Bab 2

308 9 4
                                    


1

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

1

Ardian seperti telah melewati jalan panjang. Padahal tak lebih dari dua jam perjalanan dari apartemennya di Bandung. Mungkin karena kabut yang turun selepas hujan. Sehingga pukul empat sore sepertinya matahari sudah tenggelam.

Dia menemukan villa yang ditujunya dengan mudah, setelah melewati perkebunan teh Ranca Bali. Tak seberapa jauh dari Desa Ranca Suni.

Villa yang di kelilingi pepohonan pinus tak jauh dari bukit teh. Jauh dari perumahan penduduk. Tapi inilah yang diinginkan Ardian.

Di mengeluarkan gantungan kunci berisi 3 anak kunci berbeda. Satu untuk gerbang, satu untuk pintu rumah, dan satu lagi untuk kamarnya.

Ardian belum pernah ke villa itu sebelumnya. Tapi Pak Robby dan Ridwan pernah mengirim video bagian luar villa itu. Jadi dia merasa deja vu saat membuka pintu pagar.

Satu-satunya yang di luar perkiraan Ardian adalah udara yang lebih mengigit dari bayangannya. Bahkan jaket kulitnya seperti tidak mampu menahan udara di sekitar villa.

Itu sebabnya, usai memarkir motor, Ardian ingin buru-buru masuk ke bangunan berbentuk rumah kuno itu. Dia membuka pintu yang terkunci, lalu begitu terkuak daun pintu, Ardian terdiam sesaat.

Ardian tertawa sendiri sambil menggelengkan kepalanya. Isi villa itu banyak dipenuhi benda dari kristal. Persis di kantor Pak Robby. Sebenarnya sangat tidak sesuai dengan desain bangunannya.

Pasti orang yang mendesain ruangan ini pun kerja di bawah tekanan, pikir Ardian.

Ardian membuka jaket kulit yang membungkus tubuh atletisnya. Meletakkan jaket dan tas di atas sofa sambil berjalan masuk menelusuri isi villa. Kamarnya yang menghadap ke timur, dapur sekaligus ruang makan yang lemarinya dipenuhi makanan, dan di bagian belakang terdapat sebuah studio lukis. Sudah lengkap diisi beberapa kanvas kosong yang siap dilukisnya.

"Pokoknya tinggal datang, dan semua perlengkapan di studio sudah disiapin. Bukan cuman studio. Pakaian dalam ukuran elo juga udah disiapin!" kata Ridwan yang menjadi penghubungnya dengan Pak Robby.

Ardian masih asyik melihat studio lukis ketika ponselnya berbunyi nyaring. Dia bergegas kembali ke ruang depan, meraih jaketnya, dan mengambil ponsel di saku jaketnya.

Panggilan video call. Kali ini dari Ridwan. Ardian menerimanya.

"Hai, Bro! Sudah sampai nih kayaknya," sapa pria berambut gondrong ala seniman 1990-an.

"Iya. Baru. Ini mau istirahat dulu."

"Oke. Silakan. Jangan lupa kabari si Bos. Besok gue ke sana ya!"

Percakapan diputus. Ardian memandang ponselnya, lalu ke arah jaket yang tergantung di hanger kayu. Kepalanya menoleh ke tas yang masih tergeletak di sofa.

Ardian mengingat menit-menit dia masuk ke villa ini. Bukankah dia meletakkan jaketnya dekat tas? Siapa yang menggantung jaketnya?

Brak!

Rintihan KuntilanakWhere stories live. Discover now