"Are you okay?" tanya gadis berambut panjang setelah di depan lelaki berambut coklat yang tak lain adalah kekasihnya.
Dengan tatapan pilu Sang kekasih menjawab, "Gue hancur." Satu kata yang membuat gadis itu terbungkam sesaat.
Hembusan napas terdengar dari gadis yang kini memberi kekuatan kepada kekasihnya melalui elusan lembut di lengan lelaki itu.
"Ayo masuk." Ajak gadis itu sembari menutup gerbang rumahnya.
Di dalam rumah yang hanya ada adiknya yang sudah terlelap, dua insan itu berdiam diri di ruang tamu yang sangat sepi karena lelaki itu tak kunjung membuka suara, seperti memang sengaja memberi kesempatan untuk Sang kekasih untuk bercerita ia mengelus kembali punggung lelaki yang sedang bertautan memegang kepalanya dengan sesekali hembusan napas kasar terdengar.
"Ibu sama Bapak di mana?"
Gadis itu terdiam sebentar. "Kerja lembur."
Lelaki itu menoleh menatap gadisnya. "Apa gue gak pantes jadi pacar?" tanyanya menatap manik mata gadis yang juga menatapnya.
Gadis itu terdiam sebentar sebelum kedua sudut bibirnya melengkung ke atas. "Jika ada yang bisa melebihi dari kata pantas, kamulah orang itu."
"Gue ngerasa kaya sampah, Del."
Gadis yang di panggil ' Del ' itu masih mempertahankan senyumnya, senyum kehangatan yang membuat siapa pun merasa nyaman di dekat dia, Delisya Gita.
"Mereka lagi?" tanya Delisya yang hanya mendapati anggukan kepala oleh Sang kekasih.
***
Rosyid Ananta atau biasa di panggil Roy adalah lelaki tertampan di Universitas Mangunsius. Berparas bak artis luar negeri Roy yang mempunyai hoby memutar lensa itu berjalan dengan angkuhnya.
Senyum manis yang memperlihatkan lesung di kedua pipinya muncul setelah ia melihat gadis yang amat dicintainya berjalan menghampirinya.
"Morning babe," sapa gadis berambut pirang sembari mencium pipi Roy.
"Morning too baby." jawab Roy sembari merengkuh gadis yang terlihat modis dengan high heels dengan tinggi sekitar tujuh centimeter.
"ICA!!" teriak gadis itu ketika melihat sahabatnya dibalik Sang kekasih yang masih di dalam pelukannya.
Gadis yang di panggil ' Ica ' lantas berjalan mendekati sepasang kekasih itu.
"Hai,Bel. Hai, Roy." sapanya setelah berdiri tepat di antara dua insan yang sering dijuluki ' perfect couple ' dengan senyum yang mengembang.
"Hai,Ca," sapa Roy kembali.
Delisya menoleh sesaat ke arah Roy kemudian ia kembali fokus ke sahabatnya yang lebih tinggi darinya itu.
"Kalian berdua setiap hari semakin romantis aja." ujar Delisya tulus.
"Ye namanya juga orang pacaran," jawab gadis yang sudah bergelayut di lengan Roy, "iya kan, baby?" Roy menoleh ke arah kekasihnya kemudian ia mengangguk pelan.
Delisya masih mempertahankan senyumnya, "semoga kalian langgeng dan bahagia,"
Mereka menganggukan kepala sembari mengamini di dalam hati.
"Oh iya, Ca. Minggu depan gue bakal tunangan."
Delisya terlihat sangat terkejut akan hal itu, secepat itukah sahabatnya saling terikat? Tidak disadari air matanya berjatuhan mengenai kemeja putih yang ia pakai.
"Ca, kok nangis?" tanya Bella sahabat Delisya dan kekasih Roy.
Delisya menghapus air mata mengunakan punggung telapak tangannya dengan cepat, "Aku terharu." jawabnya setelah itu ia mendapat pelukan dari Bela.
"Terima kasih, Ica. Berkat lo, gue sama Roy bisa bertemu dan bersatu."
Delisya menatap Roy yang juga menatapnya tak berkedip. Delisya memberikan senyum handalannya kepada Roy.
"Tuhan-lah yang udah merencanakan ini semua." jawab Delisya dengan tenang.
***
"Sory." ujar lelaki di depan gadis yang sedang menutupi sebagian wajah cantiknya.
"Sory, Ca." ujar yang masih tidam mendapati tanggapan.
"Delisya ... Sory," katanya kembali penuh dengan penekanan.
Delisya menoleh dengan air mata yang kini berjatuhan kembali, "Boleh aku peluk kamu?" tanyanya yang mendapati persetujuan.
Delisya memeluk lelaki yang sudah menjadi kekasihnya selama lima tahun lebih itu, menghirup dalam-dalam aroma yang selama ini menjadi candunya. Semakin erat pelukan itu ia lakukan, semakin membuat belati itu menghunus di dalam hati gadis yang kini memejamkan mata berharap semuanya adalah mimpi.
Delisya melepaskan pelukan mereka, "Aku ikhlas. Pergilah." ujarnya dengan senyum yang selalu ia berikan. Senyum yang mampu membuat siapa pun merasa bersalah telah menyakitinya.
"Sory, Ca."
"Ini bukan kesalahan kamu, Roy. Aku ikhlas mengakhiri hubungan ini."
"Maaf, Ca." Roy bersimpuh di antara lutut Delisya.
"Bangun, Roy. Aku udah maafin kamu."
"Maaf, Ca."
Hanya kata ' Maaf ' yang hanya mampu diucapkan olehnya. Ucapan yang sangat ringan untuk diucapkan namun sangat berat untuk melupakan kesalahanan yang terjadi.
"Marahin gue, Ca!" bentak Roy menggoyangkan kasar kedua tangan Delisya.
"Pukul gue, Ca!" Roy memukul wajahnya sendiri menggunakan tangan Delisya yang hanya terdiam itu.
"Keluarin semuanya, Ca!" Gadis itu masih diam berkutik sebelum hempasan tangan ia lakukan.
"BILANG SAMA AKU KALO INI CUMA MIMPI ROY!! BILANG SAMA AKU KALO INI CUMA PRANK KARENA BESOK AKU MAU ULANG TAHUN! BILANG ROY! BILANG!JANGAN CUMA DIAM AJA!!" pekik Delisya sembari menggoncangkan kedua lengan Roy yang hanya diam.
Tangisan Delisya pecah saat itu juga, "AKU RELA KAMU DUAIN AKU RELA PURA-PURA JADI SAHABAT KAMU DAN BELLA. DUA PULUH EMPAT JAM PINTU RUMAHKU TERBUKA CUMA BUAT KAMU CURHAT TENTANG BELLA YANG SELALU MENCAMPAKAN KAMU! LIHAT ROY! LIHAT; BETAPA CINTANYA AKU SAMA KAMU!" lanjutnya.
Hembusan napas Delisya tidak teratur karena emosi yang ia pendam selama enam bulan itu diungkapkan. Tangisan memilukan yang mampu mengorek hati Roy dan membuat rasa bersalah kepada gadis yang mendengarkan semuanya dari balik pohon tak jauh dari taman, tepat di mana Roy dan Delisya bertengkar.
Delisya mengusap ingusnya dengan sesegukan ia tertawa renyah. Delisya menepuk bahu Roy. "Semoga kalian langgeng dan bahagia. Aku pamit."
Setelah berkata seperti itu Delisya berlari sekencang tenaga meninggalkan Roy yang beberapa saat terdiam sebelum ia tersadar apa yang ia lakukan dan mengejar Delisya yang sudah keluar dari gerbang kampusnya.
Roy menambah kecepatan berlarinya saat Delisya hendak menyebrang. Kedua bola matanya melotot sempurna, jantungnya seperti berhenti berdetak, napasnya tersendat saat ia melihat tubuh Delisya berguling di aspal setelah terbrak oleh mobil sedan yang sudah melarikan diri.
Dengan cepat Roy menghampiri Delisya yang terlihat menahan kesakitan. Roy membawa kepala Delisya di pangkuannya, ia dapat melihat darah segar membasahi celana jeans dan kemeja putih yang sedang ia gunakan.
"Ca bangun, Ca!" Roy menepuk kedua pipi Delisya saat gadis itu hendak menutup matanya.
Kedua sudut bibir Delisya tersenyum perih yang juga menahan sekujur tubuhnya sudah mati rasa.
Dengan bergetar Roy mencium kening Delisya, "Kita putus." lirih Delisya yang membuat dunia Roy berhenti berputar saat ia mengecek nadi Delisya berhenti berdenyut.
"ICA!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT
Short StoryKumpulan cerita pendek kisah percintaan. Murni dari imajinasi aku. happy reading (: