Matchmaker_3

1.4K 92 15
                                    

Maddie tengah mengutak-atik email saat Clarri masuk membawa dua piring mi goreng dengan telur mata sapi di atasnya, jangan lupa dua gelas besar jus jeruk.

"Makan dulu." ucap Clarri meletakkan nampan di atas meja. Maddie menghentikan aktivitasnya. Mendekati Clarri dan meraih mi gorengnya.

"Thanks." ucap Maddie mulai menyantap makannya.

"Ada email yang masuk?" tanya Clarrie dengan mulut penuh.

Maddie mengangguk. "Ada tiga email. Aku sudah memeriksanya." ucap Maddie sebelum meminum jusnya.

"Tadi, lo deg-degan kan nabrak dia?" tanya Clarri.

"Banget." ucap Maddie.

"Dia emang cakep banget. Gila, kalau tu cowok naksir gue, gue minta maaf sama lo. Gue pasti nerima dia." ucap Clarri yang mendapat tatapan tajam dari Maddie.

"Apa masalahnya. Lo diem aja, jangankan melangkah maju, diem di tempat aja enggak." ucap Clarri.

"Gue, cuma belum bertindak." ucap Maddie.

"Oh ya, kapan bertindaknya? Tunggu si doi dapet gebetan yang lain lagi."

"Lo tau kan, gue gak pede deketin dia." ucap Maddie frustasi. Ia menyuap mi gorengnya dalam satu suapan besar.

"Lo salah satu admin Matchmaker_Whiterose. Masak iya, comblangin diri sendiri gak bisa." kesal Clarri. Dia kesal, melihat Maddie yang belum juga bertindak mendekati pria idamannya.

"Iya ya, bawel." ucap Maddie. Mereka menghabiskan makanannya dalam diam.

"Yang mana yang akan kita kerjain lebih dulu?" tanya Maddie.

"Ini saja." tunjuk Clarri pada sebuah aplikasi.

"Pria mapan yang tidak punya waktu mencari calon istri sedang ia sudah di desak keluarganya." jelas Maddie.

Clarri mengangguk. "Kita urus dia dulu. Jangan sampai dia bunuh diri apalagi bunuh orang karena ditanya kapan nikah?"

Maddie tertawa. "Kau benar." ucap Maddie.

"Kita cari data perempuan yang sesuai dengan kriterianya. Periksa data-data yang sudah masuk sebelumnya." ucap Clarri.

Mereka terus mencari data-data yang sesuai atau paling tidak mirip dengan kriteria yang di inginkan si klien.

Maddie dan Clarri mencari alamat yang paling dekat dengan tempat mereka, agar mereka bisa survey. Setidaknya, mereka bisa melihat langsung para kliennya untuk mengetahui kebiasaan mereka.

Lewat tengah malam mereka sudah menentukan pilihan. Akhir pekan nanti mereka akan bekerja ekstra.

"Done." ucap Maddie. Ia merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku.

"Hoam." Clarri menguap.

Setelah merapikan berkas-berkas mereka kembali ke kamar masing-masing.

Maddie merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia memejamkan mata, bayangan akan kejadian siang tadi berputar di otaknya.

Gentala Argani Handaru.

Maddie melafalkan nama itu seolah itu adalah mantra tidurnya. Sudut bibir Maddie terangkat, senyuman terukir di wajah cantiknya.

Maddie terlelap, berharap ia akan bertemu kembali dengannya dalam mimpi.

***

Keesokan harinya, Maddie menyiapkan diri sebaik mungkin. Segala doa ia ucapkan saat ia berada di depan cermin.

"Lo harus bisa Maddie." ucap Maddie menyangati dirinya.

"Maddie...buruan." teriak Clarri.

Maddie menghela napas, "You are crazy in love Maddie." ucapnya sebelum keluar dari kamar.

Penampilan Maddie seperti biasanya, rambut ikalnya di gerai dengan kaca mata besar yang membingkai wajahnya. Bukan Maddie tidak mau mengganti kaca matanya dengan kaca mata yang akan membuat kecantikannya terpancar. Atau mengenakan lensa kontak saja.

Maddie menyukai kaca matanya karena itu hadiah pemberian eyang putri sebelum eyangnya meninggal.

Sesampainya di kampus, Maddie menuju toilet. Ia menyisir rambutnya kembali, mengoleskan lipstik berwarna nude di bibirnya. Maddie menyemprot sedikit parfum di leher dan juga punggung tangannya.

Maddie menuju kelas dengan sangat percaya diri. Hari ini ia sekelas dengan Genta. Dan ini adalah awal dari semuanya.

"Hai, apa di sini tidak ada orang?" Maddie mendongak. Di sana Genta tengah berdiri menunggu jawabannya.

Ya Tuhan, ini pucuk di cinta ulampun tiba batin Maddie. Maddie memberikan senyum terbaiknya. "Gak ada, duduk aja kalo lo mau." ucap Maddie.

"Terima kasih." ucap Genta. Ia pun duduk di samping Maddie.

Genta mencium wangi yang sama seperti yang menempel di bajunya kemarin. "Lo...gadis yang kemarin kan?" tanyanya

Maddie menoleh. "Maaf, kemarin gue gak sengaja." ucap Maddie.

Genta tersenyum, "Iya gak apa-apa kok. Gue juga gak ampe patah tulang." ucap Genta bercanda.

Maddie tertawa. "Kalo lo patah tulang, gue dengan senang hati bakal bawain lo buah-buahan." sahut Maddie.

Genta mencebik. "Gue udah patah tulang masak cuma di bawain buah-buahan,"

"Ya, nambah biskuit lah." ucap Madie. Setelah mengatakan itu. Genta dan Maddie tertawa.

Kelas pagi itu terasa menyenangkan buat Maddie. Setelah kelas berakhir, Maddie dan Genta terlibat perbincangan lagi.

"Kelas selanjutnya apa?" tanya Genta.

"Manajemen." jawab Maddie.

"Kelas Bu Endah?" tanya Genta.

"Yupz."

"Oh tidak, bisa ganti dosen gak ya, dia itu bikin ngantuk kalo lagi ngejelasin." keluh Genta.

Maddie mengangguk setuju. "Cepatan sebelum dia menutup pintu kelas," ucap Maddie bangun di ikuti oleh Genta di belakangnya.

"Lo harus ajarin gue lagi, karena gue yakin di dalam kelas nanti gue pasti ketiduran," ucap Genta merangkul bahu Maddie membuat langkah mereka sejajar.

"Iya," sahut Maddie dengan jantung yang berdetak kencang.

Apakah ini awal yang berlebihan?

Ya Tuhan, jangan sampai gue colaps sebelum sampai ke dalam kelas.

***

Alohaaaaaa

Maddie datang lagi

Hope you like it and follo my IG Dewie_sofia

Love you 😚



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Matchmaker (Crazy In Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang