahun telah berlalu, sebuah senyuman tersirat di wajah seorang bapak paruh baya.
Dia sedang membagikan mainan untuk anak-anak di panti asuhan. Bapak itu menatap langit biru,

































Shena, ayah berjanji akan terus tersenyum sampai akhirnya kita bertemu kembali...

End

Kumpulan Cerpen (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang