It's Not Accidentally, It's Fate (2)

11 4 0
                                    

•It's not Accidentally, It's Fate (2)•

Restoran itu ternyata tak sesuai bayanganku.

Awalnya kupikir karena itu milik orangtua seorang artis terkemuka, pasti segala hal di dalamnya akan terkesan glamor, dari lantai hingga atap-atapnya. Toh, aku sudah sering lewat sini. Restoran ini memang kelihatan glamor dari luar, tapi di dalamnya ternyata tidak.

Furnitur- furnitur tidak ada yang mencengangkanku. Bahkan disini semuanya lesehan. Tidak ada yang tampak menarik. Tapi, kuakui kalau pelanggan disini memang amat banyak.

Sajian- sajiannya juga biasa. Seperti restoran-restoran Korea pada umumnya. Pegawainya juga tak memakai seragam yang istimewa.

Kutebak pemilik tempat ini sangat mengagumi Suga BTS (yah, walaupun aku tahu kalau itu ibunya sendiri). Gambar-gambar dan foto-fotonya diabadikan disini. Belakangan kusadari kalau yang datang ke tempat ini memang rata-rata remaja, yang kuduga penggemar berat sosoknya.

Aku sendiri lumayan mengaguminya. Maksudku, menurutku dibanding idol lain, BTS termasuk berbeda. Aku yakin mereka pasti sangat bekerja keras sampai sesukses sekarang. Tapi, aku tak tahu mengapa sampai sekarang aku belum tertarik dengan K-Pop.

Bu Min memintaku membawa sayuran tadi ke dalam dapur. Sayuran-sayuran ini lumayan berat, tapi sepertinya hanya sebagai tambahan karena stoknya kurang sedikit. Aku mengangguk dan membawanya masuk.

Dapur ini sibuk. Aku melihatnya. Pekerjanya ibu-ibu yang kupikir seumuran dengan Bu Min. Mereka kelihatan profesional. Kupikir mereka adalah ibu-ibu rumah tangga yang masakannya enak-enak. Mereka pasti bekerja keras sama seperti ibuku.

Aku meletakkan sayuran-sayuran tadi di meja besar di tengah dapur. Bu Min memintaku menunggu sebentar. Aku duduk menunggu selagi ia mengarahkan orang-orang di dapur itu.

Setelah selesai, ia memintaku mengikutinya. Ia berjalan ke sebuah ruangan kecil di ujung. Aku mulai berpikir kalau Bu Min ini adalah pemilik restoran ini, jangan-jangan. Kalau iya, aku akan minta tanda tangannya dan akan memberikannya ke Miyeon asalkan dia mau mentraktirku ramyeon istimewa di kantin sekolah.

"Jadi, Soyeon, kau mau makan dulu? Atau kau buru-buru?" tanyanya.
Aku duduk di kursi di samping pintu masuk. Menggeleng.

"Aku tidak terburu-buru, kok. Ada yang bisa kubantu?"
Bu Min memberikanku sepiring kimchi. Lezat kelihatannya. Aku hanya tersenyum berterimakasih dan mengambilnya dari tangan Bu Min. Ia duduk di sebelahku.

"Kau ini. Aku sering melihatmu membagikan brosur di jalanan di depan. Sepertinya itu brosur restoran dekat Gangnam, ya?"
Aku hanya mengangguk sambil mengunyah sedikit-sedikit. Sejujurnya aku malah lupa nama restoran yang sering kubagikan brosurnya itu apa.

"Oh. Begitu. Kau memangnya butuh pekerjaan sampingan? Sepertinya ibu bisa menolongmu".
Aku tergelak.

"Iya, Bu, sangat butuh. Aku bisa bekerja apa saja selagi itu diluar jam sekolah. Sabtu? Minggu? Sepulang sekolah? Aku bisa, Bu" tuturku.

Bu Min tersenyum lebar.
"Aku suka semangatmu. Kau bisa mulai kerja disini kapan saja. Kalau kau mau, menjadi pelayan disini"

Aku mengangguk. "Iya, Bu. Tentu saja aku mau"

Bu Min mengiyakan, lalu memintaku untuk menghabiskan kimchiku. Waktu hanya berselang sebentar dan piringku sudah bersih. Aku memang lapar.

"Um, Bu Min. Ini. Apakah benar anda pemilik restoran ini?" tanyaku gugup.

Bu Min tertawa.
"Jika maksudmu aku ibu dari Yoongi, ya, tentu saja. Dan aku juga pemilik restoran ini. Memang kenapa, sayang?"

Astaga. Dia memanggilku 'sayang'!

The Truth UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang