Sia-sia Sahur

86 19 7
                                    

"Yenni... bangun Yen... sahur dulu." Yerin terbangun saat sayup-sayup logat medok khas Jawa terdengar ditelinganya. Cahaya dari balik pintu yang sedikit dibuka membuatnya menyipitkan mata dan sesekali berkedip.

“Sekarang jam berapa Ma?”

“Jam 4. Makanan ne Mae’ bawa sini atau tak simpen di meja makan?”

“Di meja makan aja ma.”

“Yo wes. Sekalian bangunin Mas Nanan toh Mba.” Wanita separuh baya itu berlalu meninggalkan kamar Yerin dengan membiarkan pintu kamarnya tetap terbuka.

Tak berselang lama gadis berpipi chubby itu beranjak menuju kamar saudara kandungnya dengan mata terpejam tak takut diri nya menabrak dinding atau pintu, karena cukup mengandalkan instingnya saja ia sudah sangat hafal letak kamar saudara laki-laki nya itu. Sesampainya disana ia tak langsung membangunkannya melainkan ikut berbaring disisi ranjang yang kosong.

“Nan... sahur Nan...” Ucapnya sedikit bergumam sambil menepuk pelan lengan kakaknya.

Yanan hanya berdehem menandakan ia sudah bangun. Cowok berperawakan tinggi itu duduk sejenak diatas ranjang kemudian pergi meninggalkan Yerin yang kembali melanjutkan tidurnya. Sadar dirinya ditinggal sendirian, Yerin ikut terbangun dan menyusul Yanan menuju lantai bawah tempat meja makan berada.

“Melek woy, kepeleset tau rasa lo.” Sahut Yanan mengingatkan saat melihat Yerin menuruni tangga dengan mata terpejam.

Yerin mendudukan diri di sebelah Yanan, tangannya meraba-raba mencari letak roti tawar berada masih dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, sesekali Yerin menyenggol gelas yang berisi air dan hampir membuatnya tumpah. Yanan yang gemas melihatnya menyipitkan mata memikirkan ide yang pas untuk menjahili dan membuat mata si gadis berpipi bulat itu terbuka lebar alias melek dengan sempurna.

“Nan, ambilin selai strawberry.” Ucapan Yerin memberikan Yanan sebuah ide.

Yanan menegak, seakan ada bola lampu yang menyala diatas kepalanya ia berucap,

“Aha! Aku ada ide.”  Sambil menjentikan jari.

“Ide apaan nyet, bangun makanya jangan ngigo mulu. Buruan selai strawberry.” Gerutu Yerin tidak menyadari dirinya lah yang tertidur bukan kakaknya.

“Sabar adik ku tercinta. Sini mana roti nya, biar kakak yang bikinin.” Yerin merasa aneh dan geli karena sikap Yanan yang tiba-tiba baik dan memanggilnya dengan sebutan 'adik', tetapi ia tak peduli dan menyodorkan begitu saja roti yang Yanan maksud ke hadapannya.

Selagi Yerin menuangkan susu cair kedalam gelasnya dan gelas Yanan, Yanan buru-buru melumuri beberapa sendok sambal keatas roti-roti lalu setelah itu ia menutupnya dengan roti lain.

Gerakan rusuh Yanan membuatnya tak sengaja menyenggol Yerin yang membuat susu cair yang sedang Yerin tuangkan beleber kemana-mana. Ditatapnya si kakak dengan tatapan sengit.

“Ampun Nan, masih subuh gausah bikin orang emosi napa."

“Elu masih subuh udah bikin ribut aja.” balas Yanan menantang.

“Heh mie lidi! Lu yang ngajak ribut ya.”

“Ya elu nya sih ngeselin. Dasar kesemek arab!”

“Kesemek arab lo bilang?! Nih rasain roti basi Mbok Inem.” Yerin menjejal paksa roti produksi ibunya sendiri ke dalam mulut Yanan. Entah sejak kapan roti expired yang seharusnya berada di tong sampah tiba-tiba ada dihadapan Yerin.

“ANJ—Woii Lepasin wehhh! cuhh... cuhhh...” Yanan bersusah payah melepaskan diri dari rangkulan Yerin yang mencoba meracuninya. Yerin sudah seperti seorang dokter yang mencekok paksa balita yang tak mau diimunisasi.

Those GirlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang