Chapter 3 - MOS

122 14 0
                                    

Start From Here!

Gadis itu masih terpejam dalam pelukan hangat selimut, meskipun mentari sudah mengintipnya, hingga ketukan pintu nyaris tak terdengar olehnya. Mungkin karena rasa kantuk yang masih menguasainya.

Hingga suara lembut yang tak asing di telinganya berhasil membuatnya mulai memasuki alam sadar. Sampai akhirnya Riani menggoyangkan lengan gadis itu.

"Ara.. bangun sayang, hari ini pertama sekolahkan? MOS lagi." Seorang ibu yang baginya seperti malaikat, lebih dari itu.

Gadis itu menggeliat. Sementara, Riani membukakan gorden kamar Aurora agar cahaya bisa masuk lebih leluasa, Ara mengerjapkan mata. Menguap dan masih terduduk diatas ranjang.

"Jam berapa Ma?" Tanya gadis itu dengan ekspresi wajahnya yang masih mengantuk.

"Jam setengah tujuh. Ara mau berangkat jam berapa?" Sahut wanita itu yang membantu merapihkan kamarnya.

Aurora terperanjak. Panik. Dengan segera ia melompat dari ranjang. Mampus gue! Gerutunya.

"Aduh Mama, kok bangunin Ara jam segini sih. Telat banget ini dong." Ujarnya kebingungan mondar-mandir tak jelas. Padahal yang seharusnya dilakukannya saat ini adalah menuju kamar mandi.

"Tadi Mama udah ketuk pintu kamar Ara, tapi kamu nya nggak nyaut, Mama kira kamu masih mandi. Yaudah sana buruan mandi! Mama udah siapin sarapan sama perlengkapan buat MOS."

"Ahh Mama, untung aja, makasih Mama." Ara mengecup pipi Riani, gadis itu merasa lega. Ia segera bergegas menuju kamar mandi. Seribu pertanyaan berputar-putar diotaknya, menduga-duga sendiri tragedi apa yang akan dialaminya nanti disekolah.

*****

"Pelan-pelan dong Ra minumnya nanti tersedak." Aurora meneguk segelas susu hingga tandas. "Udah nggak keburu Ma, sandwich nya Ara makan di mobil aja." Ia membawa perlengkapan yang sudah disiapkan Mamanya.

"Kak Ata udah berangkat duluan naik motor, kamu dianter kang Dadang aja." Ujar Riani pada Aurora. Kak Ata ninggalin gue gitu aja anjir tuh orang! Gerutunya dalam hati.

"Iya Ma, Assalamualaikum." Pamitnya sembari mencium punggung tangan ibunya.

"Waalaikumsalam, hati-hati sayang."

Gadis itu bergegas menghampiri kang Dadang yang sudah menunggunya sejak tadi. Dia tidak memeriksa perlengkapan yang disiapkan ibunya.

Aurora tidak menyadari, bahwa air mineral yang sudah disiapkan ibunya diatas meja juga tidak dibawa olehnya. Pelupa!

****

Aurora berlari tergopoh-gopoh dengan perlengkapan alayers ala-ala cupu menuju lapangan SMAN 1. Sementara disana sudah berdiri cewek berkaca mata bulat besar, rambut bergelombang sebahu dengan ekspresi yang siap menelannya bulat-bulat. Sial! Senior killer. Gumamnya.

"EHH! SINI LO!" Bentak cewek itu, Ara buru-buru menghampirinya dan langsung disemprot dengan celotehan yang membuat telinganya pegal.

"Lo ini nggak tau aturan ya! Ini udah jam berapa? Lo ngapain aja bisa telat gini ha? Niat nggak sih lo buat sekolah disini?" Pertanyaannya menyerbu Aurora membuatnya bingung. "Sengaja ya lo! Ngaret gini biar dapet perhatian kita orang?" "Caper sih!"

Sialan! Permulaan yang buruk, pipi Ara merah menahan malu. Dia hanya diam. Kemudian kembali disentak dengan pertanyaan senior yang seperti singa ini.

"LO DENGER NGGAK APA?! Gue barusan ngasih pertanyaan bukan pernyataan! JAWAB!"

Akhirnya Ara membuka mulutnya, "Gue nggak budeg kak, nggak usah teriak-teriak segala! Gue kesiangan!" Tukasnya.

"Eh nyolot sih lo!" Cewek itu melotot bola matanya seperti mau lepas. Ini orang lagi PMS kali ya. Pikir Ara menerka-nerka. Dia hanya diam tidak menjawab. Seorang cowok berbadan tegap, rambut berjambul, mata cokelat, berkumis tipis berjalan menghampiri mereka. Ara menyipitkan mata, mengangkat sebelah alisnya. Ah dia mengenalinya, kak Reyhan!. Teman Nata yang beberapa bulan lalu menjadi panitia di Fun Camp.

"Zaski!" Panggil cowok itu, oh jadi nama cewek ini Zaski. Gumamnya. "Biar gue aja yang ngurus cewek ini. Lo urus yang disana aja." Pintanya.

Reyhan berjalan menghampiri Aurora, kemudian mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Aurora hanya mematung, menstabilkan kondisi jantungnya yang berdegup lebih cepat. Reyhan membisikkan sesuatu kepada Aurora. Entah kenapa Aurora sangat sebal dengan orang ini. Padahal Reyhan sering berkunjung kerumahnya. Bukan menemuinya, tapi menemui Ata. Bagi Aurora cowok ini sangat menyebalkan sejak mereka pertama bertemu.

"Jangan mentang-mentang lo adeknya Nata, lo bisa seenaknya disini! Disini punya aturan. Pasal satu ayat satu 'Panitia selalu benar' pasal satu ayat dua 'Apabila panitia salah kembali kepasal satu ayat satu'." Bisik Reyhan tepat pada telinganya. Membuat Aurora merasa geli dan refleks menendang tulang kering Reyhan.

Dasar senior! Sejak kapan ada pasal-pasal begituan.

"Aww. Sakit beg-" Reyhan berjingkat kesakitan. Jeritannya berhasil menimbulkan banyak pasang mata yang melihat kearahnya.

"Ngomongnya nggak usah deket-deket bisa kan kak?" Ara menatapnya sinis.

"Awas lo ya!" Ancamnya, "KARENA LO UDAH TELAT, SEBAGAI HUKUMAN NYA LO LARI KELILING LAPANGAN INI SEPULUH KALI!! NGERTI LO?!" Ujar Reyhan sengaja memperkeras volume bicaranya.

"Setelah itu, lo langsung gabung sama tuh cowok yang sama-sama telat kayak lo! Sampe gue nyuruh lo berdua gabung sama yang lain!" Imbuhnya sambil menunjuk ke arah cowok yang telat. Aurora tak menyadari bahwa sejak tadi dirinya diperhatikan.

Cowok itu menatapnya heran dari kejauhan, malah terlihat sedikit menggelengkan kepalanya. Sementara Aurora menurut saja menyelesaikan hukuman. Tak mau terkesan memberontak.

Ah sial olahraga pagi!

****

Segini dulu yah! See you! Jangan lupa Vote & Comment ya!

AURORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang