S A T U

50 2 0
                                    

1

Napas yang menggebu sembari menunduk bertopang tangan memegang lutut agar tubuhnya tidak terjatuh, ini akibat ia berlarian dari rumah sampai ke sekolah, untung saja saat sampai gerbang sekolah masih sedikit terbuka sehingga ia bisa masuk walau langkahnya kemudian berhenti di lapangan sekolah, kemudian kepalanya menongak saat mendengar seorang pria parubaya meneriaki namanya.

"Arlan Bramantio!" sontak pemuda yang dipanggil Arlan itu kembali berdiri tegak dan berlari kearah berlawanan.

Itu Pak Tarjo, guru BK di sekolah SMA N 6, terkenal galak apalagi kalau sudah dengan Arlan.

Pak Tarjo mengejarnya walau agak susah karena umur beliau sudah tidak kuat lagi untuk berlari kencang, kemudian Arlan cepat masuk ke kelas yang di atas pintu bertengger tulisan XII.3 IPS, dilihatnya Pak Tarjo melihat sekeliling mencari sosok Arlan tanda bahwa Pak Tarjo tak tahu kalau ia sudah masuk ke dalam kelas.

Tubuhnya berbalik menghadap ruangan kelas, keberuntungan bagi Arlan karena saat ini guru mereka sedang tidak ada, menghela napas lega Arlan berjalan santai menuju bangkunya.

"Lu kan telat, harusnya dihukum Lan" baru saja dirinya duduk dibangku, ia kembali terperanjat karena mendengar kata-kata itu, kali ini bukan suara Pak Tarjo, tapi lebih seram bagi Arlan.

"Eh Aluna, pagi-pagi udah cemberut aja cepet tua loh" gurau Arlan mengalihkan pembicaraan, sedangkan yang diajak bicara menjitak kepalanya dengan buku tebal.

"Aw"

"Udah gue bilang berapa kali sih? Berenti main game sampe larut malem lihat kan sekarang lu telat, untung Buk Hesti belum masuk" oceh Aluna kepada Arlan yang sedang mengelus kepala.

Sebentar, uh waw Buk Hesti? Guru matematika yang terkenal galak itu?

Jack Point bagi Arlan karena ia bisa lolos dari hukuman di kelas hari ini apalagi Buk Hesti terkenal guru yang paling kejam yang Arlan tahu selama tiga tahun bersekolah di SMA N 6. Seketika Arlan girang.

Tapi lagi-lagi ia menerima jitakan dari buku tebal laknat milik Aluna "sakit gila!"

"Lu dengerin gue gak si?" sungut gadis itu.

"Iya bawel!" tak mau kembali berseteru Arlan menghadap kedepan karena posisi duduknya memang membelakangi Aluna.

Namun tak lama Arlan berteriak "Buk Hesti belum datang, gimana kalo kita ke kan-"

"Kan... apa hmm? Ibu liat ya kamu telat Pak Tarjo juga ngadu tadi ke Ibu" disela teriakan Arlan barusan rupanya Buk Hesti sudah masuk ke kelas tanpa Arlan sadari.

Arlan hanya nyengir tidak jelas "ah ibu, ibu cantik deh hari ini"

"Keliling lapangan sepuluh kali! Cepat!" rayuan Arlan tidak mempan, dan suruhan buk Hesti langsung dilaksanakan oleh Arlan, ia buru-buru lari keluar kelas, semua penghuni kelas tertawa melihat itu ada juga yang menyoraki Arlan.

"Berhenti tertawa! Sekarang, kumpul PR kalian" tiba-tiba kelas menjadi hening.

Aluna Dwita Sari, teman Arlan sejak ia lahir ah tidak maksudnya sejak kecil kebetulan rumah mereka memang bersebelahan dan orang tua mereka akrab, keduanya tumbuh bersama sejak SD, bahkan hingga kini mereka menduduki bangku SMA, sebenarnya kedua anak ini tidak seperti sahabat kebanyakan.

Persahabatan yang ingin selalu bersama, mereka berbeda. Arlan dan Aluna malah ingin menghindar satu sama lain karena Aluna jengah dengan sikap Arlan yang semakin hari semakin nakal, dan Arlan juga risih dengan sikap Aluna yang selalu mengaturnya, lebih dari ibunya sendiri.

Arlan merasa ada dua ibu, di rumah dan di sekolah. Satu ibu saja sudah membuat kepalanya mau pecah, ditambah Aluna pula.

Namun, karena orang tua Aluna dan juga Arlan sepakat agar mereka selalu bersama akhirnya sang kedua anak hanya bisa menurut. Tidak mau jadi anak durhaka katanya.

Not a FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang