02

17 0 0
                                    

Bel pulang sekolah berdering dengan nyaring mengisi tiap sudut ruangan sekolah. Rissa dan Marsya bergegas memasukan semua buku kedalam tas mereka masing-masing.

Hari itu merupakan hari Jum'at, hari dimana para pelajar mengakhiri pekan pembelajaran mereka. Biasanya, mereka akan menghabiskan waktu sepulang sekolah untuk sekedar bermain dan berkumpul bersama teman yang lain.

Rissa dan Marsya pada hari itu memutuskan untuk menghabiskan waktu mereka di kafe dekat sekolah.

"Projek Kimia lo udah selesai belom?" Tanya Marsya memulai topik pembicaraan.

"Boro-boro dikerjain. Lo tau sendiri kan kelompok kimia gua isinya siapa aja. Gaada yang bisa diandelin. Pertanyaan sensitif ini," Jawab Rissa

Pada awal semester ini, mereka memiliki projek mata pembelajaran kimia yang bisa dibilang lumayan susah. Dan kelompoknya dipilih berdasarkan kocokan. Rissa harus menepuk jidat saat anggota kelompoknya adalah anak-anak yang tidak bisa diajak kompromi.

Aldo (pemales):
"Gangerti apa-apa, yang lain aja ya yang ngerjain. Gua up deh,"
"Gua ngeprint laporan aja."
"Santai aja sih masih 2 bulan lagi,"
"Ah males ngumpul gua, mending molor."
"Copas google aja, udah canggih kali."

Hendri (banyak alesan):
"Sori ya gabisa dateng kumpul besok, udah janjian jalan ama pacar."
"Sori ya gua mau nganter emak ke pasar besok"
"Eh anjir gua baru bangun tidur. Sori ya gabisa ikut kumpul"

Tasya (rempong):
"Eh besok harus bisa semua ya gamau tau. Terus ngerjainnya di Starbak aja biar enak." Eh taunya Hendri ga dateng, jadinya gagal.
"Masa kita ngerjain di sekolah. Gamau ah! Kita ke restoran yang bintang 5 aja ya, biar enak." Mau aja sih kalo dibayarin, taunya bayar sendiri-sendiri. Gagal lagi deh.

"Untungnya gua lagi hoki. Gua bareng Angel, Safira sama Juno, trio ambis di kelas. Jadinya gua santai deh,"

"Itu mah keenakan elu nya. Gua bilangin Bu Marsih lo," Geram Rissa

"Eitsss, mereka yang ambil alih sendiri bos. Giliran gua tawarin nyari ini langsung direspon 'yang itu udah kok'. Yaudah akhirnya gua dikasih tugas nge print sama tanda tangan guru aja." Kata Marsya bangga sambil tersenyum bangga.

"Mimpi apa lu semalem bisa hoki gitu Sya. Gimana kalo lu bantuin gua aja biar ga gabut?"

"Ogah. Makan tuh kelompok." Tolak Marsya.

Disaat mereka menikmati obrolan ringan, hujan tiba-tiba turun dengan deras.

"Yah hujan," Kata Rissa dengan nada sedih.

"Iya, hujan." Sahut Marsya dengan nada yang sama.

Mungkin bagi banyak orang hujan menyimpan beberapa cerita dan kenangan tertentu, baik itu hal baik maupun buruk.




Sebenarnya hujan tidak mengingatkan mereka pada sebuah kenangan. Mereka hanya berada di dalam pikiran mereka masing-masing.

"Ah elah, jemuran sepatu belom diangkat dari tadi pagi, sekarang hujan pula. Siap-siap ditakol mama pake pentongan sampe rumah aku ini." Marissa Andriani Diannova, 17 tahun

"Hmmm, bagus hujan. Kapan redanya kalo sederes ini. Sekarang udah jam 6 sore lagi. Siap-siap di ciwit papa kalo nyampe rumahnya malem. Mati la aku." Marsya Viona Putri , 17 tahun

"Gue tau lu pasti mikirin bapak lo yang bakal marah kalo lo pulang malem." Kata Rissa menyadarkan Marsya dari lamunannya.

"Dan gua juga tau lo bakal dimarahin emak lu gara-gara tadi lu cerita belom ngangkat jemuran sepatu dari pagi." Balas Marsya tidak mau kalah.

"HAHAHAHAHAHAHAHAHA" Tawa mereka berdua meledak setelah saling bertatap-tatapan cukup lama.

"Sumpah sekarang gua ngerti kenapa kita bisa sahabatan langgeng sampe sekarang," Seru Marsya setelah meredakan tawanya.

"Gua tau kenapa kita belom dapet jodoh Sya. Karna sama lo aja gua udah memiliki semuanya," Kata Rissa jahil sambil memegang tangan Marsya.

"Hih, najis tralala lo ngomong kayak gitu. Gatel pengen nge-ruqyah." Canda Marsya.

Beberapa menit setelahnya di tengah obrolan, tiba-tiba datang sebuah mobil sedan hitam yang tak asing bagi mereka. Dan mobil itu tak lain adalah milik ayah Marsya.

"Eh itu mobil papa lo bukan Sya?" Tanya Rissa.

"Mirip sih. Eh bener deng. Duh, kayaknya gua dijemput papa deh Sa, ini baru geter-geter HP gue. Lo mau ikut nebeng ga Sa?"

"Hmmm, gausah deng Sya, paling habis ini hujannya reda. Lagian rumah lo sama gua kan beda jauh banget arahnya."

"Seriusan nih?" Tanya Marsya sekali lagi.

"Iyee, tenang aja. Lagian ini belom ngelewatin batas jam malam gua kok. Titip salam ya ke papa lo ya," Jawab Rissa dengan mantab.

"Yaudah deh fine. Hati-hati ya jangan pulang malem-malem, nanti diganggu 'setan' . Bye."

"Eitsss, siap bu. Byee."

•~•~•~•

Waktu sudah menunjukan pukul 19.35, namun hujan di luar belum juga reda. Rissa yang sedari tadi memainkan gadget yang ada di tangannya pun mulai merasa bosan. Sudah lebih dari 1 jam dia memainkan benda kecil itu karena tidak tau ingin berbuat apa. Diluar masih hujan deras, tidak ada teman mengobrol, dan uangnya yang ia miliki hanya bisa dipakai untuk ongkos pulang.

Akhirnya Rissa memalingkan dirinya dari ponsel ke jendela yang ada di sampingnya. Jalanan malam tampak terlihat sepi karena turunnya hujan. Aktifitas para pejalan dan pengendara bermotor berkurang dari biasanya-

"Ehm permisi. Kalo saya boleh tanya, mba punya charger handphone ga?" Tanya seorang lelaki yang membangunkan Rissa dari lamunannya.

"Eh! Hm. Oke, tunggu sebentar. Ah, ini dia. Tapi yang bentuknya kayak gini,"

"Nah! Itu yang saya cari dari tadi. Saya tanya orang lain, ternyata beda. Saya pinjem ya, soalnya baterai HP saya abis."

"Oh iya.. iya, sok pinjem aja,"

Gila, di zaman kek gini masih ada aja cowok ganteng bin sopan kayak gitu
Pikir Rissa dalam hati.

Pada akhirnya, Rissa memilih untuk memperhatikan lelaki yang meminjam chargeran nya itu dibanding pemandangan di luar jendela. Rissa berpikir bahwa lelaki yang sedang ia perhatikan itu lebih menarik dari rintikan hujan di luar jendela.

Gila, bener-bener nih orang. Bisa masuk daftar calon suami potensial gue ini mah.

Terlalu terlelap dalam lamunanya, Rissa hampir tidak menyadari bahwa hujan di luar sudah semakin reda.

"Eh, ujannya udah berhenti. Pulang sekarang aja kali ya? Takut hujan lagi,"

Dengan begitu, Rissa segera bergegas keluar kafe sambil mengeluarkan payungnya dan segera bergegas mencari taksi. Pasalnya, Rissa memang agak takut dengan keadaan jalanan pada malam hari, sehingga ia lebih memilih naik taksi daripada ojek seperti biasanya.

•~•~•~•

"Bentar ya bro, gua pengen ngembaliin chargeran yang tadi gua pinjem," Seru Tristan kepada Robi.

"Yaelah lagi asik juga Yan. Nanti aja,"

"Nanti orang nya keburu pulang. Bentar doang elah,"

" Ck, yaudah sono." Kata Robi pasrah.

Tristan pun akhirnya berjalan menuju meja gadis yang tadi ia datangi sebelumnya. Namun ternyata, meja gadis tersebut telah kosong. Tidak ada satu barangpun yang mengisyaratkan bahwa gadis itu masih duduk di kursi tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Before You SpeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang