"Hei, kau anak baru ya ?" Seorang siswa menanyaiku, aku hanya melemparnya dengan senyuman dan satu anggukan, mengiyakan pertanyaannya. Dia tidak tampak seperti anak nakal, rambutnya klimis, bajunya rapi dengan atributnya yang lengkap.
Aku adalah tipe seseorang yang tidak terlalu suka dengan banyak pertanyaan, jadi, aku tidak menanyainya balik, kontak sosial yang terlalu banyak akan membuatku lupa siapa diriku. Dia masih berdiri disampingku, menatapku dengan tatapan penasaran, mungkin. Beberapa saat kemudian, dia mendekatkan kepalanya kearahku, aku dapat mencium bau nafasnya, rokok.
"Heiii !!! Kita kedatangan tamu baru ! Hahaha" tiba-tiba dia menimpuk kepalaku dengan tutup bolpoin yang dia ambil dari atas mejaku.
"Hei, siapa namamu ? Haa ?" Dia menanyaiku kembali, kali ini dengan tangannya yang mencengkeram kerah bajuku, aku sama sekali tidak merasa terganggu. Matanya melotot kearahku. Kesan 'bukan anak nakal'nya mulai luntur dari pikiranku. Aku tetap diam, aku tidak mau menjawabnya, bukan karena aku merasa jengkel dengan apa yang sedang dia lakukan, namun karena aku tidak mau orang-orang mengenalku, apalagi sampai mengetahui siapa aku yang sebenarnya. Aku hanya menatapnya, berusaha untuk mengenali dan menghafal wajahnya.
"Hei !! Siapa namamu ha ? Kau budeg ya !?" Pertanyaan itu lagi, kali ini dengan tangannya yang menarik telinga kananku, aku pikir dia bukan anak baik-baik. Aku tetap diam, mendengarkan deru nafasnya, nafas seorang perokok, aku tahu itu.
"Dasar kau aneh !! Aku akan memanggilmu TULI. Pulanglah !! Merengeklah pada ibumu dan katakan padanya 'Bu, kenapa aku tuli ? apa karena dulu Ayah menyetubuhimu dengan menutup kedua telingamu ? Atau apa karena ayah mengira kalau lubang telingamu adalah lubang yang harus ia masukki ?' , HAHAHA.." . Akhirnya dia melontarkan pertanyaan yang berbeda kepadaku, kali ini dengan tangannya yang menjambak rambutku, kepalaku tertunduk karenanya. Aku tetap diam, berusaha mengenali suara dan nada bicarany. Tidak perlu mengetahui namanya, kini aku sudah dapat mengenalinya, dan itu mungkin akan menjadi sesuatu yang sangat tidak ia inginkan.
"Hei sudahlah !" . Seseorang datang, menarik perokok itu "menjauhlah !!" Tambahnya. Tampangnya tidak seperti orang baik-baik, baunya juga rokok, tetapi aku tidak ingin mengiranya sebagai orang jahat. Siswa yang dari tadi memberiku pertanyaan, akhirnya pergi, tentu dengan satu tamparannya padaku.
"Kau tidak apa-apa ?" Dia menanyaiku, dengan nada seperti dia adalah penyelamatku. Aku hanya menoleh kepadanya, melemparnya dengan senyuman dan tiga anggukan. Lagi-lagi aku tidak mau orang lain mengenaliku.
"Yasudah, apa yang dia katakan tadi, jangan dibawa perasaan ya, dia memang begitu orangnya" perkataanya seperti menepis segala tuduhanku kepada 'siswa nakal' tadi, tapi sebenarnya aku juga tidak menuduhnya apa-apa, aku hanya merasa sedikit tertantang dengan apa yang sudah ia katakan tadi, dan seharusnya dia tidak membuatku merasa tertantang.
"Namaku Rio, aku adalah ketua kelas disini, aku harap kau senang ya di kelas ini" Dia mengajakku berjabat tangan, nada bicaranya menghilangkan kesan 'bukan orang baik-baik' yang ia berikan dari segi penampilannya tadi.
Beberapa saat kemudian, guruku memasuki kelas, pertanda jam pelajaran pertama dimulai.
"Selamat pagi anak-anak. Ibu harap kalian dapat mengikuti pelajaran Ibu dengan seksama. Oh iya, kita kedatangan siswa baru. Danu, silakan maju kedepan dan perkenalkan dirimu" Beliau menyuruhku maju kedepan untuk memperkenalkan diri, apa boleh buat, aku beranjak dari tempat dudukku dan maju untuk memperkenalkan diri.
"Namaku Danu.. Aku..." belum sampai aku menyelesaikannya, "Bukan!! Namanya adalah TULI !! Hahahaha" Si anak tidak baik itu lagi, dia menyela perkataanku dan mengataiku tuli, seisi kelas menertawaiku kecuali Rio, dia tampak memerhatikan aku. Aku mengulang perkenalanku, tidak berharap dia akan berhenti mengataiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danu
HorrorNamaku Danu. Aku memiliki saudara kembar, namanya Dani, tentu dia orang yang baik hanya saja orang lain tidak menganggapnya demikian. Dia sedang dirawat di rumah sakit jiwa, karena orang-orang menganggapnya gila. Aku sempat hampir dikeluarkan dari s...