Semakin lama semakin dekat. Keadaan ini membuat semua sunyi. Aku bingung dengan keadaan ini harus berbuat apa. Dan lalu ia menempatkan tangannya di daguku. Membawa wajahku mendekat dengannya. Dan yang terjadi adalah....
"He dasar bocah, bibir lo kenapa bisa luka gini. Lebar banget lagi. Belum lagi ini ni bekas apa ini di deket mata sama bibir lo. Lo kenapa. Kena KDRT ya." Sautnya asal.
"Apaan. Enggak ini, gue kejedot pintu kamar trus gue pingsan di kamar, habis itu gatau kenapa. Eh. Lo siapa? Kan gue kontrolnya sama anaknya dokter Avan. Nah lo siapa?" -Alika
"Gue anaknya dokter avan. Nama gue Dimas. Gue yang akan jadi dokter lo. Emm. Mungkin lebih tepatnya psikolog pribadi lo. Karena cuma lo pasien gue satu satunya saat ini. Anggap aja gue itu temen lo. Kita seumuran. Gue baru pulang dari Inggris jadi kalo gue kasih lo hadiah mau gak?" -Dokter Dimas
"Boleh, apa hadiahnya? Eh tapi ngomong ngomong lo bisa agak jauh dikit gak mukanya. Deket banget jadi gak enak." -Alika, aku mengatakan itu dengan jujur, karna posisi ini sungguh sangat canggung.
Dokter itu beranjak dari tempatnya dan mengambil sesuatu di lemari buku. Sebuah kotak berwarna hitam dengan pita merah mengihiasi bagian atas kotak itu.
"Nih buat lo, spesial gue beli buat pasien gue satu satunya sekarang. Semoga lo suka sama kado gue. Gak mahal emang. Tapi semoga berkesan dan bikin lo inget terus sama gue." Dokter itu memberikan kotak kado itu, kata katanya tulus dari hati. Terpancar dari tatapan matanya yang menatap mataku dengan senyum tipis di bibirnya.
"Ok gue buka ya. Wow bagus banget kadonya, makasih ya. Gue pingin banget punya ini dari dulu makasih banget ya." Sungguh kado yang indah bagiku, miniatur big bang asli yang sangat ingin ku miliki.
"Ok lo udah buka kadonya, apa sekarang kita bisa mulai bercerita. Kaya lo cerita sama dokter avan, gimana hari hari lo kemaren, ada kejadian apa aja, apa yang lo rasain. Lo bisa cerita semua itu ke gue." Aku menjawabnya dengan anggukan dan mulai bercerita tentang hariku padanya.
Dari mulai saat pertama mereka datang sampai nenek yang membenciku. Aku ceritakan semua itu dan Dimas mencatat yang menurutnya penting di buku note miliknya.
"Jadi sekarang mereka lagi di mall. Nenek ajak semua ke mall. Mom tadi ajak gue tapi gue tolak, karna gue tau nenek gak ngarepin gue ada di sana ngerecoki kebahagiaan mereka. Gue cukup tau diri karena gue bukan cucunya, hahaha, cerita gue mellow ya sampe lo kaya prihatin gitu ke gue." Aku benar benar menceritakan semua secara detail. Entah kenapa aku lebih merasa nyaman bercerita pada Dimas dari pada dokter Avan. Mungkin karena faktor dia seumuran.
"Ok, bisa lo cerita kenapa lo lebih menyendiri dari yang lain? Karna gue rasa lo terlalu menutup diri, apa lo tau sesuatu?"
"Gue cukup tau diri buat menjauh dari mereka. Mereka gak benar benar sayang sama gue. Gue tau itu. Dan alasan gue menyendiri adalah karena itu harus. Gue harus menyendiri, biar semua bahagia. Nenek bahagia pas lagi sama semua orang kecuali keluarga gue, terutama gue. Udah 2 tahun gue menyendiri, gue tahan kok. Bahkan gue jarang komunikasi sama keluarga gue, paling ya sama sepeupu trus sama orang tua. Udah. Nenek gak pernah ngobrol baik baik sama gue. Gue tahan akan hal itu kok. Gue baik selama orang tua gue juga baik." Aku menceritakan itu hanya pada dokter pribadiku. Bahkan pada orang tuaku aku jarang.
"Ok cukup sesi ceritanya. Lo turutin saran gue buat lebih terbuka sama keluarga lo. Dan sekarang apa lo bisa berbaring di sofa. Gue mau obat in lo. luka lo harus di obatin."
"Ok."
****
Selesai sudah urusanku di rumah sakit. Sekarang aku sudah berada di dalam mobil. Sendiri. Menyusuri jalanan kota Jember yang lenggang di sore hari.Aku seperti orang yang tak punya tujuan. Hari ini hari minggu butik dan toko toko mulikku sudah tutup. Waktu menunjukkan puluk 18.00 WIB.
Aku masih berada di jalan raya. Aku melewati mall baru itu. Aku berharap mungkin mereka ada di sana. Aku berbelok dan memarkirkan mobilku. Memasuki mall dan mulai berjalan sendiri di dalam mall. Suasana ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
when i was child
Teen FictionAku bukan tinggal di dalam lingkup keluargaku sendiri. Aku seakan asing dengan keluargaku. Bantu aku mengingat apa yang terjadi. Berpikir positif tidak selamanya membantu membongkar teka teki yang diciptakan. Tidak seluruh isi cerita ini tentang k...