Bab 3

277 9 11
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


1

Ardian terbangun beberapa jam setelah matahari terbit di timur. Dia terlalu malas untuk bangun pagi. Apalagi setelah bekerja dengan cat minyaknya di atas kanvas semalaman. Dan dua gelas kafein.

Dia melakukan rutinitas seperti di apartemen. Membilas tubuh, membuat makanan, dan mengisi perutnya sambil membuka laptop. Dia menonton beberapa video berita terbaru karena malas membaca. Ada tentang sepakbola, Palestina, dan yang mengejutkan berita tentang dirinya meskipun sekilas.

"Model cantik Elfanti dikabarkan putus dari pelukis yang karya-karyanya tengah hits, Ardian Syahfikry. Keduanya masih sulit dikonfirmasi. Elfanti masih belum pulang dari peragaan adibusana di Singapura. Sementara Ardian menghilang dari apartemennya di Jakarta dan Bandung, entah kemana...."

Ardian tersenyum kecut. Tiba-tiba nama Elfanti terlintas di benaknya. Padahal dia sudah berhasil melupakan gadis cantik itu selama beberapa hari belakangan.

Ardian menyeruput kopi pertamanya hari ini. Langkahnya diarahkan ke ruang studio.

Sebuah lukisan belum selesai tampak di atas kanvas seukuran jendela. Lukisan seluruh badan sosok gadis yang sedang tersenyum di sudut kamar. Bagian detailnya belum beres.

Dan Ardian terhenyak ketika menemukan sebuah kata di lukisan itu. Tepatnya di bagian dinding di dekat sosok gadis tersenyum. Tidak! Dia tidak pernah menorehkan kuasnya dengan kata itu.

Hai

Selama menjadi pelukis profesional, dia tak pernah membuat satu suku kata pun di lukisannya kecuali tanda tangannya.

Tulisan itu dibuat dengan cat merah. Tampak sengaja agar terbaca Ardian.

Siapa yang berani melakukan ini? Ardian bertanya dalam hati. Mang Wawan? Tidak mungkin!

Suara pintu penghubung terbanting, membuat pikiran Ardian teralihkan. Dia menuju pintu penghubung. Ternyata Mang Wawan terlihat tengah bersiap mencuci piring kotor bekas Ardian makan, dan peralatan memasak.

"Pagi, Mang. Sendirian?"

"Eh iya. Mau dibuatin kopi?"

"Udah. Eh, Mang, di sekitar sini ada orang lain yang tinggal?"

"Kalo di rumah ini mah nggak ada. Tetangga ada. Tapi jauh di bawah sana. Di dusun Mamang tinggal."

"Tapi tempat ini aman, kan? Nggak ada orang yang berani masuk. Tentu selain Mamang."

"Insya Allah Aman. Orang sini nggak ada yang berani ke villa ini. Ya paling juga lewat di jalanan. Kalau masuk ke dalam pagar mereka nggak akan berani. Kenapa memangnya?"

"Nggak ada apa-apa."

Mamang berusaha tersenyum, sambil kerja.

"Jadi Mamang ke sini jam berapa aja?"

Rintihan KuntilanakWhere stories live. Discover now