Apayak...gatau...ignore pemilihan kosa kata gue yg blunt bgt 😂😂 udh ah tar w gambar aja jadi doujin dari pada begini.○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
Arthur menghela napas panjang untuk yang kesekian kalinya dalam pertemuan kali ini, seandainya ia dibayar setiap kali ia harus menghela napas mendengar perkataan si bodoh Amerika itu bisa saja ia membangun 1 puskesmas untuk warga 1 komplek yang otaknya sudah panas mencoba mencermati perkataan orang itu. Correction, negara itu. Ia begitu lelah sampai-sampai niat untuk menegur si sinting ber ego tinggi itu ia urungkan karena tau itu hanya akan memperpanjang masalah. Alfred sama sekali tidak terganggu dengan setiap helaan napas yang dikeluarkan orang Inggris beralis tebal yang bahkan bulu mata Syahrini sendiri tak mampu mengalahkan kedahsyatannya. Justru ia merasa puas berhasil mengganggu sang british tersebut, diliriknya sebentar orang itu dan semakin menyeringailah dia melihat Arthur sengsara.
Francis terkekeh melihat keduanya yang begitu kontras antara satu dengan yang lain, kadang ia sendiri tidak percaya bahwa Arthur lah yang membesarkan Alfred. Ia , mungkin bukan hanya dirinya, semuanya, sudah menebak apabila konferensi ini dijalankan di Amerika di mana Alfred yang akan menjadi tuan rumah, hal ini sudah menjadi sebuah skenario yang tidak dapat diganggu gugat. Alfred yang terus-terusan beromong kosong dan Arthur akan memarahinya hingga mungkin saja alisnya menipis, rontok akibat stress saat menghadapi si Amerika.
Tetapi diantara kekontrasan yang dilihat semua orang, hanya segelintir orang yang menyadari kesamaan diantara mereka dengan begitu dalam. Orang-orang tersebut ialah Francis dan Matthew. Sebenarnya, jika harus dibandingkan , hubungan Francis dan Matthew kurang lebih sama dengan si alis tebal dan koboi itu, begitu kontras, minus perkelahian dan perdebatan diantara keduanya. Jujur ia diam-diam merasa beruntung dapat membesarkan Matthew dan bukan Alfred.
"Sesungguhnya aku tidak mau ikut konferensi ini aru... Tidak ada progress sama sekali jika Amerika yang memimpin." Ucap Yao pada pria berambut putih disebelahnya, Ivan. "Da, seharusnya kita melaksanakan konferensi ini di tempatku saja. Sekalian kita bergabung menjadi satu membentuk Uni Sov-"
"Tidak terimakasih."
Begitulah pertemuan kali ini, Arthur segera berdiri dan menarik lengan orang Amrik itu keluar dengan paksa. Alfred awalnya tampak begitu bingung, namun kemudian tertawa melihat wajah Arthur yang merah padam. Arthur berdecak kesal dan memelototi temannya itu. "Sungguh tidak bisa dipercaya, kau itu menggunakan otak atau tidak sih saat berbicara? Bukankah aku mengajarimu untuk tidak mengada-ada? Jujur aku tidak peduli kalau kita tidak sedang berada di tengah sebuah permasalahan lain, tapi saat ini dunia sedang dalam keadaan terancam. Jangan-jangan kau sudah benar-benar di cuci otak oleh presidenmu yang satu itu." Arthur tidak berhenti berbicara, Alfred mengambil kesempatan itu untuk memperhatikan bibirnya lekat-lekat. Kulitnya yang putih dengan bibir dan pipinya yang merah merona. Inilah yang ia tunggu-tunggu.
Alfred menunduk hingga jarak diantara mereka berdua hanya sebatas satu jari. Arthur terdiam saat menyadari jarak yang semakin mengecil, tanpa sadar ia pejamkan kedua matanya seakan-akan terhipnotis menunggu, membuat pria yand ada di depannya menyengir lebar dan tertawa puas hingga berlinang air mata.
"Tidak kusangka kau akan memejamkan matamu, kau memang menginginkanku ya?"
Rona pipi Arthur yang sedari tadi sudah merah menjadi semakin merah padam seperti tomat, ingin rasanya Alfred mencubit pipinya itu. Arthur merasakan seluruh tubuhnya memanas, ia tidak bisa berkata apa-apa, hanya mulutnya saja yang mengangap seperti ikan saking marahnya. Tangannya tiba-tiba terangkat hendak menampar lelaki itu. Alfred yang bertubuh lebih besar dengan sigap menangkap tangan Arthur yang mungil dan menuntunnya untuk menyentuh wajahnya perlahan.