ADEGAN V

25 1 0
                                    

DI ATAS PANGGUNG TERDAPAT DUA KURSI DAN DUA MEJA DILETAKKAN BERJARAK DUA METER SATU SAMA LAIN. SATU KURSI DIDUDUKI SEORANG LAKI-LAKI, SATU LAINNYA OLEH SEORANG PEREMPUAN. PANGGUNG SEOLAH TERBAGI DUA RUANG YANG BERBEDA. LAMPU MENYOROT SI LAKI-LAKI.
SAPTO : Perempuan yang tiga tahun lalu tak sengaja kulihat menggigil kedinginan di dalam mushola terminal. Perempuan yang makannya begitu lahap saat itu, padahal hanya kuberi sepotong roti. Perempuan yang menggemari teh tanpa gula hingga aku ikut-ikutan menggemarinya. Perempuan yang lantas mengisi hari-hariku. Perempuan yang kukasihi sedemikian tak terukur. Pagi itu, aku sebenarnya sudah memilih kalimat paling halus. Aku tidak mau melukai hatinya. Tapi sehalus apapun, bukankah aku tetap melukainya? Mataku menangkap air matanya jatuh. Aku tiba-tiba menjadi laki-laki brengsek. Aku tiba-tiba begitu pengecut. Ada rencana besar kusembunyikan darinya karena memang ini bukan tentang ia. Pagi itu, kuceritakan semua karena aku tak sanggup lagi membesarkan hatinya tiap kali ia membicarakan keinginannya untuk membangun keluarga denganku.
LAMPU KEMUDIAN MENYOROT SATU KURSI YANG DIDUDUKI SEORANG PEREMPUAN.
SEKAR : Apa karena aku pelacur? Hm? Sehingga ibu tidak mengijinkan aku menjadi ibu dari anak-anakmu? Pagi itu dia mengatakan hal peremuk dadaku. Bagaimana tidak, ialah seseorang yang memulangkan duniaku, lelaki yang mengantarku bertemu Tuhan setelah sekian lama, yang sialnya harus memenuhi permintaan ibunya untuk menikah dengan perempuan baik-baik. Iya, perempuan baik-baik jebolan pondok pesantren ternama. Perempuan yang lebih baik dari seorang penjual donat yang dulunya seorang pelacur.”
SAPTO : Ibu belum mampu memahami kehidupan Sekar, karena itu ibu takut saat aku menceritakan. Tidak ada yang kututup-tutupi. Aku sungguh berharap ibu bisa menerimanya. Tapi semua tidak semudah bayanganku. Ketakutan ibu menjadi-jadi, ibu takut aku akan menghamilinya lalu kawin lari. Seminggu setelah perkenalan Sekar dengan Ibu, aku malah diminta meminang gadis pilihannya. Bibit, bobot, dan bebet. itu dasar harus ada dalam pernikahan, kata ibu. SEKAR, bukan hanya kau yang patah.
SEKAR : Pernikahan… laki-laki yang kukasihi pagi itu mengabarkan pernikahannya. Sayang, tidak denganku, melainkan dengan perempuan lain. Pernikahan… Bisakah kau menjelaskan padaku seperti apa pernikahan itu? Seperti apa bentuknya? Seperti apa rasanya? Apa dia manis? pahit? Asam? Apa dia nyata atau utopia? Katakan padaku,
SAPTO : Pernikahan adalah sakral. Ini lebih dari kau membeli kucing lalu merawatnya. Ada tanggung jawab disana, tapi tidak sekecil itu. Ada nilai yang mengikat hidup, ada penaut, ada janji yang kau buat dengan Tuhan.
SEKAR : (TERTAWA) “Aku ini bekas pelacur. Anak-anak kemiskinan yang dijual ketika ayahnya butuh uang. Bagaimana aku bisa memaknai sebuah pernikahan sementara ada benih ratusan laki-laki memasuki gua garbaku?
SAPTO : Sekar, seandainya kau tahu, aku ikut patah.
SEKAR : Aku tahu. kau patah, tapi aku remuk.
SAPTO : Aku laki-laki yang tidak sanggup melihatmu melawan badai sendiri. Tapi ada ibu yang tidak berani kukecewakan.
SEKAR : Ibu? Kenapa ibu tidak memberiku waktu untuk membuktikan? Aku sungguh tidak lagi melacur. Anakmu sangat menghormatimu, itulah mengapa iapun tidak mau meniduriku. Menyentuhku pun tidak. Bu, aku kini hanya hidup dari menjual donat. Aku sedang belajar mengenal kembali Tuhanku, aku sedang belajar menjadi perempuan pantas. Ibu, aku ingin merasakan kembali pelukan seorang ibu. (SEMAKIN SERING MERINGIS SAMBIL MENEKAM DADA) Di beranda ini aku dan anakmu pernah saling berbagi cerita. Kami saling membagi tawa. Kami menikmati teh bersama. Kami saling jatuh cinta, Bu.
SAPTO : Besok pagi, aku akan menikah. Maaf, kekasihku. Aku harus melanjutkan hidup tanpa teh buatanmu,
(SUARA BEDSIDE MONITOR KEMBALI TERDENGAR)
SEKAR : Pergilah. Pergilah. Lalui perjalananmu sejauh mungkin. Aku tak akan menahanmu lagi. aku tidak akan memintamu mempertimbangkan lagi. Jika nanti kau ingin datang, aku masih berada di sini. Suatu saat jika kau lupa pada janji yang kita buat, aku tak akan meradang. Pastikan jemari yang kini kau genggam mampu membaca tiap ruas cerita di jemarimu. Aku akan menjaga diri dengan baik. Jadilah lelaki hebat seperti sebelumnya, dan aku akan menjadi perempuan pemilik kehormatan. Jika tidak ada satu orangpun yang menerimaku, setidaknya masih ada Tuhan, tempatku pulang. (MULAI TERHUYUNG BICARANYA MULAI TERBATA-BATA, TANGAN KANANNYA MEMEGANG DADA MAKIN KUAT, TANGAN KIRINYA MEMEGANG KEPALA, MENAHAN NYERI)  Kau masihlah orang yang sama, yang masih bersarang di dadaku. (TERJATUH)
BERSAMAAN DENGAN JATUHNYA SEKAR, TANPA SENGAJA SAPTO MENJATUHKAN CANGKIR YANG SEDARI TADI DI MAINKANNYA
SAPTO : Sekar! Sekar! Sekaaaaaaar!!!
(DI IRINGI SUARA BEDSIDE MONITOR DENGAN NADA PANJANG “TUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUT)

(LAMPU PADAM)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PEREMPUAN DALAM KOMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang