Chapter 2. Adam tak Pergi

41 3 0
                                    

“Ya Allah, aku berserah diri kepada-Mu. Tidak ada Zat yang maha Pemurah selain Engkau ya Allah. Berikan kepada hamba petunjuk atas segala kegundahan hati hamba ini ya Allah. Jika memang dia yang terbaik untuk hamba maka dekatkanlah, namun jika bukan dia yang Engkau gariskan untuk hamba maka hilangkan kegundahan hamba ini dan pertemukan hamba dengan yang paling tepat untuk hamba”

Bukankah semua yang terjadi dan yang akan terjadi itu kehendak Allah? Bahkan rezki, kematian dan jodoh juga bagian dari kehendak-Nya? Serahhkan semua kepada Allah, karna Allah tau apa yang terbaik untuk kita walau kadang kita tak menginginkannya.

-------------------------

“ Assalamualaikum adek-adek. Maaf , hari ini kak Adam nggak bisa ngajar kalian ngaji. Tapi kak Zahra bisa kok mengajarkan kalian mengaji hari ini menggantikan kak Adam.” Zahra tau ini tak akan berakhuir bagus, anak – anak pasti akan kecewa. Zahra sangat yakin akan hal itu. Anak – anak sudah sangat dekat dengan adam walaupun baru kenal sebentar. Zahra tak cemburu, bahkan ia senang Adam bisa membantu di pondok ini untuk mengajar anak - anak.

Pagi itu Adam datang kerumah Zahra dan berkata tidak bisa hadir untuk mengajar anak - anak sore ini. Ia akan datang kesekolah lamanya untuk suatu kepentingan. "Bertemu guru lamaku" itu alasan Adam sebelum ia pamit untuk segera pergi. Sepertinya ia tergesa, karna langkahnya terkesan memburu atau hanya perasaan Zahra saja.

" yaaah" semua wajah yang awalnya berseri itu langsung layu, sebegitu dekatkah mereka dengan Adam sehingga tak bertemu sehari saja mereka langsung seperti bunga tak pernah disiram?
"Kok gitu ibu kakak? Kak Adam marah ya soalnya kemaren Farhan nggak mau ngaji duluan?" Farhan sudah ingin menangis. Ia ingat minggu kemaren membuat Adam sedih karna tingkah lakunya.

" nggak kok, kak Adam lagi perlu ke Padang Panjang Han. Kesekolah lamanya, ada perlu katanya. Kak Adam nggak marah kok sama Farhan. Tapi nantik jangan diulangin lagi yaa." Zahra memberikan senyuman terbaiknya agar Farhan tidak jadi menangis.

Farhan mengangguk semangat dan menghapus air matanya yang ternyata sudah turun karna rasa bersalahnya tadi.

" ayo kita mulai ibu kakak, sama siapapun kita ngaji tetap asyik kok. Kan niatnya mau beribadah kak" Lian dengan semangatnya mengeluarkan Al - Qur'an punyanya dan punya Farhan, memberikannya pada Farhan dan mengusap mata Farhan yang berair. " udaah, nggak usah nangis lagi. Nggak ada yang marah kok. Nantik kamu nggak keren lagi kalo nangis."

Zahra tersenyum lagi. Hari ini sepertinya ia akan banyak tersenyum.

Memulai dengan do'a dan mengajar anak anak dengan wajah ceria.

                      -----------------------

Pria tua bersorban itu menyambut seorang pemuda tinggi dengan air mata. Sudah lama sejak sang pemuda melanjutkan kuliahnya di Cairo, mereka tak bertemu.

Adam kembali, ia tak pernah pergi. Kemanapun ia pergi, pasti ia akan kembali. Ia tah pernah pergi, tak pernah meninggalkan pondok ini. Sekolah yang mengajarkannya dulu bagaiman cara mandiri dan cara lebih dekat dengan Allah.

Ia memeluk gurunya erat. Seakan dengan berpelukan itu, rindu akan menguap. Dan ternyata benar. Semua rindu itu hilang. Ia menangis di bahu sang guru. Guru yang tak pernah lelah mengajarkan Adam bagaimana menjadi manusia seperti sekarang.

" assalamualaikum kyai. Apa kabar?" Adam menyeka air matanya saat pelukan mereka terlepas.

" waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatu. Alhamdulillah wasyukurillah saya baik, sehat, dan tambah sehat melihat anak rantau ini pulang dengan gagahnya. Kau berubah, kau sangat berubah." Kyai menepuk bahu Adam. Sebagai tanda bahwa ia bangga dengan pemuda itu.

Senja Menghapus DukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang