3 : Suara Tangisan

755 23 2
                                    

Seorang tentara tega menyeret paksa dua orang anak. Seakan tak berperikemanusiaan. Tak berabab memang. Sungguh kejam!

Kekejaman itu terjadi begitu saja. Seakan tak ada yang berani menumpas balas tentara itu.

Ntah berada dimana hati nuraninya. Begitu tega dia merampas kebahagian hidup.

Bom masih meliuk - liuk seakan berirama. Sana - sini bersaut - sautan. Suara tangisan tak dihiraukan.

"Hey! Lepaskan aku!" Teriak bocah bernama Ahmad.

Namun tentara itu tak menghiraukannya. Dan masih menyeretnya. Tak perduli ia menangis meraung - raung.

"Lepaskan!" Teriaknya.

Masih sama tak perduli dengannya. Tak perduli bahwa ia tengah menyeret seorang manusia. Bukan hewan.

"Lepaskan!" Ucapnya sekali lagi.

Sungguh kejam bila tentara ini tak mendengarkan omongannya. Bolehkah Ahmad mengatakan tentara ini sedikit tuli?. Pikirnya.

Namun, sorot mata tentara ini seakan ingin menerkam Ahmad. Seakan ingin memangsanya.

"Diam! Atau ku pukul kepalamu!" Ucapnya sedikit meninggi.

Ahmad sepanjang jalan menangis. Seakan tak ada yang menolong. Seakan hidupnya dibiarkan.

Jika ia punya kekuatan. Sudah dipastikan Ahmad akan menendangnya hingga terpental.

Hanya untaian doa ia panjatkan. Iringan doa bergema didalam hatinya. Bolehkan ia berharap agar keajabain datang padanya.

Tiba - tiba didepan matanya ada seorang pemberani datang. Semoga orang ini adalah jawaban doanya. Pikirnya.

"Hey! Lepaskan anak itu." Teriak seorang pria bertubuh tambun itu.

Tentara ini berhenti menyeretku. Badanku terasa sakit. Namun, apa pedulinya. Justru ku pikir tentara ini sangatlah tak punya hati.

"Ada apa tuan?" Tanyanya.

Pria bertubuh tambun ini menatapku iba. Aku bisa melihat dari sorot matanya.

"Lepaskan dia!"

Tentara ini melongo bukan kepalang. Ia menatap pria ini ingin ia terkam.

"Apa?. Lepaskan?."

Aku harap ini adalah doaku. Aamiin.

Pria bertubub tambun ini masih menatapku. Seakan dia bilang. Sudah-jangan-menangis-aku-akan-menolongmu.

"Aku akan tebus anak ini! Dan jangan harap anak ini kamu bisa jadikan budak."

Tangisanku pecah. Ternyata masih ada orang sebaik dia. Aku berharap orang ini baik dan tak sekejam orang yang telah tega menyeretku.

"Baiklah." Ucapnya.

Hatiku seakan lega dibuatnya. Aku tak bisa berkata selain berterimakasih pada pria ini.

Dia menghampiriku yang masih tak berdaya. Dia sepertinya baik. Pikirku.

"Kamu, gapapa nak?" Tanyanya begitu ramah.

"I--iy--ya" ucapku sedikit ragu.

"Jangan takut! Aku akan membawamu pergi darisini. Aku akan mengadopsimu sebagai anak. Apakah kamu mau?"

Kaget. Ya, Ahmad kaget bukan main. Daripada ia disini dan malah tambah disiksa. Mending ia ikut saja bersama orang ini.

Pria ini masih menatapku. Seakan minta jawaban. "Bagaimana?" Aku hanya mengangguk saja.

"Alhamdulillah." Ia mengucap syukur. Aku tambah bersyukur karena masih ada yang mau memperhatikanku.

Aku pikir tak ada yang mau menolongku. Karena aku pikir orang tak akan berani dengan tentara disini. Kecuali pria ini.

Suara tangisanku kembali pecah. Bukan karena ketakutan sekarang. Namun air mata kebahagiaan.

"Jangan menangis." Pria ini memelukku erat. Sangatlah erat. Aku seperti punya sumber kebahagiaan yang baru. Dan masa depan yang jauh lebih indah nantinya. Aamiin.

♡♡♡

Menangislah jika perlu. Menangis bukan berarti lemah. Bukan berarti kamu tak mampu untuk bangkit. Kamu tidak menangis bukan berarti kuat dengan segala cobaan. Justru kadang mereka rapuh. Tetapi, tidak diperlihatkan.




[]

Kudus, 2 Juli 2018

Loved For Gaza✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang