Sabda dan Garda

58 16 6
                                    

Media: Sabda (Yamazaki Kento)

Bab 3. Sabda dan Garda

"Lin! Lintang!"

Mendengar panggilan temannya di meja belajarnya, gadis itu menggeleng. Mengerjapkan matanya berulang kali melihat dirinya kini sudah berada di dalam kelas XI IPS 1. Bukan di luar asrama perempuan yang barusaja ia tempati beberapa detik lalu. Ia menoleh ke belakang. Halaman koridor sekolah. Bukan kamar-kamar asrama di antara batang pepohonan. Tidak ada orang-orang memakai jubah berwarna hijau. Tidak ada. Matanya melirik pakaian jubah merah yang dikenakan sebelumnya, lenyap tak terduga. Ia mengusap wajahnya kasar, mengembuskan napas berat.

Lega. Satu kata yang kini dapat mengungkapkan seluruh isi hatinya. Pikirannya begitu kacau saat tahu dirinya tiba-tiba berada di dalam kelas. tapi kali ini Lintang tidak peduli. Perasaannya begitu senang dan bersyukur kembali ke dunia aslinya. Sekolah aslinya, dan kota aslinya. Jakarta. Bukan dunia aneh dan tidak jelas sebelumnya. Bibirnya mengembang senyum, berlari menuju meja belajarnya, memeluk temannya erat.

"Eh-eh. Lo kenapa, Lin?" tanya teman Lintang bingung melihat temannya begitu memeluknya erat, bahkan menangis. "Lo kenapa? Cerita ada apa? Ada masalah di rumah?"

Lintang menyeka mata, meregangkan pelukannya, "Gue ada di Jakarta, kan? Gue di kelas IPS satu yang somplaknya gak ketulungan itu, kan? Bener kan, Rin? Karin jawab, elah.."

Karin, teman semejanya itu tertawa, "Lo kenapa sih, Lin? Ini Jakarta, Indonesia. Bukan negara Perancis dan kota Paris. Kenapa? Lo mimpi buruk, heh?"

Lintang tersenyum bahagia, kembali memeluk Karin lebih erat. "Makasih, Tuhan, gue masih bisa hidup di dunia yang fana ini."

Fana. Lintang teringat sesuatu dengan kata Fana. Tiba-tiba ia ingat akan Garda, Nenek Seraphine, Bibi Rose, Lily, Bass, dan orang-orang yang berada di Kerajaan Arunika. Garda pasti sudah menunggunya lama di depan gerbang sekolah. Hatinya melengos, menyesal tidak dapat bertemu untuk membalas semua kebaikan mereka. Tapi Lintang tetaplah Lintang, gadis itu lebih memilih hidup di kota Jakarta bersama semua yang telah ia lalui tanpa adanya kejadian aneh seperti sebelumnya. Selintas ia merasa kebingungan, mendapati dirinya sudah berada di ambang pintu kelas.

"Rin,"

"Hm?"

"Lo liat gue ada di depan pintu kelas?" tanya Lintang curiga.

Karin mengangguk yakin, "Kayak biasa. Emang selain pintu, lo suka masuk lewat jendela, gitu?"

Lintang mendengus, "Masalahnya, lo liat gue jalan apa gimana, gitu?"

"Gue gak merhatiin, sih. Yang jelas, lo tiba-tiba aja ada di pintu kelas. Kayak habis dikejar mantan."

Mendengar jawaban Karin, Lintang kembali berpikir keras. "Apa barusan gue pindah dimensi? Apa portal dunia lain? Gimana caranya?"

Karin berdecak, "Lo kenapa, sih! Aneh banget. Efek ditolak terus Kak sabda jadi gini. Ngeri-ngeri."

Lintang mendengus, melirik ke arah pintu kelas. Matanya menatap tajam pintu itu. Berkonsentrasi penuh. Berpikir bahwa pintu adalah kunci portal dirinya bisa masuk ke dimensi lain. Sampai di detik ke lima, seorang wanita berkacamata muncul tiba-tiba membuat konsentrasinya buyar. Ia mencebik sebal, mengetahui jam pertama kelasnya adalah matematika. Musuh sejatinya.

*

Jam istirahat telah tiba, begitu banyak siswa keluar berhamburan dari dalam kelas seperti pasukan lebah yang barusaja keluar dari sarangnya. Di antara semua siswa itu terdapat Lintang dan Karin. Mereka berjalan menuju kantin sekolah, tempat dimana sumber kebahagiaan semua siswa saat menemukan hiburan dari rasa suntuk selama belajar di kelas.

NALA: The Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang