Pagi yang mendung ini, sakura beranjak keluar rumah dengan menaiki sepeda kesayanganya. Ia tampak terlihat anggun dengan kerudung pink yang menutupi mahkotanya. Warna yang sama dengan sepeda yang setia menemani waktu SMA itu. Mengayuh pidal santai. Seakan Dia menikmat setiap kayuhanya. Roda berputar perlahan. Sorot matanya melihat-lihat pemandangan sekitar. Hal itu adalah suatu kenikmatan tersendiri baginya. Terkadang pula Ia menyapa orang yang ia temui atau berpapasan denganya. Ia terus mengayuh dan mengayuh. Entah kemana ia akan pergi, sepertinya ia menuju arah pasar desa. Dan benar saja ia berhenti disitu. Memarkirkan sepedanya dibawah pepohonan yang berada ditepian keramaian orang-orang yang sibuk menjual barang dan atau membelanjakan uangnya. Disitu memang lokasi yang pas buat dijadikan parkiran sepeda dan motor.
Gadis itu mulai berjalan kaki untuk memasuki area yang bising dengan kata tawar-menawar. Mencari tempat dimana sesuatu yang akan dibelinya berada. Memang dia hendak membeli apa? Entahlah. Tiba-tiba ia menghentikan kakinya dihadapan seorang pedagang yang sudah lanjut usia.
"Nek, beli bunga satu bungkus,"
"Owh, iya mb.. ini" Nenek itu menyerahkan sebuah bungkusan dari daun pisang yang sudah pasti didalamnya adalah bunga. Yang kemudian dimasukan lagi kedalam kantung plastik.
"Berapa nek?" Tanya sakura sambil mengambil uang dari dompet.
"7000 aja mb" jawab si nenek tanpa membubuhi pertanyaan kepada sakura untuk apa ia membeli bunga orang mati itu.
"Ini nek, kembalianya nggak usah, buat nenek aja." Pinta sakura yang menyerahkan uang sepuluh ribu.
Sakura pun berjalan meninggalkan penjual bunga itu. Dengan menenteng kantung plastik yang berisikan bungkusan bunga menuju tempat parkiran. Mempercepat langkah kakinya. Karena ia khawatir hujan akan turun.
Sebenarnya untuk apa ia membeli bunga yang biasa ditaburkan diatas kuburan itu? ziarah kah? Tapi ke makam siapa? Atau sakura akan memakan bunga itu? Melakukan ritual?
Ia kembali mengayuh sepeda, kali ini kayuhanya dipercepat. Angin berhembus menerpa tubuhnya. Daun-daun kering berjatuhan dipinggiran jalan mengiringinya. Awan-awan mendung sudah sepenuhnya menutupi langit. Bertanda hujan agar segera tiba. Tapi entah kenapa Sakura tidak mengemudikan sepedanya kearah jalan pulang. Mau kemana lagi gadis berpipi cabi itu?
****
Raflesia pov
Datanglah. Datanglah wahai rahmat Tuhan. Temani aku hari ini. Biarkan aku menikmati setiap tetesan sejukmu. Dan bawalah aku berkelana mengenang waktu yang telah berlalu.
Datanglah, disini aku menunggumu. Menatapmu yang masih bersembunyi didalam awan.
Yah, aku adalah manusia yang selalu bergembira bila hujan datang. To the poin saja, aku suka hujan. Oleh karena itu, melihat gerombolan awan mendung yang telah mengepung aku sangat berharap semoga hujan segera memandikan bumi dan segala yang diatasya ini. Aku duduk termenung diteras, menengadahkan kepala menikmati awan-awan pekat saling bercengkrama dan angin yang berhembus dingin menelisik raga. Serasa diri ini benar-benar terpaku oleh suasana.
"Hai! ngapain kau raf?" Syarif menepuk bahuku dari belakang, sehingga membuatku kaget. Syarif kalo muncul kadang emang suka dari belakang. Istilah inggrisnya coming from behind. Entah kenapa dia seperti itu. Mungkin ia suka membuat orang terkejut.
"Huh, ngagetin saja kau!" Dengusku, "aku lagi mengharapkan turun hujan nih." timpalku.
"Oh jadi begitu.. Tapi kumohon hentikan harapanmu itu, Raf!"
"Emang kenapa?" mengalihkan pandanganku dari arakan awan-awan hitam, menatap ke Syarif.
