Seminggu kemudian, Jaemin pulang kembali ke rumahnya. Mulai saat itu, penyembuhannya berjalan seperti yang diharapkan dan itu hanya beberapa bulan lagi sebelum dokter memberi tahu bahwa ia sudah sembuh total dan dapat mulai berlatih lagi. Ketika ia mengabari para member tentang kesembuhannya melalui video call, Chenle memekik dalam kegembiraan dan Jaemin hampir menjatuhkan ponselnya, karena sialan, bocah itu suaranya keras sekali, melengking pula. Chenle yang meminta maaf dengan setengah hati setelah para anggota menegurnya, mengangkat bahu.
"Aku tidak peduli, ini adalah berita terbaik yang aku dengar sejauh ini," begitu katanya.
"Ini luar biasa! Aku sangat senang, kami sangat merindukanmu!"
Mark berkata kepadanya dengan sungguh-sungguh. Matanya bersinar dan senyumnya tampak akan robek saking lebarnya. Jaemin harus membuang muka agar tidak silau memandang senyum member tertua NCT Dream itu.
"Asrama itu benar-benar membosankan tanpamu," kata Jisung, mengerutkan hidungnya dengan imut.
"Dan para hyung sepuluh kali lebih menyebalkan dari biasanya."
Seperti biasa, Jisung si bocah setan menyulut sumbu api lagi.
"Kamu yang menyebalkan," Donghyuck membalas.
"Tidak! Kamu," balas Jisung kembali.
Jaemin mencemooh dan memutar matanya. Sepertinya hal-hal tidak berubah sedikit pun. Kekhawatiran samarnya tentang tidak bisa masuk lagi ke dalam lingkaran para member setelah pergi begitu lama segera menghilang, dan ia berpikir kenapa hari pindahnya ke asrama tidak bisa segera datang.
"Apa yang kamu butuhkan? Haruskah aku membersihkan kamarmu? Apa kamu ingin perabotan baru? Haruskah aku mencuri pewangi udara Jeno dan– "
Ucapan Renjun terganggu oleh teriakan marah dari Jeno, yang tampaknya tersinggung karena ya, seorang Renjun bahkan menyarankan hal semacam mencuri yang tidak pantas untuknya sama sekali.
"Guys, kawan-kawan, tenang. Jangan khawatir! Aku hanya akan pindah kembali untuk tinggal bersama kalian, itu saja," kata Jaemin kepada mereka, matanya penuh dengan sirat kegembiraan.
"Ini tidak seperti aku baru saja kembali dari medan perang atau sesuatu, ya. Biasa saja."
Renjun menyahut dengan muka yang serius.
"Apanya yang biasa? Kamu memenangkan pertempuran melawan cederamu. Kamu layak diperlakukan seperti pahlawan."
Renjun mengatakannya dengan nada yang dalam, dan hati Jaemin terasa penuh hingga ia pikir sebentar lagi akan meledak.
"Setuju!" Sisanya berpadu, memanggil Jaemin 'pahlawan-Jaem' dan 'prajurit Nana' dan sejenisnya sementara Jaemin terharu, menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya.
Ia benar-benar tidak sabar untuk kembali.
~
Jaemin pindah kembali ke asrama pada bulan November. Itu adalah hari yang dingin, tanda-tanda awal musim dingin masuk, dan ia sedikit gemetar ketika ayahnya menurunkannya di luar asrama Dream. Ia tidak memiliki banyak barang bersamanya, hanya dua koper pakaian dan beberapa pasang sepatu. Ia menarik koper-kopernya di belakang melalui jalan setapak yang sudah dikenalnya, memasuki lift dengan bau apek yang sama, dan anehnya ia merasa terhibur dengan nostalgia ini. Perjalanan ke lantai atas membutuhkan waktu 15 detik seperti biasanya, dan 20 detik kemudian Jaemin mengetuk pintu cokelat yang terakhir dilihatnya setahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
More than Friend but Less than Lover
Fiksi Penggemar[END] Jaemin mengaitkan kedua tangan mereka seerat mungkin sembari menatap tepat lurus ke matanya, berusaha menunjukkan kepada Renjun bahwa ia bersungguh-sungguh. "Injunnie, aku janji," dia mengatakannya dengan sepenuh hati. "Bagus," Renjun berbisi...