Prologue

45 5 3
                                    


Alunan melodi dari petikan senar gitar itu, mengawali pagi seorang gadis dengan surai coklat yang tampak indah itu. Nada demi nada teralun indah. Diiringi dengan suara merdu sang gadis yang membuat lagu yang sedang ia mainkan terdengar hidup.

"Ryoko, sarapan sudah siap" seorang wanita tua menghampiri gadis itu dengan kursi rodanya, tersenyum lembut kearah gadis itu yang kini membalas tatapannya dengan iris cerulean bluenya yang jernih. Gadis itu segera melepas earphone yang sedari tadi ia gunakan dan membereskan kertas-kertas paranada yang ada di sekitarnya.

"Baiklah nek, maaf aku lupa waktu karena keasyikan jadi aku lupa kalau ini jadwalku membuatkan sarapan." Ujar gadis itu sembari berdiri kemudian meletakkan gitar dan kertas paranadanya di sudut ruangan.

"Itu tidak masalah. Lagipula, nenek sangat senang mendengarkan kau bernyanyi." Ujar wanita tua itu lembut sembari tersenyum kepada sang gadis muda.

"Baiklah, kalau begitu saatnya sarapan!" ucap gadis itu dengan semangat sembari berjalan kearah belakang kursi roda sang nenek, kemudian menggenggam pegangan yang ada di belakang kursi roda sang nenek. Dengan perlahan gadis itu mendorong pelan kursi roda sang nenek kearah dapur.

Gadis bersurai coklat itu, telah tinggal bersama sang nenek sejak gadis itu berumur sepuluh tahun. Kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya, membuat gadis ini mau tak mau harus tinggal bersama sang nenek. Namun sayangnya akibat jatuh dari tangga, sang nenek menjadi lumpuh dan harus berada di atas kursi roda untuk beraktifitas. Jadi kini giliran gadis itu yang membantu sang nenek. Namun, itu semua tidak menjadi beban bagi gadis itu karena ini adalah bentuk balas budinya terhadap sang nenek yang selalu mengurusnya dengan baik.

Seperti biasa acara sarapan pagi diiringi dengan senda gurau dari sang nenek maupun gadis muda itu. Tidak terasa, kini jam sudah menunjukan pukul 6:30. Dimana gadis itu sudah harus berangkat ke sekolahnya. Bel rumah yang berdesain kuno itu terdengar sampai ke dalam sang pemilik rumah, siapa lagi kalau bukan teman dari gadis bersurai coklat itu yang selalu mengajaknya berangkat bersama bahkan rela untuk telat bersama.

"Sana, cepatlah, Meiko sudah datang" ujar sang nenek mengingatkan yang langsung di balas anggukan dari gadis itu.

Gadis muda itu segera mengambil tasnya dan berpamitan pada sang nenek, memakai sepatunya dan berjalan menuju kearah pintu depan. Begitu gadis itu membuka pintu seorang gadis lain dengan surai pirang yang ditata dengan model pony tail tiba tiba saja menimpuk kepala gadis itudengan sebuah buku -yang untungnya tidak terlalu tebal-.

"Hei, apa apaan ini? Pagi-pagi sudah menghajarku saja" ujar gadis berambut coklat itu sembari mengerucutkan bibirnya, imut.

"Kau tahu? Aku mendapatkan pertanyaan gila dari guru sajarah kita yang juga sama gilanya dengan orang gila!" ujar gadis dengan surai blonde itu.

Gadis itu tertawa pelan, kemudian menutup pintu rumahnya, dan mulai berjalan kearah sekolahnya yang tidak jauh dari rumah gadis itu.

"Baiklah kini ceritakan apa pertanyaan yang kau dapat dari guru sejarah kita itu," jelas gadis itu dengan suara lembutnya, yang mungkin siapa saja akan merasa nyaman di dekatnya hanya dengan mendengarkan suaranya saja.

"Baiklah, jadi guru sejarah kita itu bertanya padaku tadi malam. Pertama dia bertanya 'apa kau tahu pedang-pedang bersejarah yang ada di jepang ini?' lalu aku menjawab 'tentu saja aku tahu pak, ya tapi tidak semuanya' dan aku menjawab lagi 'memangnya ada apa? Bapak tidak akan bertanya kan, kalau seandainya semua pedang itu berubah menjadi manusia, dan yang mereka lihat pertama kali adalah aku, lalu mereka mengajakku ke masa lalu dan menjadikanku tuan mereka apa yang akan kau lakukan?" sejenak gadis blonde itu berhenti bercerita dan tampak mengambil nafas.

Aruji Love StoryWhere stories live. Discover now