Dia sahabatku

33 0 0
                                    

JENTHARA, aku tidak bisa membuatnya terus berada di dekatku. Dia tidak hanya memiliki aku, dia punya kekasih dan banyak teman. Tapi, kenapa dia tidak bisa memilih kekasih dan teman-temannya saja. Jenthara selalu bilang kalau hanya akulah yang mengerti dirinya, dan aku tidak akan pernah meninggalkannya. Omong kosong yang nyata!

Cih, aku bisa saja meninggalkannya jika saja aku tidak menganggapnya seperti sebelah lubang hidungku. Yah, aku sama sekali tidak bisa menjauhi Jen dia yang paling mengerti aku. Bahkan jawaban kami sama bukan ?. Ahh aku ingin tertawa rasanya.

Akhir akhir ini setelah aku punya kekasih bernama Luke, Jen jadi agak pendiam. Dia lebih sering menatapku dengan tatapannya yang memiliki ribuan arti dan sulit untuk ku pastikan.

Detik ini juga di tahun ke 20 tahun persahabatan kami, aku ingin Jen jujur pada ku tentang apa yang sedang ia rasakan belakangan ini. Jujur, perubahan sifat Jen yang menjadi lebih tenang selalu mengusik pikiranku. Takut kalau Jen mulai bosan bersahabat denganku atau yang lebih parah dia marah padaku.

"Katakan Jen, ada apa denganmu akhir-akhir ini? Apa kau putus dengan fiona ?" Kataku sambil menatap lurus iris mata Cokelat milik Jen.

Jen masih bungkam, sejak tadi ia berdiri dijadapanku tanpa mau menjawab ataupun mengatakan sesuatu.

"Jawab Jen! Apa karena aku membuatmu marah? Apa yang salah padaku, katakan?" Aku mulai kesal pada Jen.

"Jangan bilang kalau kau menyukaiku Jen, ohh gawd...  itu tidak boleh terjadi" terka ku karena dari apa yang aku perhatikan Jen seperti jealous saat aku berpacaran dengan Luke. Bukannya aku percaya diri tapi, itu kenyataannya.

Jen malah menghela napas, dia memejamkan matanya seolah tidak ingin melihatku lagi. Sialnya dia masih membisu.

"Jen..."panggilku penuh harap.

Aku mendekat padanya, sampai hidung mancungku menyentuh dagunya. Mendongak untuk terus menatap matanya yang tertutup rapat.

"Jen..."panggilku lagi,

Perasaanku jadi tambah kacau melihat kebungkaman Jenthara, aku sedih melihat Jen yang terlihat terluka oleh perkataanku tadi. Tapi, aku melakukannya demi persahabatan kami.

"Pergilah, Luke menunggumu di luar" akhirnya Jen bersuara.

Tetapi ia mengusirku,

"Tidak Jen, aku tetap disini sampai kau mengatakannya"

"Luke menunggumu Ann" Jen memunggungiku.

Lantas aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, percuma saja menunggu Jen yang keras kepala untuk membuka suaranya. Akhirnya aku pergi dari apartemen Jen membanting pintu apartemennya sangat keras. Aku hanya ingin dia tahu bahwa aku kecewa padanya.

Entah kenapa aku sangat sedih dan bingung, kini aku berjalan keluar apartemen menghampiri pacarku Luke yang sudah menungguku sejak lima belas menit yang lalu.

Aku masuk ke dalam mobil Luke.

"Kau menangis babe?" Aku menyeka air mata yang menggenang di ujung mataku dengan jari telunjukku. Aku tidak ingin Luke bertanya apapun padaku.

"Tidak, tadi mataku terkena debu saat berjalan kesini" dustaku pada Luke.

"Ohh, hari ini memang agak berangin. Sepertinya akan turun hujan" untung saja Luke tipe orang yang mudah percaya dan tidak pernah ambil pusing.

"Yah, sepertinya begitu" kataku sambil menatap langit dari depan kaca mobil luke.

Terlihat mendung, kelabu seperti perasaanku yang mulai kacau. Terbagi dua karena Jen, dia sahabatku.

Tell MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang