Ketika itu, Jisoo tengah bersantai di ruang tengah bersama Seungcheol. Ini adalah hari ke tujuhnya tinggal bersama Seungcheol. Sepanjang minggu, tidak ada hal aneh yang menimpa mereka -untungnya. Seungcheol sangat bersyukur, meski Jisoo yang kolot terkadang perlu perhatian ekstra jika mereka tengah berada di luar rumah.Televisi tengah menyala, menampilkan film laga khusus malam hari. Keduanya terlihat fokus. Bahkan selama satu jam terakhir, hanya ada kunyahan popcorn yang Seungcheol siapkan berpadu dengan suara senapan dari televisi.
Sesekali Seungcheol melirik Jisoo yang tak jua berpaling untuk sekedar berinteraksi dengannya, istri-nya itu melongo. Mungkin terkagum-kagum akan acara televisi di depannya, membuat Seungcheol tersenyum kecil karena gemas.
Ngomong-ngomong, malam ini adalah pengalaman perdana Jisoo menonton televisi. Seungcheol sering meninggalkan Jisoo dan menyuruhnya untuk membaca buku diperpustakaan kecil yang ia miliki dan memberi peringatan untuk tidak menyentuh alat-alat elektronik.
Jisoo anak penurut, karena itu dia tidak berani membantah. Saat waktu makan siang tiba, Seungcheol akan pulang lalu memasak untuknya. Hal itu berlangsung selama seminggu belakangan.
Sepuluh detik, dua puluh detik, satu menit -Seungcheol terus memandangi Jisoo tanpa sang objek menyadarinya. Jujur saja, Seungcheol rindu akan sosok istrinya. Bukan Jisoo yang di depannya sekarang, melainkan istri aslinya yang masih belum ia ketahui dimana perempuan itu berada. Tak sadar Jisoo juga memandanginya karena kebetulan film laga yang mereka tonton tengah menayangkan iklan.
Jisoo tersenyum, antara sedih dan miris. Seminggu ini Jisoo sangat sadar Seungcheol benar-benar memaksa dirinya untuk terbiasa dengan sosok Jisoo yang baru. Untuk alasan itulah, mengapa Jisoo berusaha yang terbaik untuk tidak berulah dan merepotkan Seungcheol.
"Cheol?" Seungcheol bergumam dan memasang senyumnya untuk Jisoo. "Kau pasti merindukan istrimu.... Maafkan aku."
Seungcheol malah terkekeh. "Sudah berapa kali kau meminta maaf, ini bukan salahmu. Anggap saja ini takdir."
"Tetap saja-"
"Jisoo apa kau pernah jatuh cinta?"
Jisoo mengerjap lucu. Pertanyaan tiba-tiba Seungcheol berhasil membuatnya tutup mulut.
Apa pernah Jisoo jatuh cinta? Jisoo berpikir sejenak, di dunianya dia jarang sekali bertemu perempuan. Dia merupakan anak rumahan, dia hanya akan keluar rumah untuk belajar atau membantu ibunya berdagang. Selain itu, dia tak pernah berinteraksi langsung dengan perempuan.
Ah.... Dia ingat sesuatu, beberapa waktu lalu, sebelum dia terdampar disini, dia bertemu seorang dayang di jembatan dekat istana. Perawakannya sangat cantik, dayang itu bertanya arah pasar rakyat karena akan ada perayaan kerajaan. Hanya itu saja, pertemuan singkat yang sebenarnya tidak bermakna. Namun Jisoo masih bisa mengingat mata indah dari sang dayang dan senyumannya, juga karena perasaan familiar yang hinggap tanpa alasan.
"Hem... aku tidak yakin, di dunia sana aku bahkan jarang berinteraksi dengan perempuan. Aku hanya berusaha mengejar impianku." Jelas Jisoo yakin.
"Ah, begitukah? Kalau begitu, ketika aku menciummu saat hari pertamamu bertemu denganku, itu juga ciuman pertamamu?" Seketika Jisoo memerah.
Ya, semua perkataan Seungcheol benar adanya. Itu adalah ciuman pertama Jisoo, lebih buruknya lagi dengan seorang pria. Entah mengapa dia baru memikirkannya sekarang. Kejadian itu sesungguhnya tak begitu membekas, dirinya saat itu sedang kalut. Pikirnya bahkan seperti tak berada di tempatnya.
"Y-ya, kau benar, Cheol."
Hening...
"Jisoo, bisakah aku menciummu lagi?"
-#-
Pagi datang begitu cepat, kepala Jisoo sedikit berat untuk alasan yang tidak ia ketahui. Dia membuka maniknya perlahan saat badannya terasa mati rasa. Atensinya seketika melihat dada seseorang menghalangi pandangan. Dirinya mendongak sebentar dan menemukan Seungcheol masih tertidur di sofa ruang tengah bersamanya.
Dia ingin bergerak, namun dia merasa tidak enak hati pada pemuda yang saat ini tengah memeluk pinggangnya. Dilihatnya wajah Seungcheol yang tiba-tiba berubah, dahinya menyerngit menimbulkan kerutan samar.
Jisoo menjadi sedikit khawatir, tangannya dengan perlahan menyentuh kerutan itu yang tanpa sadar telah mengusik Seungcheol untuk bangun dari tidurnya. Mata bulat pemuda itu akhirnya terbuka, lalu membalas pandangan Jisoo tidak fokus.
Entah Seungcheol sadar atau tidak, adegan selanjutnya sukses menciptakan kepanikan pada diri Jisoo. Jantunganya bekerja lebih cepat, dan dia dapat merasakan pipinya memanas.
Seungcheol tiba-tiba menciumnya. Melumat bibirnya dengan tempo pelan. Matanya terpejam kembali secara dramatis. Sedangkan Jisoo, tubuhnya menegang. Tidak seperti Seungcheol, matanya bahkan terbuka sangat lebar karena aksi Seungcheol yang mengejutkannya. Jisoo tidak bisa bergerak, otot-ototnya melemas sejalan dengan ciuman Seungcheol yang semakin dalam.
Jisoo sangat yakin Seungcheol melakukannya secara tidak sadar, pemuda itu terlihat sangat larut akan ciuman yang terasa seperti rindu bercampur banyak cinta di dalamnya.
Jisoo melenguh, dan akhirnya pagutan itu terlepas. Seungcheol memandangi wajahnya yang memerah. Mengambil satu kecupan sebelum bangun dan meninggalkan Jisoo sendiri.
Sekarang Jisoo merasa bingung. jantungnya masih berdetak seperti habis melihat hantu, pandangannya kosong dan pikirnya seperti berhenti bekerja.
Sebelum ini dia memang tidak pernah mendapatkan ciuman dari siapa pun, bahkan dia tak mau menghitung ciuman pertama dengan Seungcheol ketika dia pertama kali terdampar disini. Dia tak begitu peduli saat itu, tapi untuk yang ini... ini terasa begitu nyata. Terlalu basah untuk sebuah ciuman pertama.
Tadi malam memang Seungcheol meminta sebuah ciuman, hanya saja mereka tidak melakukannya karena Jisoo menganggap itu sebuah lelucon yang pada akhirnya mereka malah meneruskan untuk menonton film. Tapi lihat pagi ini, Jisoo merasa diaduk-aduk. Pikirnannya kacau hanya karena sebuah ciuman -tak sadar dari Seungcheol. Ditambah si pelaku yang tak berniat bertanggung jawab.
-#-
Sarapan terasa seperti pemakaman di pagi hari. Begitu suram dengan hanya ada suara sendok menyentuh piring di meja makan kecil sebelah pantri. Dua insan yang biasanya sedikit bercakap-cakap itu terlihat tidak minat untuk menyapa satu sama lain. Rasa canggung itu meningkat mana kala keduanya beranjak dari kursi secara bersamaan.
"C-cheol!" Sang pemilik nama menoleh, menunggu Jisoo untuk berkata kembali. "Biar aku yang mencuci piring, k-kau berangkat kerja saja. Ini sudah siang." Alasannya Jisoo sangat bertele-tele, dia hanya ingin menghentikan suasana aneh tak biasa yang tengah menyelimutinya. Dia menginginkan keadaan mereka seperti semula.
Kaki Seungcheol melangkah mendekat, meraih tangan Jisoo, menggenggamnya tanpa berniat melukai. "Maafkan aku untuk tadi pagi."
Jisoo menggigit bibirnya, wajahnya nampak kebingungan. "T-tidak apa, kau pasti benar-benar merindukan istrimu sampai lupa jika-"
"Jisoo-"
"Kau bisa anggap aku seperti istrimu, aku akan memakluminya. Tubuh ini tetaplah istrimu,
milikmu...."
Seungcheol terdiam, tidak habis pikir dengan jalan pikiran Jisoo.
-Tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Past And Future | CHEOLSOO ✔
Fanfic[COMPLETE] Yang jisoo ketahui, pagi ini dia terbangun dengan tubuh baru dan seorang laki-laki asing di sisi ranjangnya, dan lagi- "Selamat pagi Jisoo." Mengapa dia telanjang? Note: Short update per chapter