"Karena aku berharap hujan tidak akan turun hari ini. Ahaha." Jawabnya tengan sedikit tawa.
"Kenapa begitu? Bukankah bagus kalau hujan jatuh ke bumi yang haus ini?"
"Iya bagu sih. Masalahya kalau nanti hujan ntar sepatuku kagak kering ngke" jelasnya.
"Oo..Jadi karena sebab itu kau akan merasa tidak rela jika hujan datang dihari ini."
"Yap, begitulah.."
"ya ntar kalau hujan, panggang aja tuh sepatu. Jangan lupa ntar kecapin kalau udah setengah matang." Cibirku ingin membuat kesal si Syarif.
"Anjirr.. kau ngke! Emang sepatuku itu ikan apa!?" Umpatnya dengan penuh kesal. Tapi semua itu hanya sekedar candaan biasa. Aku dan Syarif kadang emang suka saling cibir. Namun hal itu bukan dari dan sampai kedalam lubuk hati, melainkan hanya sebatas dibibir meski kadang si Syarif kerap berkata Ajirrr.
Kita berdua bertemah sudah sejak lama. Sebelum duduk dibangku sekolah. Pokoknya udah lama lah. Mungkin saat wajah masih unyu-unyu dan juga dimana disitu kita ingusan tapi tak merasa malu. Aku dan syarif itu masih ada hubungan saudara, tapi jauh. Mungkin itu juga yang membuatku akrab denganya. Selalu bersama dalam suka ataupun duka. Saling berbagi cerita. Tapi tidak semua hal kuceritakan kepadanya. Dan Ia tidak sepenuhnya tau semua tentang diriku, melainkan hanya beberapa saja.
****
"Assalamualaikum ya ahli kubur.." ucap sakura menyapa pada jiwa-jiwa yang telah hidup dialam baka. menapakkan kakinya memasuki area pemakaman. Berjalan hati-hati. Berusaha untuk tidak menginjak-injak kuburan dimana terdapat jiwa orang-orang yang berbaring didalamnya. Matanya tertuju pada satu makam. Ia berjalan menghampirinya.
"Assalamualaikum ya ahli kubur.." ucapnya salam lagi, dikhususkan pada almarhum yang menempati rumah peristirahatan yang ia hampiri itu. Kemudian ia menaburkan bunga yang sudah dibawa ke atas gundukan diantara dua batu nisan itu. Semerbak harumnya sangat menyengat. Hingga menelisik masuk kedalam hidung sakura.
Bagaimana kabarmu disana.. lama tidak berjumpa, aku datang kemari untuk mendo'akanmu dan mengobati rinduku. sudah lama kita tak pernah bertemu sejak saat itu. Tapi meskipun begitu, entah kenapa bayanganmu selalu ada dalam hidupku. Mungkin itu karna aku rindu. Mungkin itu karna kenangan-kenangan tentangmu masih tertinggal di hatiku.
Oh, ya. Aku juga ingin memberitahumu, kalau aku akan kembali ketempat dimana kita pertama kali bertemu. Bukan. Aku bukan mendaftar diri menjadi seorang yang akan mengenakan seragam putih abu-abu lagi. kali ini beda. Aku akan duduk di bangku paling depan. Memperhatikan mereka yang clingak-celingukan kala ada ulangan. Iya aku akan kembali kesitu sebagai seorang guru. Mungkin kembalinya aku kesekolah kita dulu, akan semakin membuatku mengingat kenangan-kenangan tentang dirimu.
Langit mulai menangis. Ya, gerimis mengiringi doa yang kulantunkan. Angin memelukku dingin. Seakan itu adalah pelukan hangatnya. Oh, Tuhan.. terimalah dia disisi-Mu. Semoga dia bahagia dan tenang disana, di alam baka.
Akhirnya bisa update juga.. meski kondisi pikiran dalam keadaan huru-hara.
Jangan lupa Vote n komenya ya kak. Sebab hal itulah yang membuatku semangat untuk melanjutkan cerita yang mungkin bagi kalian amat membosankan ini..☺
KAMU SEDANG MEMBACA
Raflesia and Sakura
Teen FictionRaflesia and Sakura **** (SLOW UP DATE). Pelan tapi pasti. Semoga nggak manggrak kayak proyek pembangunan infrastruktur di negeri ini dan proyek-proyek novelku sebelumnya. Amin..