BTS #2

56 1 0
                                    

♡ Mulmed is Lintang♡

YOUR VOMMENTS IS PERFECT FOR ME

HAPPPY READING

‹•.•›

Bip...Bip...Bip

Aku angkat telepon yang menggangu tidurku. Siapa yang menelponku pagi buta begini. Oh ayolah aku masih mengantuk.

"Halo"
"Siapbos wait a minute"

Kataku langsung menyambar handuk dan bergegas mandi. Hari ini aku ada presentasi project-ku untuk kerja sama cafe tempatku bekerja dan aku sudah telat. Ya bagus sekali.

Aku bekerja di sebuah cafe yang bisa dibilang cukup populer, awal mula aku bekerja di cafe ini adalah saat aku melaksanakan proyek pembuatan film salah satu naskahku. Untungnya pemilik cafe ini bersedia tempatnya aku bongkar pasang dan ya jadilah cafe dengan interior yang bisa dibilang Zaman Now banget ditambah dengan tempat yang booming akibat film tadi. Sejak saat itulah cafe ini menjadi banyak pelaggan dan karena pemiliknya tidak merekrut pegawai lagi untuk membantunya, Ia nenawarkan aku untuk bekerja disini.

Oh ya, sebenarnya ini bukan pekerjaan utamaku. Masih ada satu pekerjaan sebagai penulis yang sudah aku geluti selama kurang lebih 3 tahun. Sebenarnya tulisanku tidak dibatasi oleh genre, namun aku lebih berfokus pada cerita menye-menye atau kalian biasa sebut romance.

"God job Tang, kamu memang tak pernah mengecewakanku" ujar Dara, pemilik Cafe sekaligus bos-ku.
"Ya itu aku" kataku sambil terkekeh pelan, klein yang aku temui hari ini puas dengan presentasiku dan setuju untuk bekerja sama dengan cafe ini.

"Bagaimana kuliahmu Tang?" tanyanya

"Ya seperti itulah, dateng belajar pulang kerja pulang belajar istirahat" sahutku sambil membereskan meja-meja yang kotor.

"Kamu gak bosen apa? Aku yang liat aja udah bosen sama kegiatan kamu yang monoton itu. Oh ayolah kau tau maksudku Tang, kamu harus keluar dari lingkar masa lalu. Jangan sampai kekecewaanmu membuat kamu menutup hati" selalu seperti ini. Aku pun bosan Ra dengan ini semua. Tentu saja aku hanya membatin.

Aku hanya mengedihkan bahu dan kembali melanjutka pekerjaan. Bukan apa-apa aku hanya tidak suka membahas topik yang sangat sensitif ini.

"Aku bicara dengan siapa sih ini" sahutnya kesal.

"Dara kamu gak akan tau, yang sulit dari bagian masa lalu itu bukan melupakannya tapi membangun apa yang sudah hancur di masa itu. Aku masih berjuang membangun reruntuhan itu dan itu butuh waktu" sahutku dengan sedikit kesal.

"Iya aku tahu Tang, aku sebagai sahabat mau kamu membangun kembali reruntuhan itu tidak sendiri you know lah maksudku" katanya jail

"Sudah-sudah kembali bekerja" kataku
"Hey bosnya itu aku atau kau" Teriaknya

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore . Awan sudah menunjukkan jingganya.

Senja

Bagaimana aku mendefinisikan senja? Sesuatu yang ditunggu? Kepergian yang tak diinginkan? Atau makna indah dari perpisahan?.

Entahlah apapun definisi senja, dialah yang membuat hariku berwarna, menyadarkanku dari makna rela atas kepergiaan seorang yang dulunya aku puja.

Aku terdiam di taman kota sembari menghabiskan waktu dengan senja. Jika sedang seperti ini aku jadi teringat arti dari surat Ar-Rahman; Maka nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan?.

"Sedang bernostalgia di ruang rindu nona?" tanya suara di sampingku. Aku pun menoleh

"Siapa? Aku?" tanyaku sembari melihat sekeliling, barangkali dia berbicara dengan orang lain.

"Ck, siapa lagi disini? Kau pikir aku berbicara dengan pohon itu, hah?" kata dia dengan urat dileher.

"Hey, biasa saja kau ini. Siapa yang sedang bernostalgia. Dasar peramal gadungan" kataku lalu bangkit.

Siapa dia sok kenal sekali.

"Hey...hey.. memangnya tampangku ini tampang paranormal apa?!!" teriaknya yang masih bisa aku dengar.

"Dasar gila" gerutuku.

‹•.•›

Keesokan harinya aku sudah siap-siap pergi ke kampus. Aku pergi dengan mengendarai sepeda motor pembelianku.

Sesampainya di kampus, aku langsung menuju perpus untuk sekedar membaca novel sebelum waktu pelajaran tiba.

Setibanya di perpus, keadaan disana hanya sunyi senyap. Yaiyalah orang bodoh mana yang dengan pintarnya membuat kegaduhan disini? Ha ha.

Saat aku ingin mengambil buku yang ada di rak paling atas. Ada tangan besar yang membantuku mengambilkannya.

"Terimak-Kauu??" kataku terkejut.

Dia pemuda yang kutemui di taman kemarin. Mimpi apa aku ini bertemu dengannya juga.

Dan, oh my god kita satu kampus?

"Oh hey, nona patah hati" jawabnya riang gembira. Apa dia bilang nona patah hati? Ck.

"Hey sembarangan, siapa yang kau maksud patah hati disini heh?" kataku dengan sedikit lantang.

"Santai sedikit nona ini perpustakaan kau mau diusir eh? Lagipula aku memang tau kau sedang patah hati perempuan senja" katanya sambil menyerahkan novel yang diambilnya tadi.

"Dasar manusia gila" dan kemudia aku berbalik untuk membaca novel tadi. Sial. Inimasih pagi dan mood ku sudah hancur.

"Heh nona patah hati!! Aku tau ini Zaman modern tapi jangan sampai lupa sederhananya kata maaf dan terimakasih. Ayo minta maaf padaku sudah mengatai manusia gila dan terimakasihlah padaku kalau tidak ada aku kau tak akan membaca novel itu heh. Dasar pendek" cerocosnya saat aku sudah membaca novel itu.

"ck maaf dan terimakasih. Kau sendiri juga mengataiku dasar tuan pamrih" sahutku kesal

"Hey itu kenyataan dasar nona patah hati"

"sudah aku katakan siapa yang patah hati weh?"

"lalu bisa kau dijelaskan maksud perempuan yang duduk sendirian melamun menikmati senja? Bukankah senja identik dengan perpisahan sepaket beserta kenangannya huh?" katanya yang membuatku mati kutu.

" tau apa kau tentang senja huh? Dasar tuan sok tau"
"Oh hey, aku ini punya nama. Perkenalkan namaku Gavin Anggara" katanya sambil menarik paksa tanganku untuk berjabat tangan.

See. Sok tau, sok kenal, sok akrab, dan sok sok yang lain, tapi ganteng. Aih, aku tarik kata-kata terakhirku tadi.

"Siapa yang peduli dengan namamu heh?"

"Dasar kau ini wanita beruntung bisa berjabat tangan denganku seharusnya kau berterimakasih. Ayo, berterimakasih!!"

Aku berdecak, kemudian pergi meinggalkan perpustakaan. Bisa gila aku jika masih berada disana.

Behind The SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang