Alderwand. 2

10 1 0
                                    

"HWAYOUNG!!!!" jeritku sambil menghambur ke arah sosok itu. Itu Choi Hwayoung, teman sekamarku yang lain. Hwayoung tertawa renyah, lalu mendorongku pelan.

"Kelihatannya kamu senang sekali," guraunya, lalu meletakkan kopernya di samping lemari putih-birunya. Aku mendengus.

"Tentu saja," kataku. Dia tertawa, lagi, lalu duduk di dekat Amelia. Aku mengikutinya.

"Kebetulan kita sedang mau makan. Kamu bawa makanan?" tanyaku antusias. Hwayoung mengangguk, tapi matanya mengerling Amelia. Aku cepat-cepat mengenalkan Amelia padanya.

"Ini Amelia Frederick. Dari Thistleshade," ujarku. Amelia dan Hwayoung berjabat tangan, lugas dan cepat.

"Kamu betulan dari Thistleshade?! Wow! Ibuku suka sekali mengoleksi tanaman bunga. Beliau bilang, Thistleshade adalah tempat terbaik untuk mendapatkan benih-benih bunga," ujar Hwayoung. Amelia tersenyum bangga dan mengangguk.

"Sayangnya begitu," godanya. "Kalau ibumu mau benih bunga, beliau selalu bisa datang ke sana," tawarnya. Kali ini Hwayoung mengangguk. Dia lalu mengeluarkan kotak bekal dari tasnya dan membukanya, hanya untuk membuat kami lebih lapar lagi. Hwayoung membawa nasi à la hainan dan ayam fillet.

"Kalian sama-sama bawa pasta, ya?" tanya Hwayoung, lalu dia tertawa.

"Amelia yang bawa pasta. Aku membelinya," kataku jujur, dan langsung menerbitkan senyum geli Amelia.

"Tidak apa-apa, sih," katanya. "Ayo kita makan," ujar Amelia, lalu kami pun mulai makan.

Berjam-jam setelahnya kami habiskan dengan mengobrol tentang berbagai macam hal, mulai dari hal-hal ringan seperti makanan khas sampai hal-hal yang membuat mengantuk seperti hukum di kerajaan kami masing-masing. Amelia sangat tertarik dengan topik ini, mengingat program studinya yang berbau hukum. Sementara Hwayoung lebih tertarik mengetahui karakter orang di tiap kerajaan.

"Oh, orang-orang di sana penuh keteraturan, menurutku," jelas Hwayoung saat membicarakan tentang kerajaannya. "Kadang pendatang memuji kami atas hal itu, tapi menurutku sih, itu cuma kebiasaan yang dipupuk dengan baik," lanjutnya.

"Kalau di tempat tinggalku, orang-orangnya sangat ramah. Kamu bisa berkunjung ke mana saja dan selalu mendapat senyuman," ujar Amelia bangga.

"Bagaimana denganmu, Anne?" tanya Hwayoung. Aku berpikir sejenak, lalu mengendikkan bahu.

"Bagiku, orang-orang di tempat tinggalku agak terlalu menyukai dekorasi," jawabku, lalu aku tertawa kecil. "Jangan salah, dekorasi selalu bagus, tapi lain lagi ceritanya kalau sudah ada kilauan di mana-mana," lanjutku, lalu Amelia dan Hwayoung tertawa.

"Aku bisa membayangkannya," kata Hwayoung di sela tawanya.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar kami terdengar diketuk perlahan. Aku langsung bangkit untuk membuka pintu, dan terlihatlah seorang wanita yang usianya sekitar 2 tahun lebih tua dariku. Kami memanggilnya Miss Julia atau Miss J. Sebenarnya usianya hanya lebih tua dua tahun dari kami. Miss J adalah ketua badan penanggung jawab asrama kami. Ia ternyata hanya ingin bertanya soal kelengkapan fasilitas kamar asrama. Setelah memastikan bahwa semuanya lengkap dan tersedia, Miss J pamit pergi.

"Kamarnya lumayan juga, ya," komentarku. Amelia dan Hwayoung mengangguk setuju. Tapi belum sempat aku mendudukkan diri, pintu kamar kami diketuk lagi, kali ini dengan keras.

"Ya, Miss J?" sahutku sambil membuka pintu. Tapi ternyata yang menunggu di balik pintu itu adalah seorang wanita seumuran Miss J, tapi yah, dia bukan Miss J. Baru saja aku hendak membuka mulut untuk menanyakan siapa dia, sosok itu langsung memasang tampang kesal.

"Oh, kalian malah duduk-duduk di sini, ya," sindir sosok itu. Aku mengernyitkan dahi. "Kalian tidak tahu kalau harusnya sekarang kalian ada di lobby asrama, berkumpul dengan teman-teman kalian yang lain? Atau jangan-jangan kalian mau jadi anti-sosial? Tidak mau mengenal penghuni asrama lain?" semprotnya segera sebelum aku sempat mengatakan apa pun. Dahiku berkerut semakin dalam.

AlderwandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang