| cherry |

14 1 2
                                    

Ia bukan pentolan sekolah yang hobi membuat onar. Bukan juga termasuk deretan cowok dingin seperti di novel-novel. Ia tidak begitu terkenal dikalangan sekolah, walau beberapa orang seringkali menyapanya.

Ia biasa memakai jaket berwarna hitam pada hari Senin dan Selasa, kadang sampai hari rabu juga. Selebihnya ia memakai jaket denim berwarna navy. Sepatunya selalu sama, converse hitam. Ia tak pernah memakai ikat pinggang, kecuali hari Senin saat upacara tentunya.

Ia tidak membawa bekal. Ia selalu ke kantin bersama teman seperkumpulannya walau tak selalu membeli makanan. Satu hal yang pasti, ia selalu mengunyah permen karet saat istirahat.

Sepulang sekolah, satu-satunya waktu yang kupastikan dapat bertemu dengannya. Tempatnya tentu saja di parkiran sekolah. Aku selalu memarkir vespaku dibelakang motor miliknya. Agar ia tak mengetahui aku selalu mengamatinya. Seperti saat ini.

Kupastikan ia habis berkumpul bersama teman-temannya sampai sesore ini. Aku pun sengaja memperlama berbincang dengan temanku agar bisa pulang bareng dengannya--tanpa dia tahu, tentunya.

Setelah ia duduk dimotornya, biasanya ia akan memasukkan handphone yang dipegangnya selama diparkiran ke dalam tas. Namun kali ini tidak, ia menunduk menatap handphonenya.

Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganjalnya? Mengapa ia tidak segera pulang? Apa yang dilihatnya di handphonenya?

Tentu saja kecemasanku tidak diketahui olehnya. Ia berdiam diri seperti itu selama beberapa menit. Cukup lama sampai semua temannya sudah meninggalkan parkiran sekolah. Sisa dirinya dan aku yang senantiasa duduk di vespaku--dengan posisi dibelakangnya-- dan juga beberapa motor yang belum didatangi pemiliknya. Pasti milik siswa yang mengikuti ekstrakurikuler sampai malam.

Tiba-tiba saja ia menoleh ke belakang, sampai matanya menatap ke arahku. Bagaimana ini? Apa dia menyadariku selama ini? Mengapa ia datang mendekat?
Apa yang mau ia lakukan?

"Hei, boleh pinjam handphone?"

Aku tergagap dibuatnya. Ini merupakan percakapan pertama aku dengan dia!

"Eeh?-- bu..buat?"

"Mau nelfon orang bengkel yang gua kenal, motor gua mogok udah butuh di service kayaknya. Boleh?"

Aku terlalu gemetar karena kaget dibuatnya! Astaga, cherry, sadarlah! Ia ini hanya meminjam handphone bukan sesuatu yang lain!

Aku pun mencoba menetralkan wajahku sebisa mungkin, dan memberikan handphoneku. Ia tersenyum sampai gigi atasnya kelihatan. Oh tuhan, tidak ada yang lebih membahagiakan dari ini! Ia tersenyum kepadaku!

Setelah berulang kali ia berkutat dengan handphoneku, akhirnya ia mengembalikan dan berkata, "Apesnya, orang bengkel langganan gua lagi diluar kota. Thank you anyway."

Aku hanya mengangguk memahami. Aku harus menjawab apa lagi?

"Tau bengkel deket sini?"

Aku teringat dengan bengkel di ujung jalan, lumayan dekat rumahku. Saat aku memberitahunya, ia tiba-tiba saja menyuruhku turun dari vespaku.

Kemudian ia menaiki vespaku dan berkata, "Ayo naik, gua nebeng sampe bengkel depan ya."

Aku terlalu kikuk sampai tidak menyadari apa yang harus kulakukan. Ia segera menarik tanganku untuk duduk dijok penumpang.

Vespaku pun berjalan. Perjalanan yang hanya 15 menit pun terasa sangat lama karenanya. Aku tak henti-hentinya mencoba menahan senyum--tentunya aku tak mau terlihat aneh saat ia melihatku melalui spion.

"Dhika." Ia menatapku melalui spion vespa, berkata lagi, "nama gue."

Aku tak tahu harus bereaksi seperti apa. Jadi aku hanya mengangguk entah ia lihat apa tidak. Yang ku tahu setelahnya, jantungku berdebar kuat sekali saat lelaki ini membalikkan kepalanya hendak melihatku. Bersamaan dengan lampu merah yang membuat vespaku berhenti.

"Lo?"

"Eh--iya..?"

Ia terkekeh menampilkan deretan giginya, sampai lesung pipitnya terlihat. "Nama lo?"

"Cherry."

Ia sedikit terkejut, "Ohya? Gua suka cherry." Tak lama kemudian ia tertawa, "i mean, buah cherry. Manis."

Aku ikut tertawa bersamanya.

SHOES // Short storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang