1

897 89 46
                                    

Aku masih duduk membeku didepan dua gundukan tanah yang bersebelahan, krystal bening tak henti mengalir begitu saja dari ekor mataku, tak mampu aku hentikan walau hanya sesaat. Sekujur tubuhku mati rasa, bagai tak bertulang, sangat lemah untuk digerakan. Beginikah rasa kehilangan hingga aku begitu hancur?. Ingin rasanya aku mengais tanah itu dan membangunkan kedua orang tuaku

Satu persatu orang berpakaian hitam yang tadi mengelilingi pusaran melangkah pergi, setelah sebelumnya mengusap punggungku membisikan kata turut berduka dan dukungan penyemangat untukku, yang membuatku semakin lemas dan jiwaku seakan melayang entah kemana

Tak ingin rasanya aku pergi dari tempat ini, tempat dimana eomma dan appa berbaring untuk selamanya. Kenapa mereka begitu kejam meninggalkan aku?, begitu dalamkah perasaan cinta mereka satu sama lain hingga harus pergi bersama? Kalau begitu kenapa tidak ajak aku saja sekalian bersama mereka

"Jis, ayo kita pulang" suara baritone beserta sentuhan pelan dibahu menyadarkan aku

"sebentar lagi" jawabku lemah

"sudah Jis, jangan menangis lagi. Biarkan eomma dan appa pergi dengan tenang" kini suara lembut dengan sisa isakan diujung kalimatnya yang tertangkap oleh indra pendengaranku, dapat kurasakan dia duduk disamping kiriku

"biarkan aku disini sebentar lagi" aku kembali terisak tanpa mengalihkan pandanganku dari batu nisan yang tercantum nama kedua orang yang paling berarti untukku

"kita tunggu saja lima belas menit lagi" ujar silelaki itu yang sudah duduk disamping kananku dengan mengusap pelan punggungku, untuk saat ini kubiarkan dia menyentuhku

***

Sepulang dari pemakaman aku langsung melangkah kekamar, aku hanya ingin berbaring dikasur, kakiku sudah tak mampu menopang tubuh kurus yang terasa begitu berat, bahkan untuk bernafas saja dadaku terasa sangat sesak

Kini aku sudah merebahkan tubuh dengan sempurna diatas kasur empuk yang dulu terasa begitu nyaman, namun kenapa kini kasur inipun tak mampu membawa sedikit saja rasa sedihku, tubuhku luruh tak berdaya bahkan untuk menggerakan jemari saja aku tak mampu

Aku sudah merasa hidup yang tak berarti ketika sebuah rasa yang salah menyerang sudut hatiku, yang menjadi beban dalam pikiranku dan menyakiti batinku. Belum cukup dengan kesedihanku atas perasaan berdosa itu, sekarang kehidupanku seperti lenyap begitu saja sejak mendengar kabar kedua orang tuaku meninggal dalam kecelakaan maut kemarin siang

Tebersit seketika pikiran untuk mengakhiri hidup menyusul eomma appa, agar aku juga tak perlu lagi memikirkan cara untuk mengalihkan perasaanku yang makin hari semakin tumbuh berkembang, padahal aku sudah berusaha untuk membuang pupuknya serta dengan sebisaku mencabut akar cita untuk memiliki sosok itu

Tok tok

"jisoo-ya, boleh oppa masuk?" lagi-lagi suara berat itu memecahkan lamunanku

"hmm" aku hanya bergumam, mulutku sangat keluh hanya untuk mengeluarkan satu kata dengan dua huruf , namun sekuat tenaga aku menarik diri untuk duduk bersandar pada headboard

Sedetik kemudian seorang lelaki berkulit putih susu tertangkap netraku dari balik pintu, dia berjalan menghampiri ranjang dan kemudian duduk disampingku, tangannya terbuka hendak meraih tubuhku agar menghambur kepelukannya, hanya saja aku tak ingin luluh lebih tepatnya tidak boleh luluh, namun jujur aku sangat membutuhkan dekapan untuk menghangatkan tubuhku yang terasa membeku, tapi aku memilih untuk menepis tangannya dan memalingkan wajahku, kudengar helaan kasar nafasnya 

"makan dulu yuk" dia mengusap puncak kepalaku membuat estensiku sejenak beralih, kulihat dia menarik sudut bibirnya keatas membentuk senyuman manis yang selalu berhasil menghipnotisku

forbidden love ( Jisoo Sehun) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang