Teruskanlah (2)

1.9K 187 28
                                    

Hari ini adalah akhir pekan. Tapi Shani masih saja disibukkan dengan setumpuk berkas dan jemari tangannya tak henti mengetik di atas keyboard. Gracia yang sedari tadi duduk manis di sofa hanya berani menatap wajah serius Shani yang dibingkai kacamata itu dari jauh. Dia takut jika mengajak Shani bicara akan membuat gadisnya itu marah karena terganggu.

Tak ada percakapan hangat atau canda tawa diantara mereka seperti dulu. Gracia bisa saja pergi bersama Ota atau Anin, sahabatnya sejak SMA demi menghilangkan rasa suntuk dan kesal karena diabaikan. Tapi tidak dia lakukan. Karena meskipun begitu, waktunya bersama Shani begitu berharga baginya. Yah, setidaknya dia bisa puas memandangi wajah gadisnya yang sangat dirindukannya itu. Bukannya Gracia tak lelah dengan semua sikap Shani, entah sampai kapan dia bisa bertahan, karena rasanya dia sedang berjuang sendirian.

Kau dengan dirimu saja...
Kau dengan duniamu saja...
Teruskanlah...teruskanlah...
Kau...begitu...

***

Pagi itu Gracia terbangun dan mendapati Shani yang terlihat sudah rapi sedang mengemas beberapa pakaiannya di dalam koper.

"Ka...kamu mau kemana sayang?" Tanya Gracia hati-hati. Tapi bukan jawaban yang di dapatinya, hanya lirikan sejenak.

"Sayang?" Kini Gracia bangkit dari ranjang dan menghampiri Shani menuntut penjelasan. Shani menghentikan sejenak kegiatannya dan menghela nafas panjang.

"Aku ada kerjaan sama kak Ve di Singapore selama 3 bulan." Jawabnya datar lalu melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.

"Kamu ada kerjaan di Singapore selama 3 bulan sama kakakku dan kamu baru bilang sekarang saat kamu mau pergi?" Tanya Gracia tak percaya dengan suara bergetar menahan perih di hatinya.

"Maaf kemaren aku ga sempat ngasi tau kamu, udah ya aku berangkat dulu kak Ve udah nunggu di loby." Shani mengatakan itu semua seolah tanpa beban, membuat Gracia kehilangan kata-kata. Runtuh sudah pertahanan hatinya. Semua rasa sesak, sedih dan kecewa yang selama ini ditahan oleh Gracia tak terbendung lagi, luruh bersama air matanya.

"Kamu anggap aku apa?" Pertanyaan itu sontak membuat langkah Shani yang akan keluar kamar terhenti. Dia berbalik dan melihat Gracia tengah menangis dan menatapnya penuh luka.

"Apa kamu masih butuh aku?" Shani masih berdiri di ambang pintu dan menatap Gracia bingung. Dia tak menyadari bahwa sikapnya selama ini telah melukai Gracia. Gadis yang sangat mencintainya dan telah bersabar begitu lama.

Kau tak butuh diriku...

"Gre...jangan sekarang." Ucap Shani dan melangkah ke arahnya.

"Kamu bener-bener udah ga butuh aku." Kata Gracia lirih, isakannya terdengar sangat memilukan.

Aku patung bagimu...

"Gre, aku gak ada waktu buat omong kosong kayak gini. Kalo kamu ada masalah, kita bahas nanti setelah proyek ini selesai." Kata Shani mulai gusar. Dia benar-benar tak menyadari jika saat ini Gracia sudah di ambang batas kesabarannya dan kapanpun bisa meledak.

Cinta bukan kebutuhanmu...

"Kamu...kamu sadar ngomong gitu Shani?" Tanya Gracia tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Gre denger, aku..."

"Gak! Kamu yang dengerin aku sekarang!" Pekik Gracia histeris, kesabarannya telah benar-benar habis. Hatinya telah tak berbentuk lagi akibat sikap dan kata-kata Shani kali ini.

"Kamu berubah Shani...aku bahkan ga kenal lagi siapa kamu... Shaniku ga akan biarin aku kesepian! Shaniku ga akan acuhin aku! Shaniku ga akan bentak aku atas kesalahan yang ga aku lakuin... Shani yang aku kenal... ga akan biarin aku merasakan sakit ini dan menangis sendirian..." Bahunya bergetar hebat dan tangisnya kian menjadi saat mencurahkan semua kesakitannya pada Shani. Membuat hati Shani seolah diremas tangan besar tak kasat mata.

Kuhidup dengan siapa?
Ku tak tahu kau siapa...
Kau kekasihku tapi orang lain bagiku...

"Gre...aku..." ucap Shani sambil tangannya hendak merengkuh gadisnya yang tanpa sadar telah dilukainya dengan sangat hebat.

"Jangan sentuh aku!" Tepis Gracia kasar.

"Gre..."

"Huft... sekarang... sekarang kamu boleh pergi..." Ucap Gre sambil menghapus airmatanya kasar.

"Gre... jangan gini sayang, a...aku." Shani masih berusaha merengkuh Gracia tapi gadisnya itu tetap tak ingin disentuh olehnya.

"Urus aja kerjaanmu yang lebih penting dari aku itu." Berapa kali pun Gracia mengusap pipinya, tetap saja air matanya itu menganak sungai dan itu kini menular pada Shani. Hatinya sakit saat melihat Gracia menangis seperti itu.

"Mungkin aku cuma menghambatmu." Lanjut Gracia dengan putus asa. Kini Shani yang tak sanggup berkata-kata dan hanya menangis tak kalah pilu karena hatinya hancur mendengar kata-kata gadisnya itu.

"Mungkin... mungkin kamu bakal lebih bahagia tanpaku..."

Kau dengan dirimu saja...
Kau dengan duniamu saja...

"Ga Gre ga... maaf... maafin aku sayang... aku... aku gabisa tanpa kamu sayang... please... please jangan gini... aku... aku bakal berubah jadi Shanimu lagi Gre..." Rengeknya sambil tetap berusaha merengkuh tubuh gadis yang sangat dicintainya itu.

Gracia kini ada di dekapan Shani. Dia sudah tak punya tenaga untuk melawan, dia telah pasrah. Shani memeluknya dengan sangat erat sambil terus menggumamkan kata maaf pada Gracia yang hanya dibalas dengan gelengan lemah.

"Sudah terlambat Shani..." ucap Gracia lirih tapi masih dapat di dengar oleh Shani.

"Ga Gre ga..." Shani tau dia telah melukai gadisnya ini dengan sangat dalam, tapi dia juga tak ingin melepas Gracia begitu saja.

"Jangan gini Gre aku mohon..." lututnya lemas saat mengetahui Gracia melepas cincin emas yang melingkar di jari manisnya, bukti ikatan cinta mereka berdua.

"Lanjutin aja semua tanpa aku..." ucap Gracia sambil menyerahkan cincin itu pada Shani dan berlalu keluar dari kamar mereka. Meninggalkan unit mereka. Meninggalkan Shani yang menangis hebat karena terlambat menyadari kesalahannya.

Teruskanlah... teruskanlah...
Kau... kau begitu...

End.

Flashfict GreShanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang