2. Pelepasan dan Mie ayam

13.4K 1.1K 36
                                    

Aksa membawa seberkas Ijazah di tangannya dan keluar dari kantor Tata Usaha. Berkas-berkas itulah yang nanti akan digunakan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Dia sudah menentukan Universitas mana yang akan dia jadikan menimba ilmu setelah ini.

Rasa-rasanya, Aksa sudah tak sabar menjadi seorang mahasiswa. Secara garis besar, dia sudah tahu bagaimana kehidupan seorang mahasiswa. Bagaimana sibuknya mereka dengan buku-buku tebal setiap harinya. Mungkin kalau masalah itu, Aksa sama sekali tak kaget. Toh dia sudah terbiasa membaca buku-buku tebal milik sang Ayah.

Dia merasa berat sebetulnya untuk meninggalkan sekolah tercintanya ini. Ada banyak sekali kenangan yang tiba-tiba tergali begitu saja dalam ingatan. Karena tidak ingin terjebak nostalgia, dia memutuskan untuk melangkah dengan tujuan menyusuri sekolahnya ini untuk terakhir kali sebelum dia pergi meninggalkan tempat penuh kenangan tersebut.

Melangkah pelan, dia mencoba merekam setiap sudut sekolahnya ini dalam ingatan. Map berisi ijazahnya sudah dia masukkan ke dalam tas punggungnya.

Ucapan memberi selamat juga dia dapatkan dari adik-adik kelasnya. Tapi sayangnya sedari tadi, tidak ada Love muncul di hadapannya.

Benar, Love. Kemana perginya gadis itu? Begitu tanyanya dalam hati.

Satu tahun belakangan ini, dia sudah terbiasa mendapatkan sambutan 'selamat pagi prince Aksa' dari Love dengan tambahan senyuman manis yang khusus gadis itu berikan untuknya.

Dan beberapa waktu terakhir ini juga, setiap istirahat pertama selalu dihabiskannya di belakang sekolah bersama Love di sampingnya.

Tidak... Tidak, tentu mereka belum menjadi sepasang kekasih. Hanya saja, ketika Love tahu tempat 'persembunyian' Aksa, gadis itu tak sungkan untuk datang ke sana hanya sekedar duduk berdua dalam keheningan. Love akan menjadi anak baik dengan menutup bibirnya rapat dan membiarkan prince Aksanya itu konsentrasi dengan buku bacaannya. Karena baginya, begitu saja sudah membuat hatinya senang bukan kepalang.

Kaki Aksa berhenti melangkah saat dugaannya benar. Love ada di tempat biasa sambil menunduk entah melakukan apa. Memutuskan untuk mendekat, pria itu duduk di tempat biasanya tanpa mengatakan apapun.

Love menoleh kearahnya, bibir yang tadinya terkatup rapat itu tersenyum. "Hai." tegur Love. Tak seperti biasa, sapaan gadis itu berbeda kali ini. Bukan lagi 'prince Aksa' seperti biasanya.

Menghela nafas panjang, Love memberikan sebuah kotak berukuran sedang kearah Aksa. "Untuk prince Aksa." katanya. Aksa menatap kotak tersebut dan Love secara bergantian, karena dia merasa dia tidak sedang berulang tahun hari ini. Tak sabar, Love menarik tangan kanan Aksa dan meletakkan kotak tersebut di atas telapak tangan lelaki itu.

"Apa maksudnya ini?" tanya Aksa penasaran.

"Hadiah untuk prince."

"Tapi aku nggak sedang ulang tahun." Love menggeleng dan tersenyum.

"Bukan hadiah ulang tahun. Itu hadiah untuk keberhasilan prince Aksa, dan juga..." Love menelan salivanya susah payah untuk melanjutkan ucapannya. "Perpisahan." ada raut sedih yang tersembunyi dalam wajah ayunya.

Entah kenapa, ketika Love mengatakan 'perpisahan' untuk 'kebersamaan' mereka selama setahun ini membuat perasaan asing menyelinap dalam hati Aksa.

Tak urung, lelaki itu tetap mengangguk dan mengucapkan 'terima kasih' karena Love sudah repot-repot memberinya sebuah hadiah.

"Nggak kerasa ya prince, udah setahun berlalu." Love kembali bersuara. "Dan mengingat ini adalah hari terakhir aku bisa duduk bersama prince di sini, rasanya sesak banget di hati." Love menolehkan kepalanya ke kiri untuk menatap sang pujaan hatinya berada. "Beberapa malam terakhir ini, aku nggak bisa tidur. Ada banyak hal yang mengganggu pikiranku. Dan salah satunya adalah, kemana aku harus mencari hatiku saat orang yang berhasil mencurinya telah pergi."

Blind LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang