"Bahkan setelah bertahun-tahun, kamu masih sama dengan tawa ceriamu yang menghangatkan hatiku."
-Rei-
***
Debaran jantung itu masih sama, dengan ritme yang begitu cepat tanpa bisa dikendalikan. Jujur, Rei pikir perasaan itu sudah lenyap ia bunuh. Nyatanya tidak. Masih sama. Bahkan dengan ritme yang lebih cepat.
Sudah lewat hampir 5 tahun, kenapa tidak lenyap juga?
Lihat wajah itu, masih tidak berubah, begitu manis, lucu dan tentu saja cantik. Sama seperti dulu. Senyumnya yang manis, tatapannya yang polos dan rambut yang di kucir asal. Benar-benar membuat Rei terpanah.
"Kak Rora ngambil permen aku kan lagi? Balikinnn!" Seorang anak perempuan berumur 7 tahun menatap garang Aurora. Anak pemilik cake shop ini.
Aurora dulu cukup dekat dengannya, cukup dekat sampai mereka sering bertengkar. Perempuan itu menyengir, menunjukkan lidahnya yang menempel sebuah permen.
"Hehehe. Udah kakak makan." Katanya dengan polos.
"Aku aduin ke Mama! Dasar kak Rora pencuri permen!" anak perempuan itu nampak kesal, membalikkan badannya dan pergi entah kemana.
Lagi-lagi gadis itu menyengir. "Habisnya dia letak di situ sih permennya, yaudah Rora ambil."
"Kamu gak berubah ya?" tanya Rei dengan senyum tipis.
"Hehehe,"
"Sekarang aku benar sadar aku kangen sama kamu," kata Rei dengan serius namun dengan wajah santainya. Laki-laki itu memegang bibir gelas sambil tersenyum kecil.
"Ya iya lah, kangen!" seru gadis itu dengan berapi-api. "4 tahun lebih gak jumpa. Gimana gak kangen?"
Rei tersenyum.
"Tau gak sih kak, Rora tuh mau nyusul kakak ke Singapura, tapiiii, Anta ngelarang. Katanya kayak gini Kamu ke mall aja sering ngilang, gimana mau ke Singapura? Bisa-bisa kamu di culik!" katanya menirukan suara dan wajah datar Antariksa.
Suasana cake shop itu tidak terlalu ramai, hanya ada satu-dua orang yang sedang asik mengobrol. Mereka berdua duduk di dekat jendela, ditemani hujan yang mengguyur kota bandung.
Dulu, Rora sempat bekerja disini selama 3 bulan. Lalu entah kenapa ia kembali lagi, hanya sekedar ingin menyapa. Namun entah takdir apa ia malah bertemu dengan Rei.
"Kak Rei gak kangen sama Rora?"
Rei menengguk minumnya. "Kangen,"
"Terus kenapa gak pernah menghubungi Rora?"
Karena... astaga, kenapa sih perempuan ini susah mengerti kalau gue sedang mencoba move on dari dia!
"Sibuk, Ra." Sahut Rei dengan kalem.
"Sesibuk itu sampai gak bisa menghubungi adiknya yang manis ini?" tanya gadis itu diiringi tatapan protes.
Rei menghela napas. "Gue gak pernah anggap lo adik, Ra."
Sedetik kemudian, perempuan di depan Rei itu mengerutkan keningnya tidak mengerti. Matanya berkedip beberapa kali. Bibirnya terbuka ingin mengatakan sesuatu, lalu kembali terkatup dan ia kembali mengunci rapat mulutnya.
"Bukan begitu," sahut Rei setengah panik karena kelihatanya Aurora salah paham.
"Kak Rei gak sayang Rora?"
"Sayang, kok. Sumpah. Kakak sayang banget sama kamu," ujarnya dengan cepat, lalu menambahkan dalam hati terlalu sayang, Rora. Maybe, it can be called loved.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fade Away
Teen FictionSPINN OFF PROTECT Rei pikir ia akan terjebak dengan perasaan cinta itu kepada Aurora. Perasaan yang harusnya tidak ada di antara mereka berdua yang selalu menyebut dirinya kakak dan adik. Mampukah Rei menghilangkan perasaan itu? Bahkan ketika seora...