Kyle's POV
Irisku menatap ke kedalaman iris matanya yang sebiru Samudera Atlantik itu.
Aku tidak ingin mengedipkan mataku, aku takut gadis itu bakal menghilang dalam sekejapan mata.
Jadi, aku masih terus menatapnya setelah sampai di depan pintu kafe.
Menyelami mata gadis itu.
Lady Bird.
Aku sempat dengar-dengar kalau dia memang sekolah di New York--tentu saja dia tidak pamit denganku setelah kami putus--tetapi yang tak kusangka adalah langsung bertemu dengannya.
Aku mendorong pintu kaca di depanku, lalu memesan secangkir masala chai. Aku sedang tidak ingin minum segala sesuatu yang berbau kopi.
Jantungku memompa darah dengan cepat, tak selaras dengan langkahku yang lamat-lamat berjalan ke arahnya.
Aku tidak tahu itu perasaanku saja atau bukan, tapi dia kelihatan lebih memukau dari sebelumnya, dari setahun lalu di Sacramento.
Saat aku mencapai mejanya, Lady Bird sedang mengetuk-ngetukkan jemarinya yang lentik itu di meja dengan irama yang berantakan dan tidak konstan.
Matanya memutus kontak dengan mataku, kembali menghadap ke luar jendela. Ke arah hiruk pikuk dan luar biasa banyaknya orang yang tumpah ruah di jalanan metropolitan ini.
Dia mengenakan kemeja tanpa lengan yang manis dan tas selempangnya berada di atas meja di depannya.
Melangkahkan kakiku ragu-ragu, aku mendudukkan tubuhku di depannya. Gitar yang kubawa kusandarkan di sebelahku.
Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi seorang pramusaji datang ke meja kami--ngomong-ngomong aku tidak percaya bisa mereferensikan aku dan dia sebagai kami lagi--dan meletakkan secangkir minuman di depan Lady Bird.
Sepertinya, mendengar suara meja yang beradu dengan tatakan cangkir membuatnya mengalihkan pandangan dari jendela.
"Terima kasih." ujarnya kepada pramusaji dengan senyum kecil yang manis.
Pria itu hanya mengangguk dan berlalu.
Aku mengamati jemarinya yang meraih pegangan cangkir, lalu membawanya ke depan bibirnya.
"Hai," sapaku akhirnya.
Dia menyeruput cairan berwarna cokelat itu. Aku tahu dia sedang serius menikmati minuman yang dicecap indra perasa itu, jadi aku diam saja, menopang dagu dan mengamatinya.
Aku tahu, Lady Bird punya apresiasi tersendiri terhadap kopi--ya, aku tahu gara-gara aromanya yang menguar itu, sebab bagaimanapun juga dia pernah kerja paruh waktu di kafe dan berpengalaman tentang hal itu.
Lady Bird membawa cangkir itu turun ke atas meja.
Dia berdeham sekali, lalu balas menyapaku.
"Hai juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
afterthought
Fanfic| A Lady Bird Fanfiction | Contain some spoiler, better watch the Lady Bird movie first--that's the point about read a fanfiction, anyway. [PG-15] | Di sebuah kejadian musim semi yang dirancang sang takdir, mereka menyadari sesuatu bahwa 1) mungkin...