Babak 1

9.1K 79 51
                                    

Suatu hari, ada seorang pemuda tampan yang bernama Zain. Ia mempunyai orang tua yang berasal dari 2 desa yang berbeda. Baru-baru ini, ayahnya meninggal menyusul ibunya yang telah lama tiada. Meski hatinya hancur, Zain tetap melanjutkan kehidupannya. Ia pergi ke desa lain untuk merantau dan belajar ilmu agama. Akhirnya, ia memutuskan pindah ke tanah Padang, desa kelahiran ayahnya. Di tanah Padang inilah hanya pertalian ibu yang dianggap, sedangkan Zain hanya memiliki pertalian ayah. Beruntung disana ia memiliki saudara yang bernama bibi Jami.

Zain : Desa ini tak kalah indah dengan tanah Makassar. (Terkagum-kagum) Sebaiknya aku segera menemukan rumah bibi Jami.

(Zain mencari dan menemukan sebuah rumah yang diyakini adalah rumah bibi Jami)

Zain : Assalamualaikum (mengetuk pintu)

Jami : Waalaikumsalam. Siapakah engkau wahai anak muda? Kau terlihat seperti keponakanku yang bernama Zain.

Zain : Benar bibi, ini Zain. (Mencium tangan bibi Jami)

Jami : Sekarang kau sudah besar, tampan, dan tinggi. Berbeda sekali dengan kau yang dulu yang masih ngompol di celana. Maafkan bibi yang tak langsung mengenalimu.

Zain : Hehehe tak apa bibi.

Jami: Ya sudah, ayo kita masuk. Kita mengobrol di dalam saja.

(Zain dan bibi jami masuk, lalu duduk di kursi)

Jami : Zain, bagaimana kabarmu nak? Bibi turut berduka cita atas meninggalnya ayahmu. Maaf bibi tak bisa mengunjungimu, karena waktu itu bibi sedang sakit.

Zain : Sangat baik bibi. Kalau bibi tak datang itu tak masalah. Bagaimana dengan kabar bibi?

Jami : Aku juga baik Zain. Ada apakah gerangan kau menemuiku​?

Zain : Begini bibi, aku berniat menuntut ilmu di tanah Padang ini dan jika diizinkan aku berniat untuk tinggal disini. Ini ada sedikit uang, untuk menambah biaya kebutuhan selama aku tinggal disini. (Zain memberikan sejumlah uang kepada bibi Jami)

Jami : Itu bagus Zain, tapi ini uangmu ambillah kembali. Belilah keperluanmu sendiri dengan uang ini. (Bibi mengembalikan uang Zain)

Zain : Tapi bibi...

Jami : Sudahlah Zain. Pergilah keliling desa, bibi akan memanggilkan anak bibi untuk menemanimu. Kau masih ingat dengan Beni?

Zain : Iya bibi.

(Bibi Jami masuk ke dalam, memanggil Beni anaknya yang seumuran dengan Zain)

Jami : Beni antarkanlah saudaramu Zain keliling desa.

Beni : Iya ibu.

(Bibi Jami dan Beni menghampiri Zain)

Jami : Zain ini Beni, dia akan mengantarkanmu keliling desa. Lekaslah pergi, nanti keburu magrib.

Zain : Baiklah bibi.

(Zain dan Beni berjalan berkeliling desa)

Beni: Beginilah alam Padang ini. Keindahannya tersembunyi di balik pohon dan gunung, namun tetap terlihat elok.

(Ainun dan temannya sedang bersenda gurau, berjalan melewati Zain dan Beni)

Zain: Kau benar Beni. Meski keindahanya tertutup oleh selendang, namun ia tetap terlihat elok nan jelita. (Zain memandang Ainun yang telah jauh dari tempatnya berpijak)

Beni: Hah? (Beni mengikuti arah pandang Zain) Oh, kau sedang melihat gadis itu. Pantas saja omonganmu ngelantur.

Zain : Siapakah gadis itu?

Beni: Namanya Ainun. Dia kembang desa di tanah Padang ini. Tutur katanya lemah lembut syarat akan kesopanan.

Zain: Benarkah begitu?

Beni : Iya.

Zain : Lalu apakah....

Beni: Sepertinya kau menyukai Ainun. Apakah benar? Dari gelagatmu terlihat jelas.

(Zain hanya tersenyum penuh arti)

Sejak saat itu, Zain sering bertemu dengan Ainun. Ia tak keberatan saat Ainun meminta bantuannya. Ia juga mulai mengirim surat kepada Ainun. Ainun pun tak segan untuk membalas surat tersebut. Awalnya Ainun mengirim surat untuk Zain karena ia merasa berhutang budi, namun lama-kelamaan ia merasa senang saat bertukar surat dengan Zain.

Surat Ainun untuk Zain

Wahai saudaraku terimakasih engkau telah mau menolongku. Jika engkau tak menolongku apa jadinya diriku yang berada di tengah kesulitan seperti waktu itu. Dan wanita yang engkau tolong ini, merasa berhutang Budi kepada engkau. Apalah yang bisa ia lakukan untuk membalas kebaikanmu?

Surat balasan Zain untuk Ainun

Menolong orang lain adalah sebuah kewajiban. Diriku begitu senang dapat menolong engkau. Semoga saja Tuhan menakdirkan diriku untuk selalu menolong engkau. Jadi, tak perlulah engkau merasa berhutang budi kepada diriku ini. Cukup berilah diriku sapaan dan senyum ramah darimu.

~~~~

Next ke babak 2 !

Ingkar (Naskah Drama) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang