Part 2 : Lee Woojin
.
.
.
Setelah menemaninya makan—Daniel setelah itu mengambil satu baki makanan lagi untuk dirinya—Daniel jadi tahu mengenai beberapa hal tentang anak itu. Informasi yang paling penting pertama adalah nama anak itu.
"Aku Lee Woojin, kalau Kakak?"
"Kang Daniel, panggil aja Daniel."
Kemudian Daniel juga tahu kalau ternyata anak itu kini duduk di bangku kelas sembilan alias kelas tiga SMP. Jadi, tahun ini adalah tahun terakhirnya sebagai siswa SMP. Kalau Daniel sih baru masuk tahun ketiga sejak ia mulai kuliah.
"Setelah tiga tahun berusaha, akhirnya aku bisa terpilih jadi perwakilan kelas, hehe." jelas Woojin saat Daniel menyinggung tentang ban lengan yang terus terpasang di lengannya itu.
Ya Tuhan, senyuman Woojin ini semakin dilihat semakin bikin hati tidak karuan.
"Emang jadi perwakilan kelas segitu susahnya apa?" tanya Daniel.
Woojin menganggukkan kepalanya sungguh-sungguh, "Harus ikut tes seleksi ketua kelas yang diadakan setiap awal semester, punya nilai akademik di atas rata-rata yang sudah ditetapkan sekolah, absensi tidak boleh ada yang alpha, kelakuan di rapor minimal B, aktif ekstrakulikuler juga."
Tanpa sadar Daniel membuka mulutnya lebar-lebar, kaget pemirsa.
Dua belas tahun dia sekolah di sini tidak sekali pun ia tahu kalau untuk menjadi ketua kelas saja bisa semerepotkan itu. Padahal tugas ketua kelas kan bukannya juga menyenangkan. Menurut Daniel, ketua kelas itu kurang lebih babunya guru. Disuruh ini itu, membawa print out lah, memanggil guru ke kantor kalau gurunya terlambat, harus mengawasi keamanan kelas saat jam belajar mandiri, mengantarkan tugas ke ruang guru, dan masih banyak lagi.
Daniel sungguh heran kenapa banyak sekali yang berebut untuk jadi ketua kelas.
"Kalau punya ban lengan ini kau bisa makan di kantin secara gratis, biaya transportasi dari rumah ke sekolah dan sebaliknya juga dibayar oleh sekolah, dapat potongan uang bulanan sekolah juga." jelas Woojin kemudian.
Oh, sekarang Daniel mengerti kenapa banyak sekali yang memperebutkan ban lengan itu. Siapa yang menyangka kalau selembar kain itu punya kekuatan yang sangat dahsyat.
"Pantes aja lu seneng banget pas gue ngebahas soal ban lengan yang lu pake." komentar Daniel.
Woojin menganggukkan kepalanya bersemangat, "Ban lengan ini sesuatu yang sangat aku banggakan, hehe."
"Tapi, sekarang kelas lu kan lagi olahraga, emang ga apa tuh ketua kelasnya malah makan di kantin begini?"
"Tidak masalah, kok. Aku sudah dapat izin dari guru yang bertanggung jawab. Lagipula, mana mungkin aku diizinkan berolahraga dengan hidung bercucuran darah seperti tadi." jelas Woojin sambil menggosok bagian bawah hidungnya pelan.
Daniel manut-manut, benar juga apa yang dikatakan anak itu.
"Terimakasih atas makanannya!" seru Woojin setelah menyelesaikan nasi dan karaagenya. Ia langsung membawa bakinya yang sudah kosong ke tempat baki kotor dikumpulkan. Sebelum pergi ia tidak lupa berterimakasih kepada Daniel. Bahkan, ia bilang makanan Daniel ia yang akan menanggungnya, jadi Daniel tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun.
"Heh, tunggu dulu!" panggil Daniel sebelum Woojin pergi.
Anak itu pun menoleh bingung, "Kenapa, Kak?"
"Urusan kita belum kelar." kata Daniel.
Jelas Woojin kebingungan.
Belum selesai bagaimana maksudnya?
"Um, Kakak mau ditraktir yang lain juga? Boleh aja, sih, Kak. Tapi nanti ya, aku sudah harus ganti seragam soalnya sekarang." Woojin main mengambil spekulasi sesukanya.
Padahal maksudnya Daniel bukan itu. Yah, dia sebenarnya juga tidak menolak, sih, kalau Woojin mau mentraktirnya, tetapi ada sesuatu yang lebih Daniel inginkan dari adik kelas yang baru ditemuinya itu.
"Bagi id line lu dong, Jin." Daniel nyengir.
Woojinnya terdiam.
"Huh?"
-v-
YOU ARE READING
Lee Woojin
Fanfiction[Kang Daniel / Lee Woojin] Cuma keseharian Daniel,mahasiswa tahun ketiga, yang berusaha menggaet Woojin, adik kelasnya yang masih duduk di bangku SMP tahun ketiga juga, tetapi, susahnya minta ampun karena ada terlalu banyak Woojin di sekitarnya. Jad...