Chapter 1. Pertemuan Kedua

98 7 5
                                    

Kerudung itu meliuk - liuk diterpa angin. Sejuk. Bahkan keluh kesah yang tadi sempat terdengar sekarang sudah berubah menjadi ucapan syukur yang berkepanjangan. Bagaimana tidak, ditengah teriknya matahari , Allah mengirimkan angin sebagai tanda nikmatnya tak pernah berhenti Ia berikan kepada umat manusia. Walaupun kadang kita tak pernah bersyukur atas itu.

Gadis berkerudung biru itu mengeratkan tas ransel dipunggungnya dan berjalan lebih cepat. Bukan tanpa alasan, ia harus segera sampai ketempat tujuan dan menuntaskan kebutuhannya hari ini.

Mengajar anak - anak yang kurang beruntung bisa mengenyam bangku pendidikan. Setiap 2 kali seminggu ia akan datang kesebuah pondok ditepi sawah. Pondok itu milik keluarganya yang ia rubah menjadi tempat mengajar yang nyaman dan tenang.
Mengajar anak anak yang kurang mampu itu seperti sebuah kebutuhan untuknya. Ia merasa seperti menemukan dunianya saat bersama dengan mereka. Walaupun ia tak mendapat gaji seperti guru lainnya, tapi setidaknya ia mendapat pahala disisi Allah. Karna pahala Allah itu tidak dapat dibandingkan dengan uang kan?

-----------

Gadis itu masih mengingat dengan jelas bagaimana pertemuan pertama kali mereka dipondok yang sedang ia tuju. Anak anak itu langsung diam saat gadis itu mulai memperkenalkan diri.

"Perkenalkan , nama kakak Maryam Humairah Zahra, kalian bisa memanggil kakak, kak Maryam, kak Zahra atau apapun yang kalian inginkan."

"baik buuk."
Itu memang bukan pertemuan pertama mereka, karna sebelumnya mereka sudah bertemu dibalai adat untuk mendata anak - anak yang kurang beruntung itu. Tapi ia yakin anak - anak itu tidak tau namanya.

Gadis itu tesenyum lalu berkata lagi.
"baiklah, mungkin kalian lebih suka memanggil kakak dengan sebutan ibuk. Jadi kalian bisa memanggil kakak dengan sebutan ibuk okey"

" baik ibuk kakaaak!!"
Baiklah, sepertinya panggilan itu memang pantas , mengingat ia ingin dipanggil kakak dan anak - anak itu ingin memanggilnya dengan sebutan ibuk. ' Ibuk Kakak' kedengerannya tidak terlalu buruk.

-----------

" maaf adek - adek, kakak terlambat" Zahra meletakkan tasnya di meja yang ada disudut pondok .

" iya buk, nggak papa, kami tadi juga main kok. Lagian ibuk nggak terlalu lama kok datangnya. Ini baru jam 2 lewat 15 menit." Dia Lian, Putri Berlian. Murid paling tua di sini. Umurnya 13 tahun. Ia tinggal bersama neneknya dan adiknya Farhan, Farhan juga belajar disini. Ibu mereka meninggalkan Lian dan Farhan , pergi entah kemana sejak ayah mereka meninggal saat Lian berumur 6 tahun dan farhan berumur 2 tahun.

" kalian main apa tadi?" Zahra duduk didepan anak - anak yang juga duduk didepan meja masing - masing. Meja pemberian dari lurah. Mereka duduk dengan tertib saat melihat Zahra datang dengan sedikit tergesa - gesa.
Dipondok ini Zahra mengajar 15 anak, dan berumur antara 8 sampai 13 tahun.

" kami tadi main lompat tali buk, tapi talinya diambil kak Zidan " kali ini yang menjawab Aulia, bocah tembam berumur 8 tahun. Pipinya putih kemerah merahan.

" kenapa kak Zidan mengambil tali kalian?" Zahra menoleh keanak - anak yang berada tidak jauh dari pondok, sedang memainkan tali milik anak - anak.

" tidah tau buk, kata kak Zidan, orang miskin nggak berhak sekolah dan bermain, seharusnya kami bantu ibu dirumaah, tapi kan Farhan sama kak Lian nggak punya ibu, punyanya cuman nenek." Farhan menjawab pertanyaan Zahra dengan jujur dan juga menggemaskan. Hati Zahra sedikit menyendu. Anak sepolos Farhan harus mandiri dan didewasakan sejak kecil. Bagaimana bisa ibunya meninggalkan mereka saat Farhan mungkin belum mengetahui apa itu kehilangan.

" haha, kamu jujur sekali." Zahra mencoba tersenyum hangat sambil mengusap rambut Farhan lembut walaupun hatinya sekarang ingin menangis.. " jadi gimana? Talinya mau kakak minta lagi ke kak Zidan atau kalian ikhlasin aja?"

Senja Menghapus DukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang