#6

18K 3.7K 131
                                    

Yuk vote dulu sebelum baca.


Untuk seterusnya akan ada chapter yang di private secara acak..

Happy reading ❤️❤️













Memang sepertinya aku harus sakit dahulu baru mendapat perhatian dari Jeon Won Woo, ya walaupun bukan sekhawatirnya orang yang benar-benar khawatir. Nyatanya seorang Jeon Won Woo malah pusing 7 keliling mencari orang yang bisa ia percaya karena sebentar lagi ia harus kembali berangkat bekerja dan meninggalkanku 1 bulan lamanya. Mulutnya itupun tak manis tapi malah menghujatku dengan makian dengan berbagai makian kecerobohanku.


Aku hanya kehujanan sedikit kemarin ketika pulang setelah melakukan panggilan interview. Sekarang aku malah merasa kepalaku terasa berat disertai nyeri dan badanku juga terasa lemas. Aku memijat kepalaku berulang kali dan menutup mataku mencoba mengurangkan rasa nyeri di kepalaku, ketika melihat cahaya rasanya kepalaku malah semakin sakit.


“Tinggal menunggu hujan reda apa sulitnya atau kau bisa menghubungiku, kalau sudah sakit begini bagaimana?” lagi dia memakiku dengan ponsel yang ia tempelkan di telinganya itu mencoba menghubungi seseorang ketika aku meliriknya sekilas dan kembali menutup mataku.


Seharusnya aku bisa membalasnya karena nyatanya kemarin dia tak mengantarkanku padahal ia hanya di apartemen seharian dan bermain game, sekarang kalau seperti ini ya mungkin salahku juga yang tak sabar menunggu hujan reda.


Dia semakin panik karena keluargaku tak bisa dihubungi, kudengar terakhir kali kalau Min Ki sibuk kuliah dan bekerja sambilan. Seung Cheol dengan Ayah sama sibuknya mengurusi tender yang sempat di menangi oleh Jeong Han waktu itu, kalau Ibu dia tak tega membiarkan Ibu yang sedang sakit itu mengurusi orang sakit kan?


“Seharusnya kau pikir kalau kau itu akan tinggal sendirian selama aku pergi. Mana tenang aku meninggalkanmu seperti ini.” Lagi dia terus saja merutuki kesalahanku yang jika aku membalas perkataannya malah dia akan menghujatku 2 kali lipat.


Mau mendengar rentetan kalimat panjangnya memang harus membuat Jeon Won Woo terdesak dulu.


Ya salah satu contohnya seperti ini.


“Kalau seperti ini caranya aku takkan mengizinkanmu untuk bekerja.”


Kalau bisa hal itu jangan sampai terjadi, ini kulakukan karena dirimu. Sulit memikirkan hal-hal tidak penting seperti kekhawatiran tak berujung itu. Berpikir menikah dengannya tak perlu ada kekhawatiran lagi nyatanya hanyalah ekspektasi semata.


“Sudah.. aku tak apa. Lebih baik kau pergi nanti terlambat..” ujarku masih dengan mataku yang terpejam.


Suara dengusan kasar terdengar oleh telingaku, “Aku sudah memanggil dokter, dia sedang dalam perjalanan ke sini, aku akan minta Boo untuk sesekali memastikan keadaanmu kesini.” Jelasnya panjang lebar. Aku merasakan dahiku diusap oleh seseorang, “Aku pergi dulu, jaga dirimu.” Bisiknya yang ketika aku membuka mata wajahnya sudah berada dekat dengan wajahku.


Dia mengecup keningku dan kemudian mencium bibirku sekilas.
Tanganku mengusap kepalanya, “Maaf tak mengantarkanmu, jaga dirimu. Jangan terlalu sering bermain game dan makanlah tepat waktu.” Tuturku masih mengusap kepalanya dan turun bergantian mengusap lengannya pelan.


Tak bisa memaksanya untuk berada disisiku, nyatanya aku sedang membutuhkannya di sisiku. Ini tuntutan pekerjaannya dan aku tak bisa protes bagaimanapun pekerjaan ini adalah pilihannya jauh sebelum dia memilihku sebagai istrinya.


















Mr. Pilot || Jeon Won WooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang