1

11 1 0
                                    

          "KEBAKARAN!, KEBAKARAN!"

          "AIR! AIR!"

          "CEPAT CEPAT, SIRAM!"

          Rumah mewah itu terbakar. Dilahap si jago merah. Tak ada yang tersisa, hanya ada abu dan puing- puing tak bernilai. Juga api dan asap yang semakin kejam menggerogoti setiap sudut bangunan.

          Hari itu, semuanya benar-benar kacau. Otak tak bisa berfikir jernih. Pasukan oksigen menipis disana. Dadapun terasa sesak, terlalu banyak menghirup karbonmonoksida agaknya.

          Teriakan dan tangisan menyatu padu membentuk simfoni yang sama sekali tak terdengar merdu.

          "DIANA! Kamu dimana sayang?" Teriak Sulis, wanita paruh baya pemilik salah satu rumah yang terbakar. Wajahnya kian memucat, tak kunjung menemukan putri kecilnya. Terlihat matanya memerah karena tak kuasa menahan tangis.

           "Diana dimana mah?" Petra, putra sulungnya yang bertanya, tapi sang ibu hanya menangis tak beri jawaban.

          "Jangan-jangan"

          Tanpa aba-aba, Petra masuk ke dalam rumah,  memperburuk keadaan, memperkeruh suasana.

          Kepanikan terpusat di rumah Sulis, kala putranya itu menerobos masuk. Yang hanya bisa ia lakukan hanyalah diam, mematung. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Dia tak bisa membayangkan bila harus kehilangan kedua buah hatinya.

          Sulis menangis meraung raung, meronta ingin menyelamatkan anak-anaknya. Jika saja para pemadam tidak menghalaunya, dari tadi dia sudah masuk mencari mereka.

          Sudah lebih dari lima belas menit Petra didalam. Tak terlihat tanda tanda kedatangannya.

          Tentu saja Sulis makin menjadi, bahkan tangisannya tak henti-henti.
Dia berharap bahwa Petra akan keluar bersama Diana, seperti adegan dikebanyakan super hero. Dengan gagahnya menerjang api tanpa terluka sedikitpun!.

•••

        Tubuhnya terbaring lemas, diranjang putih bersih  ngepas badan khas rumah sakit. Dengan baju lusuh bekas kebakaran yang belum diganti.
        
          "Ma, bang Petra ngga akan apa-apa kan?"  Tanya Diana pada mamanya yang sedari tadi menggenggam punggung tangan putrinya dengan sangat erat.

          "Iya sayang, kita berdoa aja ya biar bang petra cepet sembuh" Tangan Sulis mengusap rambut Diana dengan lembut, menyeka air mata yang mengalir dipipi chubby Diana dengan jari jari lentiknya. Namun membiarkan air matanya tumpah, untuk kesekian kalinya. Sejak pencarian Diana, ditambah kejadian Petra, entah berapa banyak air mata yang dia keluarkan hingga matanya merah dan membengkak. Sulis sudah terlalu lama menangis.

          Sulis sadar, dengan cara keluar Petra yang seperti itu, takan membuatnya cepat sembuh.

Cerita pertama, semoga suka
Luvv
         

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang