Mereka Menganggapnya Gila

127 11 4
                                    

Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah. Tidak ada yang istimewa sama sekali, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, sekolah ini tampak seperti sekolah pada umumnya. Aku melangkahkan kakiku memasuki gerbang sekolah, aku menyapa penjaga sekolah, ia tampak gagah dibalik seragam putih birunya. Sebenarnya ini bukan kali pertamaku masuk sekolah menengah atas. Aku adalah siswa pindahan dari sekolah negeri, aku tidak tahu betul mengapa aku dipindahkan. Orang tuaku hanya memberitahuku kalau di sekolahku dulu, banyak sekali terjadi pembunuhan kejam, bahkan mutilasi. Tentu tidak ada orang tua yang mau kalau anaknya menjadi korban dalam sebuah peristiwa pembunuhan yang sadis.

Aku memasukki kelasku, duduk tepat didepan tembok belakang sekolah. Aku sudah terbiasa duduk sendiri, malahan aku sangat menikmati seluruh kesendirianku, seakan-akan aku ingin berdiri tegap didalam kekosonganku, aku benar- benar kosong.

Jam pelajaran pertama masih sekitar dua puluh menit lagi. Aku suka datang pagi agar aku dapat menghirup udara segar sebelum nantinya udara ini dipenuhi oleh bau-bau anak sekolahan yang bermacam-macam. Sembari menikmati udara, aku merogoh tas cangklong milikku, mengambil pecahan cermin kecil. Aku menatap kearah cermin, sembari meraba bekas luka sayatan di jidatku, tak terlalu panjang, cuma sekitar tiga belas sentimeter. Setiap kali aku melihat luka ini, bayang-bayang rupawan kembaranku Dani selalu saja hinggap di pikiranku. Aku ingat betul bagaimana aku mendapatkan luka sayatan ini.

Sebelas bulan yang lalu, saat aku bermain petak umpet di kebun belakang rumahku bersama teman-temanku, juga kembaranku, aku tak sengaja menemukan gunting kabel ditempat dimana aku bersembunyi. Aku benar-benar ingin melakukan sesuatu dengan benda itu, aku sangat bergairah. Seperti mendengar bisikan iblis, aku merasa sangat ingin mendengar tangisan seseorang, walaupun sebenarnya aku tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi pada diriku.

"Haa !! Kau ketahuan Danu hahahaha" salah satu temanku, Andy namanya, mengagetkanku, aku menjatuhkan gunting kabel berkarat itu.

"Haha yang benar saja kau, baiklah, aku yang jaga" Aku berlagak terhibur dengannya. Aku mengambil kembali gunting kabelku dan menyisipkannya di celanaku dan menutupinya dengan kaos yang aku pakai. Aku berjalan menuju tembok di sebelah pohon jambu, tempat dimana aku harus berjaga.

Aku menyenderkan dahiku pada tembok tersebut, menutup keduamataku dan berhitung. Entah, aku tidak merasa diriku sedang berhitung, dalam benakku hanya terpikir bagaimana aku dapat memuaskan hasratku untuk membunuh, 'membunuh', kata yang cukup mengerikan bagi sebagian orang, tetapi kata itu adalah salah satu dari beberapa kata yang aku sukai bahkan aku sangat suka mengejanya.

Ada enam anak yang ikut dalam permainan ini, salah satunya adalah Dani, kembaranku. "Hei !! Ulang Danu ! Kau ngantuk ya ? Seharusnya kau masih sampai 16 bukannya 25 hahaha" Dani berteriak mengingatkanku, ternyata aku salah menghitung. "Baiklah..." aku kembali berhitung.

" 98.. 99.. 100 Selesai ! Aku akan menemukan kalian" Aku tidak benar-benar mencari mereka, aku hanya ingin menemukan satu orang saja yang dapat memenuhi hasratku. Dari kejauhan, aku melihat seseorang sedang membalikkan badannya, "Ah Andy, itu dia..." Aku menghampirinya sembari merogoh celanaku, mengambil gunting kabel yang tadi kusembunyikan. Aku mencoba ujung gunting ini dengan menggoreskannya pada kulitku, sedikit darah menetes, cukup tajam.

"Heii gatcha !! Aku menemukanmu.." Aku mengucapkannya dengan nada lirih, tidak ingin orang lain mendengar. Belum sampai Andy menoleh ke arahku, aku menghunuskan gunting kabel ini tepat di antara kedua matanya, aku baru saja meremukkan tulang hidungnya. Darah mengalir dari kedua lubang hidungnya, matanya memerah, dan tubuhnya kejang-kejang namun ia belum mati, ia merintih kesakitan. Belum sampai rintihannya terdengar oleh teman-temanku, aku menendangnya tepat dibawah lubang hidungya, aku berpikir darahnya akan membuat kakiku lembab, agar kerak pada jempol kakiku tidak terlalu nampak.

Belum sampai aku menikmatinya, tiba-tiba aku terdorong, jatuh. "Danu !! Apa yang kau... Oh Tuhan !!" Dani terbata-bata, ia seperti tak menyangka dengan apa yang ada didepan matanya. "Dani !!.." Keringat mengucur dari setiap pori-poriku, aku benar-benar gusar. "Tolong !! Rema, Roni, tolong !! Siapapun !.. " Dani berteriak memanggil bantuan. Tanpa berpikir panjang, sebelum orang lain mendengarnya, aku mendorongnya, dia terpental jatuh. Lagi-lagi, seperti mendapat bisikan setan, aku menyayat dahiku sendiri dengan gunting itu dan mengoleskan sedikit darahku ke kaos yang Dani pakai. "Apa yang kau lakukan !? Kau gila ! " Dia belum menyadari apa yang sedang aku lakukan dan mengapa aku merobek kepalaku sendiri. Dani beranjak dari tempatnya jatuh, merebut gunting kabel dan mengarahkannya kearahku, ia berniat melindungi dirinya. Aku tahu apa yang harus aku lakukan, "Tolong !! Seseorang tolong aku !!" Aku berteriak, tentu teriakanku lebih keras daripada Dani. Dani tampak kebingungan, ia kebakaran jenggot, ketika dua orang dari jarak sekitar lima puluh meter berlari menghampiri kami. "Hah !? " Dani sudah menyadari mengapa aku menyayatkan gunting itu ke kepalaku.

"Tolong aku.. Tolong !! " Aku berteriak dan dengan sigap, aku menarik tangan Dani, mengarahkannya ke leherku agar orang-orang tidak mengiraku bersalah, Dani benar-benar terpojok. "Dani !! Apa yang kau lakukan !?" Bentak ayahku kepada Dani yang sedang 'tampak' mengancamku dengan gunting kabel. Aku sudah menduga ayahku dan pamanku yang akan datang. "Oh tidak ! Ini tidak seperti yang kau kira Ayah, aku tidak.." belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, aku mendorongnya hingga ia terpental. Aku berlari ke arah ayahku "Tolong aku ayah.. Tolong !" Aku meronta pada ayahku, seperti aku tidak bersalah.

Beberapa temanku menghampiriku "Oh tidak.. Apa yang kau lakukan Dani !?" Salah satu temanku tidak menyangka dengan apa yang Dani perbuat, aku pun begitu, tidak akan menyangkanya. "Rema.. ini tidak seperti apa yang kau lihat.. percayalah" Dani memohon, dia merengek.

"Kau benar-benar keji !! Aku benar-benar tidak menyangka kalau kau akan melakukan ini Dani ! " Pamanku membentak Dani sembari mengangkat tubuh Andi yang sudah dingin dengan matanya yang merah dan hidungnya yang sudah tidak nampak seperti hidung.

"Tapi paman.. itu bukan.." belum sempat ia menyelesaikannya, "Sudah !! Kemari kau, ikut aku ! Kau benar-benar sudah keterlaluan !" Ayahku mengikat kedua tangannya dan menyeretnya ke dalam mobil "Aku akan membawamu ke rumah sakit jiwa !!" . "Tapi ayah.. kumohon dengarkan aku !" Dani memohon, ayahku tidak menggubrisnya, ayahku adalah seseorang yang mudah terbakar emosi. "Danu !! Kau benar-benar jahat !! Kau iblis !" Dia menunjukku dari dalam mobil. Dan mulai dari saat itu, orang-orang beranggapan bahwa Dani adalah seorang psikopat. Tentu aku merasa lebih leluasa karena orang-orang menganggapnya gila.

"Kriing.. kriing.." Bel sekolah berbunyi melebur lamunanku, nostalgia petak umpet bersama kembaranku. Aku memasukkan cerminku kembali ke dalam tas.

Selangsang bayangan Dani masih hinggap dalam pikiranku, "Kau benar-benar saudara terbaik Dani" gumamku dalam hati, aku tersenyum lega.

DanuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang