Dentuman suara bom bergema. Seakan ingin berkuasa. Meliuk - liuk seakan berirama.
Banyak orang berlari kesana - kamari. Mencari tempat aman. Mencari kehangatan. Mencari tempat untuk bertahan hidup.
Orang - orang itu sungguh kejam. Seakan merampas hak hidup seseorang.
"Ayo lari nak.."
Bocah kecil ini tampak belum paham. Banyak orang berlari kesana - kamari tanpa henti.
Seakan mencari keamanan sekarang. Letupan demi letupan masih terasa.
Suara bising. Itu yang terus bergema diudara. Ntah kapan itu bisa selesai?
"Ibu.. Aliska takut"
Bocah lima tahun ini ketakutan. Tak terbendung lagi air mata mengucur begitu derasnya.
"Lari nak, ayo.." tangan sang ibu terus memegangi tangan aliska.
"Capek.." kata itu sekarang mendominasi bibir mungil aliska.
Tanpa sadar didepan mereka ada segerombolan tentara membawa senjata.
Takut. Ya, tentu lah. Mereka memang tak berprikemanusiaan.
Mereka siap menumpas semua orang. Hanya seuntaian doa yang bergema didalam hatinya.
Pasrah seakan menerima takdir. Sekuat tenaga. Separuh jiwa ia kobarkan semangat.
"Hey!" Seru mereka.
Namun hanya diam. Tak ada suara. Dentuman hati yang bergemuruh. Keringat mengucur begitu derasnya. Matanya sayu.
"Hey!" Seru mereka lagi.
Tak ditanggapi. Tentara itu murka. Merasa tak dianggap olehnya. Tentara ini menyeret tubuhnya paksa.
Genggaman tangan yang sedari tadi membungkus telapak tangan aliska mengendur perlahan.
Bocah kecil ini seakan bingung dengan semuanya. Ia menangis sejadi - jadinya.
Kejadian ini tak bisa ia lupakan seumur hidupnya. Kejadian dimana ibunya diseret paksa. Tanpa perasaan!
Kenapa semuanya begitu kejam?.
Apa ini jalan hidupnya?.🍁🍁
Lima belas tahun kemudian. Aliska tumbuh menjadi seorang gadis cantik. Ia diadopsi oleh seorang pedagang sukses yang tengah mengembara.
Hidupnya lebih berwarna. Sekalipun masih ada noda hitam berbekas dihatinya.
Sekarang ia paham dengan semuanya. Tanpa harus diberi tahu lebih dulu.
"Aliska..."
"Iya mi, Aliska berada dikamar."
"Bolehkah umi masuk?"
"Tentu saja umi."
Cklek
Diambang pintu menampilkan seorang paruh baya yang sangat cantik. Dengan balutan hijab juga berpakaian syar'i.
Aliska tersenyum kepadanya. Wanita bernama Aisyah ini melenggang masuk menghampiri Aliska.
"Ada apa nak? Kelihatannya sedang memikirkan sesuatu. Ayo ceritakan pada umimu."
Rasanya tak ingin Aliska menceritakan. Namun, ntah kenapa bayangan masa lalu seringkali datang menghantuinya.
Helaan napas ia keluarkan. Bingung harus apa yang ia katakan.
"Aliska.. rindu ibu."
"Kamu jangan sedih Al, masih ada umi. Kamu kalau rindu ibumu. Kamu kirim Al - fatihah ya nak."
"Kenapa mereka jahat mi?"
"Seiring berjalannya waktu. Kamu bakal tahu nak. Tanpa umi kasih tahu kamu." Aliska hanya menggangguk. Tiba - tiba Aliska terisak.
Aisyah memeluknya. Aliska merasa nyaman dalam pelukan ini. Rasa yang telah ia rindukan.
"Makasih umi. Aliska sayang umi"
Aisyah mengendurkan pelukannya itu. Lalu menatap Aliska. Sedang tangannya mengusap air mata yang sedari tadi mengucur dari balik pelupuk matanya.
"Sttts... jangan nangis nak. Kamu tahu gak, Abi dan Umi nyelametin kamu waktu itu kenapa?" Aliska menggeleng lemah.
"Karena kamu masih punya masa depan yang panjang nak. Jangan sedih."
"Makasih umi."
"Iya sayang."
🌿🌿
Kasih sayang bisa darimana saja. Meski dari orang lain sekalipun. Untuk mereka yang memerlukan kasih sayang. Ini untukmu. Jangan biarkan hidupmu sedih. Kamu masih punya masa depan yang cerah. Mari bangkit dan semangat.
🌿🌿
Kudus, 13 juni 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Loved For Gaza✔
Short Story[JUST ONESHOOT] Cerita ini terinspirasi dari buku : Gadis kota Jeras. Karya: Habiburrahman El shirazy, dkk Dan terinspirasi dari Almh: Razan Ashraf Najjar (seorang perawat yang ditembak mati)