Skrinzofenia

20 2 3
                                    

Takut, aku takut akan semua yang terjadi. Aku takut monster itu bangkit lagi.

"Kumohon aku tidak mau mati sekarang"

"Ayah... Ibu... Tolong aku..."

"Aku akan menjadi anak yang baik"

            
             Skrinzofenia              


Darah, dimana mana ada darah. Di baju, ditangan, di seluruh tubuh seorang bocah.

Dia menagis, darah, darah dimana mana.

"Ayah, ibu, selamatkan aku..." Lirihnya.

Lolos, dia lolos dari maut di hadapannya.

Dia mengingat semua yang terjadi tepat di depan matanya, monster itu, monster itu telah meyiksanya, kejam, kejam.

"Aku janji tidak akan nakal lagi, aku janji akan menuruti semua yang kalian katakan, tolong selamatkan aku..."

Tubuhnya yang kurus meringkuk di sudut ruangan. Gelap, dia benci kegelapan.

Kegelapan yang membangkitkan sang monster.

Dingin serasa menusuk-nusuk tulangnya bagaikan ribuan jarum.

Dia bangkit dari duduknya. Mencoba mencari jalan keluar.

Dia berjalan perlahan menuju pintu yang terbuka, darah, di sekitarnya penuh darah.

Amis, amis serasa mencekik kerongkongannya.

Mual, bau amis itu terus mencekiknya, ia ingin memuntahkan isi perutnya, takut, ia tak berani melakukannya, monster, monster itu akan datang jika ia memuntahkan isi perutnya.

Dia terus berjalan tanpa arah, sampai ia merasakan sesuatu di bawah telapak kakinya.

Mayat, mayat salah satu monster yang dia lihat. Luka menganga yang berada di kepala sang monster telah membuat dirinya hanya seonggok daging tanpa jiwa.

Anak itu tersenyum lebar hingga membuat matanya menyipit, sangat manis."satu telah mati" lirihnya.
Senyuman lebar nan manis  itu segera menghilang. Ya, masih ada satu monster lagi di sana.

Tangisnya pecah, pecah menjadi berkeping-keping, takut monster itu menyiksanya.

"Ayah, ibu, tolong selamatkan aku, masih ada satu monster lagi. Aku belum mau mati , tolong aku.
"Aku berjanji tidak akan berteriak lagi , aku janji tidak akan melawan lagi walau ibu dan ayah menghukum ku dengan hukuman yang sangat menakutkan itu, keluarkan aku dari sini"
gema putus asa terdengar sampai ke ujung lorong. Air mata membasahi baju bocah yang telah berlumuran darah.

Dia terus berjalan, nafasnya memburu, badannya gemetar hebat.

Dia tak sanggup berjalan lagi. Tetapi jika ia tetap diam, monster itu akan menemukannya.

Dia melihat cahaya, cahaya yang memberikan kelegaan.

Jalan keluar pikirnya.

Dia terus mencoba berjalan walau kakinya mulai terasa sakit.

Senyumnya mulai mengembang saat tubuhnya telah mendekati cahaya surgawi.

Deg!

Monster, monster itu ada di sana.

Hilang, hilang sudah harapannya, sama seperti keinginannya untuk hidup.

Badannya terjatuh. Kakinya lemas, tak bisa menopang berat tubuhnya lagi.

Disela keputusasaannya, seseorang berjalan padanya.
"Si... Siapa?" Lirihnya pelan.

"Aku adalah kamu" ujar sesosok makhluk yang merupakan dirinya. "Ayo, ayo kita hancurkan monster itu bersama" sosok itu mengulurkan tangannya pada bocah itu.

Sejenak ia ragu, ia menyambut uluran tangan dari dirinya yang lain. Dingin, tangannya dingin.

Entah keberanian dari mana, bocah itu mengebrak pintu itu. Membuat sang monster melihat ke arahnya.

"Kau, kau anak kepar*t, aku menyesal telah membesarkanmu!" Ujar monster di hadapannya.

Aah.... semuanya terlihat sekarang.

Bocah itu sedang memegang tongkat besi yang telah berlumuran darah, darah ayahnya.

"Monster" ujarnya pelan. "Aku tak akan pernah membebaskanmu!" Bocah itu memukul kencang kepala ibunya, membuatnya tak bernafas lagi.

Bocah itu tersenyum lega.

Akhirnya ia bebas, tak ada lagi monster yang akan menyiksanya.
















"Ayah, ibu, dimana kalian? Monsternya telah mati"

End

Ps: hanya sekedar info, skrinzofenia merupakan penyakit kejiwaan yang membuat orang yang dideritanya mengalami halusinasi dan tidak dapat membedakan mana kenyataan dan mana yang hanya merupakan delusi.

Kumpulan Cerpen (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang